Menghibur dengan cerita lucu versi abu



TEKNIK BERKEBUN ABUNAWAS


Seorang musuh tak selamanya harus dilawan dengan kekuatan fisik. Akan tetapi bagaimana seseorang dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki musuhnya tersebut untuk kepentingan dirinya.

Itulah cara Abu Nawas dalam menyikapi tingkah laku pengawal Raja Harun Arrasyid yang seringkali membuatnya jengkel. Meski demikian, ia tak melawannya secara reang-terangan, melainkan menggunakan siasat yang baik dan tepat.

Bagi seorang Abu Nawas, membalas perilaku jelek dari musuh malah tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan hal itu hanya akan membuat musuh akan semakin memusuhi dan membenci dirinya.

Kegelisahan Abu Nawas

Kegelisahan Abunawas terhadap pengawal raja bermula sejak dia diangkat menjadi penasehat istana. Bukan tanpa apasan, raja mengangkat dirinya karena Abunawas memiliki kecerdikan yang begitu tinggi.

Sejak tinggal di istana kerajaan, Abu Nawas mulai jauh dari keluaarganya yang tinggal di rumah. Hal itu membuatnya seperti terpenjara. Bahkan untuk berkomunikasi dengan istrinya saja ia hanya bisa menanyakan kabar via surat.

Oleh karena itu, setiap merasa rindu terhadapkeluarga, Abu Nawas pun mengirimkan surat kepada istrinya, begitu pula sebaliknya.
Hanya saja yang membuatnya jengkel yaitu setiap kali surat itu dikirimkan, pasti terlebih dahulu dibaca oleh pengawal raja.

Bahkan semua suratnya telah diteruskan kepada raja untuk dibaca. Padahal tak jarang dalam surat itu terdapat tulisa-tulisan yang sifatnya pribadi yang mestinya hanya cukup diketahui oleh yang bersangkutan saja.

Surat dari Istri Tercinta

Setelah sekian lama tinggal di istana, Abu Nawas akhirnya mengetahui kebiasaan negatif dari pengawal raja. Para pengawal raja seringkali melakukan tindakan seenaknya sendiri.


Pada suatu hari, Abu Nawas menerima surat dari istrinya yang mengatakan,
"Suamiku, kapan saatnya kita menanam di kebun kita?" tanya istrinya.

Abu Nawas pun bergegasmembalas surat dari istrinya tersebut.
"Janganlah sekali-kali menanam di kebun, karena di situ aku menyimpan rahasia negara." tulis Abu Nawas di suratnya.

Jawaban Abu Nawas singkat dan sederhana saja.

Jawaban yang singkat dari Abu Nawas itu membuat para pengawal raja terkejut dan bertanya-tanya. Dengan diam-diam, ia munuju kebun Abu Nawas bersama dengan beberapa prajurit istana dan mencangkul seluruh kebun milik Abu Nawas.

Namun apa yang terjadi, para pengawal tidak menemukan apa-apa. Apa yang mereka lakukan itu hanya membuat mereka letih, capek dengan keringat bercucuran yang mengalir di tubuhnya.

Kecerdikan Abu Nawas

Pada keesokan harinya, istri Abu Nawas mengabarkan kejadian di kebun mereka via surat sebagaimana biasanya. Tetap disensor loh oleh pengawal raja yang tadi.

Begini isi suratnya,
"Suamiku, kemarin beberapa prajurit dan pengawal raja datang ke rumah serta menggali setiap sudut di kebun kita," terang isrti Abu Nawas.

Surat balasan dilayangkan,
"Nah, sekarang kebun kita sudah dicangkuli dan kita siap menanaminya," jawab Abu Nawas dalam suratnya.

Istri Abu Nawas kini dapat memulai menanam di kebun tanpa harus bersusah payah mencangkul.

Sementara itu, surat balasan itu sempat dibaca olkeh pengawal raja dan raja sendiri. Raja merasa kecewa atas apa yang telah dilakukan oleh pengawalnya. Raja menilai bahwa para pengawalnya tak bisa memberikan berita yang akurat. Dan akibatnya, raja memberhentikan mereka sebagai pengawal raja.

Keputusan raja tersebut disambut gembira oleh Abu Nawas. Kini, surat-surat yang ia kirimkan ke istrinya, maupun surat-surat istri untuk dirinya, aman terkendali, tak pernah dibaca lagi oleh pengawal raja.

teknik baru cara berkebun model Abu Nawas.





TRIK MEMBUAT PENGEMIS SADAR


Pada suatu ketika, Abu Nawas dikunjungi oleh seorang pengemis laki-laki.
Pengemis itu meminta makanan karena sudah lama tidak makan. Namun, Abu Nawas tidak memberikan sesuap nasi atau makanan lainnya yang sangat diharapkan oleh pengemis itu, akan tetapi ia malah mengajukan beberapa pertanyaan semata.

"Kenapa engkau mengemis? Apa engkau tidak mempunyai pekerjaan?" tanya Abu Nawas.
"Ma'af Tuan, saya sudah lama mencari pekerjaan, tapi belum juga ada yang mau menerima saya bekerja," jawab pengemis itu.
"Lalu apa engkau mau bekerja sekalipn pekerjaan itu berat?" tanya Abu Nawas.
"Asalkan halal, saya mau Tuan," jawab si pengemis.

Akhirnya Abu Nawas mengantarkan pengemis itu menemui sahabatnya, Abu Wardah.
Singkat cerita, pengemis itu diminta bekerja untuk mencabut rumput. Ternyata, pengemis itu merupakan seorang pekerja yang sangat rajin dan tangkas. Dalam waktu singkat saja, pekerjaannya pun selesai.


Abu Wardah pun sangat kagum dan tergerak hatinya untuk memberikan pekerjaan yang lebih serius. Ia pun meminta pengemis itu untuk memisahkan satu ember kurma menjadi 3 bagian. Yang bagus diletakkan di keranjang pertama, sementara yang lumayan bagus diletakkan di keranjang kedua, dan kurma yang jelek diletakkan di keranjang ketiga. Namun ia lupa tidak membekan penjelasan kepada pengemis itu tentang perbedaan antara yang baik dan yang buruk.

Harus Diajarkan
Pada keesokan harinya, Abu Nawas datang ke rumah Abu Wardah untuk menanyakan kabar dari pengemis itu. Ia pun menjelaskan bahwa pengemis itu sangat rajin dan terampil mencabut rumput di ladang sehingga dirinya menyimpulkan bahwa pengemis itu adalah pekerja yang baik. Maka dari itu Abu Wardah memberikan pekerjaan yang lrbih serius kepadanya.

"Sekarang dia bekerja apa?" tanya Abunawas.
"Tadi malam dia saya suruh untuk memisahkan kutma-kurma menjadi tiga bagian. Mari kita ke sana untuk melihatnya, yentu sudah selesaipekerjaannya itu," kata Abu Wardah.


Tak lama kemudian, keduanya pun sangat terkejut ketika melihat pengemis itu tidur pulas, tidak mengerjakan pekerjaan yang telah diberikan kepadanya. Dengan penuh tanya, Abu Wardah pun membangunkan pengemis itu.

"Kenapa engkau tidak menyelesaikan pekerjaanmu yang sangat mudah itu," tanya Abu Wardah.
"Ma'af Tuan, kalau hanya memindahkan kurma, sesungguhnya itu mudah, yang sulit adalah membuat keputusan mana kurma yang baik, lumyan baik, dan jelek, karena saya tidak diberitahu sebelumnya," jawab pengemis.
"Sungguh itu tak terpikirkan olehku," kata Abu Wardah.

Abu Nawas pun tersenyum melihat kejadian itu.
Ia pun meegur Abu Wardah karena Abu Wardah hanya bisa memberikan tugas saja, tapi tidak mengajarinya dengan baik cara melakukannya.






ABUNAWAS MEMBALAS TIPUAN SANG HAKIM


Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, ada seorang hakim yang baru saja diangkat. Hakim ini terkenal zalim, dan kezalimannya itu ditampakkan ketika ada seorang pemuda Mesir datang ke Baghdad untuk berdagang dengan membawa harta yang sangat banyak.

Pada suatu malam, pemuda ini bermimpi telah menikah dengan seorang wanita, yang mana wanitanya adalah anak dari seorang hakim dimana si pemuda membawa mahar (maskawin) yang sangat banyak. Mimpi tersebut lantas diceritakan ke banyak orang sehingga sampailah berita mimpi itu ke telinga sang hakim.

Hakim langsung saja mendatangi pemuda Mesir itu serta meminta mahar untuk anaknya. Tentu saja pemuda itu menolaknya karena pernikahannya hanya berdasarkan mimpi saja. Namun Sang Hakim tersebut tetap saja arogan dan memintanya. Sang Hakim bahkan merampas semua harta pemuda Mesir itu hingga membuat pemuda itu menjadi miskin, bahkan si pemuda menjaqdi pengemis. Untung saja tak lama setelah itu dia ditolong oleh seorang wanita tua.

Tidak terima dengan perlakuan Sang Hakim, wanita tua itu pun membawa pemuda Mesir kepada Abu Nawas untuk mengadu. Begitu mendapat pengaduan, Abunawas langsung saja mengambil tindakan. Ia mengajak semua murid yang diajarinya untuk datang malam hari dengan membawa kapak, cangkul, martil dan batu.

Dengan Arahan Abu Nawas, murid-muridnya pun langsung bergerak ke arah tuan hakim. Mereka seperti demonstran yang berteriak-teriak lalu menghancurkan rumah hakim itu sesuai dengan perintah. Melihat peristiwa itu, sang hakim pun keluar rumah dengan marah-marah dan bertanya,
"Siapa yang menyuruh kalian melakukan semua ini?"
Mereka pun menjawab," Guru kami, Syeikh Abu Nawas."

Melaksanakan Perintah Mimpi
Tidak terima dengan ulah murid-murid Abu Nawas, hakim itu melaporkan Abu Nawas ke Baginda Raja pada keesokan harinya. Pada pagi harinya, Abu Nawas dipanggil oleh Raja untuk menghadap.
"Wahai Abu Nawas, mengapa kamu merusak rumah hakim?" tanya Baginda.
"Wahai Tuanku, itu semua karena hamba bermimpi, dan dalam mimpi itu justru Tuan hakim sendiri yang menyuruh hamba untuk merusak rumahnya," jawab Abu Nawas.

Baginda Raja merasa aneh dengan jawaban itu, dan bertanya,
"Wahai Abu Nawas, hukum mana yang kamu pakai itu?"
"Dengan tenangnya Abu Nawas menjawab,
"Hamba memakai hukum yang juga dipakai Tuan hakim yang baru jadi ini, Baginda."

Mendengar penuturan yang singkat itu, sang hakim pun menjadi pusat pasi serta terdiam seribu bahasa.
"Wahai hakim, benarkah kamu juga mempunyai hukum itu?" tanya Baginda.
Sang Hakim hanya terdiam saja ditanya Baginda, sehingga Baginda Raja meminta penjelasan dari bau Nawas.
"Hai ABu Nawas, coba jelaskan kenapa ada peristiwa seperti ini?" tanya Baginda.

Abu Nawas lantas menyuruh masuk pemuda Mesir itu untuk memberikan kesaksian.
"Wahai Anak Mesir, ceritakan apa yang sebenarnya terjadi sejal engkau datang ke negeri ini?" tanya Baginda.
Pemuda itu pun menceritakan penderitaan yang dialaminya akibat kezaliman Sang Hakim.

Setelah si pemuda selesai bercerita, Baginda Raja langsung murka dengan adanya kebobrokan sikap hakim yang baru saja diangkatnya itu. Baginda Raja lantas merampas semua harta sang hakim dan diberikannya kepada pemuda Mesir itu.

Wah, salut deh dengan Abu Nawas yang berani melawan ketika ada ketidakberesan di negerinya. Semoga saja di Indonesia ini ada orang-orang yang berani layaknya sikap Abu Nawas yang menentang kezaliman yang semakin merajalela di tingkat pemerintahan.





KOMANDAN KERAJAAN TERTIPU OLEH ABUNAWAS


Pada suatu pagi hari, Abu nawas muda sedang duduk-duduk bersantai di teras rumahnya.
Beberapa saat kemudian, datanglah seorang komandan dengan beberapa prajuritnya.
Sang Komandan bertanya,
"Wahai anak muda, dimanakah aku bisa menemukan tempat untuk bersenang-senang di daerah sekitar sini?"
"Kalau tidak salah di sebelah sana," jawab Abu Nawas.

"Dimanakah tempat itu?" tanya salah seorang prajurit dengan sifat yang tidak menghargai.
"Pergilah ke arah sana, lurus tanpa belok-belok, maka kalian akan menjumpai tempat untuk bersenang-senang," jawab Abu Nawas.

Rombongan tentara kerajaan itu akhirnya pergi juga menuju tempat yang sudah ditunjukkan oleh Abu Nawas. Setelah beberapa saat, kagetlah mereka semua karena tempat yang mereka cari tidak ditemukan, kecuali hanya sebuah komplek kuburan yang sangat luas. Dan tentu saja hal ini membuat para tentara berang karena merasa telah ditipu oleh pemuda tersebut.

Mereka pun kembali lagi ke tempat Abu Nawas.

"Wahai anak muda, keluarlah engkau. Kenapa engkau berani sekali membohongi kami?" tanya Sang Komandan yang tidak tahu kalau yang diajak bicara itu sebenarnya adalah Abu Nawas, Si penasehat Kerajaan.
"Siapakah engkau ini? Berani sekali membohogi kami?" tanya salah seorang prajurit.
"Aku adalah ABDI," jawab Abunawas.

Komandan dan para prajurit merasa geram dan marah
"Prajurit...tangkap dia!!!" seru komandan.
"Engkau akan aku bawa ke Panglima kami," kata komandan.

Oh, rupanya Abunawas hendak dihadapkan ke panglima kerajaan mereka.
"Wahai Panglima, kami telah menangkap seorang pembohong yang berani membohongi pasukan kerajaan," kata komandan.
"Alangkah lancangnya si pemuda ini karena sudah berani berbohong," lanjut komandan.

Panglima bersikap biasa saja, malah dia bahkan memerintahkan kepada prajurit untuk melepaskan borgol yang ada pada tangan Abu Nawas. Komandan dan para prajurit terkejut dan merasa heran, ada apa gerangan ini.

Setelah itu, panglima pun mendekati Abu nawas berkata,
"Tuan Abu, maafkan perbuatan anak buahku di sini ya," kata panglima itu dengan sangat sopannya.
laki-laki gagah dan tampan itu memang sudah saling mengenal satu sama lain karena mereka seringkali bertemu ketika sang khalifah mengundangnya ke istana.

Komandan Minta Maaf
Betapa terkejutnya sang komandan dan para prajuritnya.
Perasaan sombong dan congkak yang tadi menyelimuti mereka seakan berubah menjadi rasa takut.
"Wahai Tuan Abu..sebenarnya kebohongan apa yang mereka sangkakn kepadmu?" tanya panglima.

"Wahai panglima, mereka memintaku untuk menunjukkan tempat untuk bersenang-senang, tentu saja aku tunjukkan kuburan karena kuburan adalah tempat yang lebih baik bagi orang-orang yang taat kepada Allah SWT. Di sana pula dia akan mendapatkan hidangan yang nikmat dari Allah SWT, terbebas dari rasa fitnah dan kejahatan manusia dan makhluk lainnya," jawab Abunawas dengan tenangnya.

Mendengar jawaba pemuda itu, segera saja komandan mendekati Abu Nawas dan berkata,
"Maafkan hamba, Tuanku Abu?"
"Andai saja aku mengetahui bahwa tuan adalah Tuan Abu, tentu kami tidak akan berani membawa Tuan ke hadapan Panglima," kata komandan lagi.

"Wahai komandan...apakah aku telah membohongi kalian? Bukankah aku berkata benar? Aku adalah ABDI, dan setiap orang adlah Abdi Allah SWT, termasuk kalian semuanya," kata Abu Nawas.
"Anda benar Tuanku..," jawab komandan.

Komandan dan prajurit yang telah menangkap Abu Nawas merasa malu jadinya.






RAJA NYARIS TERBUNUH


Pada suatu hari, Abu Nawas berjalan-jalan hingga ke kampung Badui di daerah gurun jauh dari kota tempat tinggalnya.
Sesampainya di tempat tersebut, ditemuinya ada beberapa orang yang sedang memasak bubur, susananya ramai sekali.

Tanpa disadarinya, ia ditangkap oleh orang-orang itu dan dibawa ke rumah mereka untuk disembelih.

"Kenapa aku ditangkap?" tanya Abunawas.
"Wahai orang asing, setiap orang yang lewat di sini pasti akan kami tangkap, kami semebelih seperti kambing dan dimasukkan ke belanga bersama adonon tepung itu. Inilah pekerjaan kami dan itulah makanan kami sehari-hari," jawab salah seorang dari mereka sambik menunjuk ke belanga yang airnya mendidih.

Abu Nawas ketakutan juga, namun meski keadaan sedang terjepit, dia masih sempat berpikir jernih.
"Kalian lihat saja, badanku kurus kering, jadi dagingku tak banyak, kalau kalian mau besok aku bawakan temanku yang badannya gemuk sehingga bisa kalian makan untuk lima hari lamanya. Aku janji, maka tolong lepaskan aku," pinta Abu Nawas.

Karena janjinya itu, Abunawas akhirnya dilepaskan.

Leher dipotong.
Di sepanjang jalan Abu Nawas berpikir keras untuk menemukan siasat agar dirinya berhasil membawa teman yang gemuk. Terlintas olehnya Baginda Raja.
"Seharusnya Raja tahu akan berita yang tidak mengenakkan ini, dan alangkah baiknya kalau Baginda Raja mengetahui sendiri," gumannya dalam hati.

Abu Nawas segera saja masuk ke dalam istana untuk menghadap Raja.
Dengan berbagai bujuk rayu, akhrinya Abunawas berhasil mengajak Baginda Raja ke kampung badui tersebut.

Sesampainya di kampung badui tersebut, si pemilik rumah tanpa banyak bicara langsung saja menangkapnya. Abu nawas segera meninggalkan tempat itu dan dalam hati dia berpikir,
"Bila Raja pintar, pasti niscaya dia akan bisa membebaskan diri. Tapi kalau bodoh, akan matilah ia karena akan disembelih orang jahat itu."

Sementara itu, didalam rumah Baginda tidak menyangka akan disembelih.
Dengan takutnya dia berkata,
"Jika membuat bubur, dagingku ini tidaklah banyak karena banyak lemaknya. Tapi jika kalian izinkan, kalian akan aku buatkan peci kemudian dijual yang harganya jauh lebih mahal ketimbang harga buburmu itu."

Akhirnya mereka menyetujuinya.
Baginda telah beberapa hari tidak terlihat di istananya, ia bekerja keras untuk membuat peci untuk orang badui itu. Namun pada akhirnya beberapa ke depan Baginda dibebaskan oleh para pengawalnya.

Hukuman untuk Abunawas.
Setelah Baginda dibebaskan, barulah Abu Nawas dipanggil untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.
Abunawas dianggap telah mempermalukan rajany di muka rakyatnya sendiri.

"Wahai Abu Nawas, engkau ini benar-benar telah mempermalukan aku, perbuatanmu sungguh tidak pantas dan kamu harus dibunuh," ujar Raja Harun geram.
"Ya Tuanku, sebelum hamba dihukum, perkenankan hamba menyampaikan beberapa hal," kata Abu Nawas membela diri.
"Baiklah, tetapi kalau ucapanmu salah, niscaya engkau akan dibunuh hari ini juga," ujar Baginda Raja.

"Wahai Tuanku, alasan hamba menyerahkan kepada si penjual bubur itu adalah ingin menunjukkan kenyataan di dalam masyarakat negeri ini kepada paduka. Karena semua kejadian di dalam negeri ini adalah tanggung jawab baginda kepada Allah SWT kelak. Raja yang adil sebaiknya mengetahui perbuatan rakyatnya," kata Abu Nawas.

Setelah mendengar ucapan Abu Nawas yang demikian, hilanglah rasa amarah baginda Raja. Dalam hati beliau membenarkan ucapan Abunawas tersebut.
"Baiklah, engkau aku ampuni atas semua perbuatanmu dan jangan melakukan perbuatan seperti itu lagi kepadaku," tutur baginda raja.




TERTIPU OBAT AJAIB


Figur Abu Nawas ini memang sangat lihai dalam menyelesaikan masalah. Tidak hanya lucu saja, akan tetapi juga bijaksana sehingga Abu Nawas tidak dapat dianggap enteng. Raja sangat bangga memiliki warga seperti Abu Nawas ini. Namun, pada pihak lain dari diri Abu Nawas juga sangat menjengkelkan raja karena ulahnya yang selalu tidak tahu diri. Oleh karena itulah Baginda Raja tak pernah berhenti memeras otaknya untuk membalas Abu nawas.


Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, setiap bulan Rabi'ul Awal diadakan acara Maulid Nabi. Sambil tersenyum, Baginda Raja berguman dalam hati,
"Awas ya kamu Abu Nawas, kali ini kamu pasti kena."

Acara Maulid Nabi pun tibalah waktunya, dan diselenggarakan di istana. Pada saat itu semua pembesar negeri hadir termasuk putra-putra mahkota dari kerajaan sebelah, termasuk pula Abu Nawas ikutan diundang.

Dengan perintah raja, semua yang hadir di acara Maulid Nabi tersebut dipersilahkan untuk berdiri dan kemudian disirami dengan air mawar yang menebarkan bau harum. Kecuali Abu Nawas, dia disiram dengan air kencing.

Membalas Tipuan Raja.
Setelah disiram dengan air kencing tersebut, jadi sadarlah Abu Nawas kalau dirinya telah dipermalukan di depan para pembesar negeri. Dia bungkam seribu bahasa dan hanya bisa berguman dalam hati,
"Baiklah, hari ini paduka telah memberiku kuah tak sedap, esok hari aku akan membalasnya dengan isinya."


Sejak saat itu Abu Nawas tidak pernah menjejakkan kakinya di istana. Raja pun menjadi kangen dibuatnya karena kelucuannya saat bercerita.
Ketika Raja memanggilnya ke istana, rupanya Abu Nawas tidakbersedia dengan alasan sakit yang membuat tubuhnya lemah lunglai.

Karena khawatir telah terjadi sesuatu dengan diri Abu Nawas, Raja pun ingin menengoknya diiringi dengan beberapa petinggi kerajaan.
Pucuk dicinta ulam tiba, begitu mendengar Raja menuju ke rumahnya, Abu Nawas yang dalam keadaan segar bugar itu pun langsung memasang aksi.

Matanya terpejam, badan tergeletak lemah lunglai. Namun, sebelum dia beraksi demikian, dia telah terlebih dahulu menyuruh istrinya menyiapkan obat ajaib yang berbentuk bulatan kecil. Dna diantara bulatan obat ajaib itu terdapat 2 butir yang dibubuhi tinja di dalamnya.

Tak berapa lama kemudian raja sudah ada di depan pintu rumah Abu Nawas.
"Wahai Abu Nawas, apa yang kamu telan itu?" tanya raja.
"Inilah yang disebut obat ajaib, resepnya hamba peroleh lewat mimpi tadi malam. Jika saya menelan 2 butir niscaya akan sembuh," jawab Abu Nawas yang terlentang dan segera bangun setelah menelan pil yang kedua.

"Kalau begitu, aku juga mau minum obat ajaib itu," kata raja.
"Baiklah Tuanku. Paduka berbaringlah dan pejamkan mata seperti hamba sekarang ini, tidak boleh duduk, apalagi berdiri," kata Abu Nawas.
Mak raja pun menuruti perintah Abu Nawas.

Obat Ajaib.
Begitu mata Raja terpejam, Abu Nawas cepat-cepat memasukkan butiran obat ajaib yang telah dibubuhi tinja itu ke mulut raja. Tiba-tiba saja Baginda Raja bangkit sambil membelalakkan matanya.

"Hai Abu Nawas, Engaku memberiku makan tinja ya," kata raja.
Maka Abu Nawas pun segera bersimpuh sambil memberi hormat kepada rajanya.
"Wahai Khalifah, dulu Baginda memberi hamba kuahnya, sekarang hamba memberi isinya, Jikalau Baginda tidak memberi hamba uang 100 dinar, kejadian itu akan hamba ceritakan kepada khalayak ramai," kata Abunawas.
"Diamlah hai Abunawas, jangan ngomong kepada siapa-siapa, nanti aku akan memberimu uang 100 dinar," kata Raja.

Setelah itu, raja dan semua pengikutnya kembali ke istana. Mereka menyiapkan pundi-pundiyang berisi uang seratus dinar. nah, untuk kesekian kalinya Abu Nawas berhasil memperdayai rajanya, berhasil mengalahkan rajanya.





CARA ABUNAWAS MEMBALAS TIPUAN RAJA


Pada suatu malam yang sangat dingin, Abu Nawas diundang oleh Raja Harun Ar-Rasyid untuk menemaninya mengobrol. Nah pada saat obrolan mereka tentang rasa dingin, tiba-tiba sanga raja bertanya kepada Abu Nawas,
"Wahai Abu Nawas, maukah engkau telanjang bulat di atas atap malam ini?"
"Tergantung imbalannya saja, Paduka," jawab Abu Nawas.
"Baiklah, engkau akan aku beri 500 dirham bila mau melaksanakannya," jelas raja.

Dengan imbalan sebesar itu, Abu Nawas segera saja mencopoti bajunya satu persatu mulai dari pakaian atas hingga pakaian bawah. Setelah seluruh bagian bajunya dilepas, selanjutnya Abu Nawas naik emnuju atas atap dan duduk-duduk di sana.
Rasa dingin sangat menusuk kulit Abu Nawas semalaman, dan baru menjelang subuh Abu Nawas turun ke bawah.

"Wahai Paduka, mana uang yang Paduka janjikan kepadaku?" tanya Abu Nawas.
"Sabar dulu wahai Abu Nawas. Begini ya semalaman apa yang telah engkau lihat?" tanya raja.
"Hamba tidak melihat apa-apa Tuanku. Hanya seberkas cahaya yang nampak dari kejauhan saja," jawab Abu Nawas.
"Kalau begitu, engkau tidak berhak mendapatkan imbalan karena engkau telah dihangati oleh cahaya itu," ujar raja.
"Loh, bagaimana bisa begitu Paduka, hamba semalam hampir mati kedinginan kok," protes Abu Nawas.

Abu Nawas Protes.
Akan tetapi sang raja tidak mau mendengar protes dari Abu Nawas, bahkan sang raja menyuruh Abu Nawas untuk segera pulang ke rumahnya. Dengan perasaan yang masih kedinginan disertai rasa sedih, akhirnya Abu Nawas meninggalkan istana menuju rumahnya.

Dalam perjalanan, Abu Nawas berkata dalam hati,
"Bagaimana mungkin Baginda ini ingkar janji. Baiklah, aku harus mendapatkan hakku yang tadi."

Setelah selang beberapa hari, Abu Nawas menghadap Raja Harun Ar-Rasyid.
Abu Nawas mengundang rajanya untuk jamuan makan-makan di rumahnya. Raja Harun pun menerima undangan tersebut.
Pagi-pagi sekali Abu Nawas sudah muncul di istana dengan tujuan menjemput rajanya bersama dengan rombongan kerajaan.

Di tengah perjalanan, Abu Nawas minta izin kepada rajanya untuk mendahului mereka dengan alasan ada hal yang harus dikerjakan, terutama meyiapkan hal penyambutan meriah kepada rajanya,

Tidak beberapa lama kemudian, Abu Nawas sudah berada di tempat pesta.
"Ayo, cepatlah dirikan kemah," teriak Abu Nawas kepada murid-muridnya.
Abu Nawas rupanya menyuruh murid-muridnya agar keadaan menjadi siap dalam penyambutan nanti. Ada pula yang menyalakan api di bawah poho besar. Kemudian ada periuk-periuk yang telah diisi dengan daging dan digantungkan di dahan-dahan pohon itu.

Raja Harun Ar-Rasyid dan rombongan datang.
Setelah sejenak mengobrol, Abu Nawas mulai bercerita macam-macam agar rajanya emnjadi senang. Karena keasyikan mengobrol itu, Raja Harun terlihat memegangi perut pertanda rasa lapar sudah menjaar di tubuhnya.

"Wahai Abu Nawas, mana makanannya?" tanya Raja.
"Sabar Baginda, apinya lamban sekali panasnya, padahal sejak dari tadi pagi dinyalakan," jawab Abu Nawas.
"Api jenis apa itu kok lamban sekali panasnya. Coba antar aku ke dapur," ujar Raja.

Setelah tiba di dapur, sang Raja merasa sangat heran karena ada api namun tidak ada makanan yang sedang di masak.
"mana makanannya?" tanya Raja.
"Itu baginda, ada di atas dahan pohon," jawab Abu Nawas sambil menunjuk pohon.
"Pantas saja, bagaimana mungkin bisa matang kalau yang dimasak di atas sana sedangkan apinya ada dibawah, terlalu jauh jaraknya," ujar Raja keheranan.
"Sama saja Baginda dengan kasusku beberapa hari yang lalu, bagaimana tubuhku ini dihangatkan oleh cahaya yang berada di kejauhan," Ucap Abu nawas menjelaskan.

Sang Raja Harun Ar-Rasyid langsung saj tertawa mendengar perkataan Abu Nawas tersebut. Ia kemudian memerintahkan salah seorang pengawalnya untuk memberikan hadiah berlipat 2 kali dari yang pernah ia janjikan kepada Abu Nawas.
Selamat ya Abu Nawas, 1000 dirham lalu buat apa tuh.






CARA ABUNAWAS MENANG LOMBA BERBURU



Pada suatu hari yang cerah, Raja Harun Ar-Rasyid dan para pengawalnya meninggalkan istana untuk berburu. Namun, di tengah perjalanan, salah satu pejabat kerajaan yang bernama Abu Jahil menyusul dengan terengah-engah di atas kudanya.

"Baginda...Baginda...hamba mau mengusulkan sesuatu," katanya Abu Jahil mendekati sang Raja.
"Apa usulm itu wahai Abu Jahil?" taya Raja.
"Agar acara berburu ini menarik dan disaksikan banyak penduduk, bagaimana kalau kita sayembarakan saja?" ujar Abu Jahil dengan raut wajah serius.
Baginda Raja terdiam sejenak dan mengangguk-angguk.

"Hamba ingin beradu ketangkasan dengan Abu Nawas, dan nanti pemenangnya akan mendapatkan sepundi uang emas. Tapi, kalau kalah, hukumannya adalah dengan memandikan kuda-kuda istana selama 1 bulan," tutur Abu Jahil meyakinkan Raja.

Terompet Sayembara Ditiup.
Akhirnya sang Raja menyetujui usulan Abu Jahil tersebut. Hitung-hitung sayembara itu akan memberikan hiburan kepadanya.
Maka, dipanggillah Abu Nawas untuk menghadap, dan setelah menghadap Raja Harun, Abu Nawas pun diberi petunjuk panjang lebar.
Pada awalnya, Abu Nawas menolak sayembara tersebut karena ia tahu bahwa semua ini adalah akal bulus dari Abu Jahil yang ingin menyingkirkannya dari istana. Tapi Baginda Raja Harun memaksa dan Abu Nawas tudak bisa menolak.

Abu Nawas berpikir sejenak.
Ia tahu kalau Abu Jahil sekarang diangkat menjadi pejabat istana. Ia pasti mengerahkan semua anak buahnya untuk menyumbang seekor binatang buruannya di hutan nanti. Namun , karena kecerdikannya, Abu Nawas malah tersenyum riang.

Abu Jahil yang melihat perubahan raut muka Abu Nawas menjadi penasaran dbuatnya, batinnya berkata mana mungkin Abu Nawas bisa mengalahkan dirinya kali ini.
Akhirnya, Baginda menggiring mereka ke tengah alun-alun istana. Raja dan seluruh rakyat menunggu, siapa yang bakal menjadi pemenang dalamlomba berburu ini.

Terompet tanda mulai adu ketangkasan pun ditiup. Abu Jahil segera memacu kudanya secepat kilat menuju hutan belantara.
Anehnya, Abu Nawas justru sebaliknya, dia dengan santainya menaiki kudanya sehingga para penonton banyak yang berteriak.

Menjelang sore hari, tampaklah kuda Abu Jahil memasuki pintu gerbang istana. Ia pun mendapat sambutan meriah dan tepuk tangan dari rakyat yang menyaksikannya.

Di sisi kanan dan kiri kuda Abu Jahil tampak puluhan hewan yang mati terpanah. Abu Jahil dengan senyum bangga memperlihatkan semua binatang buruannya di tengah lapanangan.
"Aku, Abu Jahil berhak memenangkan lomba ini. Lihat..binatang buruanku banyak. Mana mungkin Abu Nawas mengalahkanku?" teriaknya lantang yang membuat para penonton semakin ramai bertepuk tangan.

Ribuan Semut.
Tidak berapa lama kemudian, terdengar suara kaki kuda Abu Nawas. Semua orang mentertawakan dan meneriakinya karena Abu Nawas tak membawa satu pun binatang buruan di kudanya.
Tapi, Abu Nawas tidak tampak gusar sama sekali. Ia malah tersenyum dan melambaikan tangan.

Baginda Raja menyuruh kepada 2 orang pengawalnya maju ke tengah lapangan dan menghitung jumlah binatang buruan yang didapatkan 2 peserta tersebut.
Dan kesempatan pertama, para pengawal menghitung jumlah binatang hasil buruan dari Abu Jahil.
"Tiga puluh lima ekor kelinci, ditambah lima ekor rusa dan dua ekor babi hutan," kata salah satu pengawal.

"Kalau begitu akulah pemenangnya karena Abu Nawas tak membawa seekor binatangpun," teriak Abu Jahil dengan sombongnya.
"Tenang...tenang...aku membawa ribuan binatang. Jelaslah aku pemenangnya dan engkau wahai Abu Jahil, silahkan memandikan kuda-kuda istana. Menurut aturan lomba, semua binatang boleh ditangkap, yang penting jumlahnya," kata Abu Nawas sambil membuka bambu kuning yang telah diisi dengan ribuan semut merah.

"Jumlahnya sangat banyak Baginda, mungkin ribuan, kami tak sanggup menghitungnya lagi," kata pengawal kerajaan yang menghitung jumlah semut itu.
Melihat kenyataan itu, Abu Jahil tiba-tiba saja jatuh pingsan.

Baginda Raja tertawa terpingkal-pingkal dan langsung memberi hadiah kepada Abu Nawas.
Kecerdikan dan ketulusan hati pasti bisa mengalahkan kelicikan.





MENDUDUKI SINGASANA RAJA



Kecerdikan akal dan pikiran Abu Nawas sudah tersebar di seluruh penjuru kerajaan yang dipimpin oleh Raja Harun Ar-Rasyid. Bahkan raja sendiri pun mengakui kehebatan Abu Nawas hingga mengajaknya tinggal di istana.

Raja Harun telah memberikan kebebasan kepada Abu Nawas untuk keluar masuk istana tanpa prosedur yang berbelit. Dengan hadirnya Abu Nawas di istana, maka raja dapat setiap saat meminta pertimbangan, pendapat kepada Abunawas dalam setiap keputusannya, sebagai penasehat kerajaan.

Namun, tampaknya kali ini Abu Nawas mulai bosan tinggal di istana, ia tidak terbiasa dengan hidup berfoya-foya. Meskipun semua yang diinginkan selalu tersedia, namun Abu Nawas memilih ingin tinggal di luar istana, ia rindu sekali untuk menggarap sawah dan merawat hewan ternaknya.

Dari sinilah kenudian muncul dalam pikiran Abu Nawas untuk keluar dari istana. Diputarlah otaknya untuk mencari alasan agar ia bisa keluar.

Menduduki Singgasana Raja.
Setelah semalamam dipikirkan, Abu Nawas menemukan cara jitu untuk keluar dari lingkungan istana.
Pada keesokan harinya, ia sengaja bangun pagi-pagi sekali kemudian pergi ke ruang utama istana. Saat itu suasana masih sepi, hanya terdapat beberapa pengawal. Raja Harun sendiri masih terbaring di tempat tidurnya.

Pada saat Abu Nawas itulah Abu Nawas mendekati singgasana raja dan mendudukinya. Tak hanya itu saja, Abu Nawas juga mengangkat kaki dan menyilangkan salah satu kakinya seolah-olah dialah rajanya.

Melihat kejadian itu, beberapa pengawal kerjaaan terpaksa mengangkap Abu Nawas. Mereka menilai bahwa siapapun tidak berhak duduk di singgasana raja kecuali Raja Harun sendiri.
Barang siapa yang menempati tahta raja, termasuk dalam kejahatan yang besar dan hukuman mati yang diberikan.

Para pengawal menangkapAbu Nawas kemudian menyeretnya turun dari tahta dan memukulinya.
Mendengar teriakan Abu Nawas yang kesakitan, raja menjadi terbangun dan menghampirinya.
'Wahai pengawal, apa yang kalian lakukan?" tanya raja.
"Ampun Baginda, Abu Nawas telah lancang duduk di singgasana Paduka, kami terpaksa menyeret dan memukulinya," jawab salah seorang pengawal.

Sesaat setelah itu, Abu Nawas tiba-tiba saja menangis. Tangisannya sengaja ia buat kencang sekali sehingga banyak menyita perhatian penduduk istana lainnya.
"Benarkah yang dikatakan pengawal itu wahai Abu Nawas?" kata Raja Harun.
"Benar Paduka," jawan Abu Nawas.

Tujuan Keluar Istana Tercapai.
Raja sangat terkejut dengan penuturan Abu Nawas itu. jika sesuai peraturan yang ada, Abu Nawas akan dikenai hukuman mati. Namun, Raja Harun tak sampai hati melaksanakannya mengingat begitu banyak jasa yang diberikan Abu Nawas kepada kerajaan.

"Sudahlah, tak usah menangis. Jangan khawatir, aku tidak akan menghukummu. Cepat hapus air matamu," ucap sanga raja.
"Wahai Baginda, bukan pukulan mereka yang membuatku menangis, aku menangis karena kasihan terhadap Paduka," kata Abu Nawas yang membuat raja tercenganng oleh ucapan itu.
'Engkau mengasihaniku?" tanya Raja Harun.
"Mengapa engkau harus menagisiku?" kata raja lagi.

Harga Diri Raja Tercoreng.
Abu Nawas menjawab,
"Wahai raja, aku cuma duduk di tahtamu sekali, tapi mereka telah memukuliku dengan begitu keras. Apalagi paduka, paduka telah menduduki tahta selama dua puluh tahun. Pukulan seperti apa yang akan paduka terima? Aku menangis karena memikirkan nasib paduka yang malang," jawab Abu Nawas.

Jawaban itu membuat raja tak bisa berbuat apa-apa.
Ia tak menyangka Abu Nawas menjual harga dirinya di depan banyak pengawal. Oleh karena itu, Raja Harun hanya menghukum Abu Nawas untuk dikeluarkan dari istana.
"Baiklah jika demikian, mulai detik ini kamu harus keluar dari sitanaku," kata raja sedikit geram.

"Terima kasih paduka, memang itulah yang saya kehendaki," balas Abu Nawas sambil menyalami Raja Harun untuk kemudian pamit keluar dari istana.





TIDAK MAU HADIAH


Suatu ketika Abu Nawas dipanggil oleh Raja Harun Ar Rasyid di istana kerajaan dan terjadilah percakapan di antara keduanya. Rupanya kali ini Abu Nawas sedang memperingatkan rajanya perihal harta dunia yang tidak akan dibawa mati ke kuburan karena Abu Nawas mengetahui bahwa ia dipanggil karena ingin diikat sebagai saudara raja dengan tali ikatan hadiah.

Sesampainya di istana kerajaan, Abu Nawas dengan santainya menegur langsung kepada Raja Harun tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Wahai Amirul Mukminin, bagaimana nanti jika Allah SWT menghadapkan Anda di hadapan-Nya, lalu meminta pertanggungjawaban Anda tentang lalat hitam, burung kenari dan kulit ari," kata Abunawas kepada Raja Harun.

Begitu mendengar penuturan Abunawas yang tiba-tiba itu, menyebabkan Raja Harun Ar Rasyid sedih, sehingga menangis tersedu-sedu. Melihat rajanya bersedih, salah seorang kepala pengawal segera bertindak dengan memarahi Abu Nawas.
"Wahai Abu Nawas, engkau diamlah, engkau telah menyakiti hati sanga Raja!" bentak kepala pengawal kerajaan kepada Abu Nawas.

"Biarkan dia," kata Raja Harun.
"Sebenarnya yang merusak dan menyakiti itu Anda," kata Abu Nawas dengan berani.
"Begini Abu Nawas, saya ingin mengikat tali persaudaraan denganmu dengan pemberian fasilitas dan hadiah-hadiah," kata Raja Harun Ar Rasyid.

"Kembalikan saja semua harta dari tempat semula yang hendak paduka berikan kepada hamba," jawab Abu Nawas.
"Lalu bagiaman dengan kebutuhanmu?" tanya Raja Harun.

"Aku ingin Anda tidak melihatku dan akupun tidak melihat paduka. Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, Aiman bin Nail dari Qudamah bin Abdullah al-Kalaby pernah berkata,
Aku telah melihat Rasululah SAW melempar jumrah Aqabah di atas ontanya yang kemerah-merahan, tanpa ada pukulan dan tidak pula dengan pengusiran," jawab Abu Nawas.

Setelah berkata demikian, Abu Nawas segera meninggalkan istana sambil bernyanyi.
Nyanyian Abu Nawas:
Persiapanmu telah memenuhi bumi sepenuhnya
Hambamu mendekat dan sekarang apa?
Bukankah engkau bakal mati dalam kuburan?
Pewarismu mengelilingi, hartamu tak dapat engkau gunakan lagi.







NYANYIAN ABUNAWAS DIKUBURAN


Pada suatu ketika ada seseorang yang sedang berjalan-jalan, dan setelah sampai di jalan sekitar makam, dirinya melihat Abu Nawas sedang berada di sebuah kuburan. Orang itu kemudian mendekatinya. Di sana ternyata Abu Nawas sedang menggantungkan kakinya di sebuah nisan kuburan.

"Wahai Abu Nawas, apa yang engkau lakukan di sini?" tanya orang itu.
"Aku sedang bercengkerama dengan suatu kaum yang tidak pernah menyakitiku, dan apabila aku telah tiada, mereka tidak menggunjingku," jawab Abu Nawas.

"Harga-harga sandang pangan papan mulai naik, tidakkah engkau mau ikut berdoa kepada Allah SWT, agar harga-harga bisa terkendali?" kata orang itu.
"Demi Allah, aku tidak mau peduli meskipun dibayar satu dinar sekalipun. Sesungguhnya Allah telah meminta kita untuk menyembah-Nya sebagaimana perintah-Nya dan Allah memberikan rezeki kepada kita sebagaimana yang telah dijanjikan."

Abu Nawas kemudian bertepuk tangan dan bernyanyi,
"Wahai penikmat dunia dan perhiasaannya.
Kedua matanya tak pernah tidur dari kelezatannya.
Kau hanya sibuk dengan apa yang tak teraih."

Apa yang hendak dikata ketika berjumpa dengan-Nya?





BUANG AIR BESAR DI TEMPAT TIDUR


Pada suatu waktu, Baginda Raja Harun Ar Rasyid sangat gundah hatinya. Seperti biasa, dirinya ingin sosok Abu Nawas hadir di istana untuk menghibur hati sang raja. Namun, setelah beberapa kali dipanggil, Abu Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya, entah kenapa.

Setelah lama berfikir, akhirnya baginda raja menemukan cara agar Abu Nawas bisa hadir di istana kerajaan. Raja menyuruh tiga orang prajurit untuk pergi ke rumah Abu Nawas agar buang air besar di tempat tidurnya.
"Pengawal, pergilah ke rumah Abu Nawas dan beraklah di tempat tidurnya, dan kalau kalian berhasil maka masing-masing akan aku berikan uang 1000 dirham," titah raja.
"Daulat paduka," jawab ketiga pengawal itu secara bersamaan.

Sementara itu, duduk di sebelahnya ada ki Patih yang mendengar obrolan rajanya dengan ketiga pengawal itu.
Karena berhubung tugas yang diberikan kepada tiga anak buahnya yang agak aneh, ki patih memberanikan diri untuk bertanya kepada Sang Raja.
"Maaf Paduka, bukankah tugas yang diberikan itu tampak aneh dan menghina," tanya patih.
"Patih...memang benar, tapi itulah siasatku agar Abu Nawas segera hadir ke istana," jawab Baginda.
"Apakah gerangan rencana Baginda," tanya patih.
"Nanti kamu akan segera mengetahuinya, dan sekarang kamu ikutilah ketiga anak buahmu itu dan intailah mereka dan sampaikan kepada Abu Nawas, bila dia berhasil menggagalkan tugas pengawalnya, maka Abu Nawas akan aku beri uang 3000 dirham dan sekaligus ia boleh memukul utusanku itu," titah Raja.

Utusan tiba di rumah Abu Nawas.
Dengan perasaan yang masih bingung, patih segera melaksanakan perintah raja, dia segera berkemas dan menuju ke rumah Abu Nawas.
Tidak beberapa lama kemudian, utusan Baginda raja Harun Ar Rasyid sudah tiba di depan pintu rumah Abu Nawas.
"Kami diutus oleh Baginda Raja untuk buang air besar di tempat tidurmu. Karena ini perintah Raja, kamu tidak boleh menolak," kata salah satu utusan itu.
"Saya sama sekali tidak keberatan. Silahkan saja kalau kalian mampu melaksanakan perinah Raja," jawab Abu Nawas dengan santainya.
"Betul?" tanya utusan Raja.
"Iya...silahkan saja," sahut Abu Nawas.

Abu Nawas mengawasi orang-orang itu beranjak ke tempat tidurnya dengan geram.
"Hmm...berak di tempat tidurku...?? Betul-betul kelewatan," guman Abu Nawas dalam hati.
Abu Nawas memutar otaknya, bagaimana caranya agar para utusan itu mengurungkan niatnya. Setelah berfikir beberapa saat, Abu Nawas akhirnya menemukan cara untuk menggagalkan tugas para utusan itu.

Pada saat para utusan itu hendak bersiap-siap buang air besar, mendadak Abu Nawas berkata dari balik jendela kamar.
"Hai para utusan Raja, ada yang lupa saya sampaikan kepada kalian," kata Abu Nawas.
"Apa itu?" tanya salah satu utusan Raja.
"Saya ingatkan supaya kalian jangan melebihi perintah Baginda Raja. Jika kalian melanggar, saya akan pukul kalian dengan sebuah pentungan besar dan setelah itu saya akan laporkan kepada Baginda bahwa kalian melanggar perintahnya," jawab Abu Nawas dengan serius.

Dengan cekatan Abu Nawas segera mengambil sebatang kayu besar yang ada di dapur rumahnya.
Bahkan kini Abu Nawas sudah mengambil pentungan kayu besar itu.
"Hai...apa maksudmu tadi Abu Nawas?" tanya salah satu utusan.
"Ingat...perintah raja hanya buang air besar saja dan tidak boleh lebih dari itu," jawab Abu Nawas.
"Iya..benar," jawab utusan itu.
"Aku ulangi lagi, hanya buang air besar saja tidak boleh lebih, ingat....tidak boleh kencing, tidak boleh buka celana, tidak boleh cebok, hanya buang air besar saja," tegas Abu Nawas dengan seriusnya.
"Mana mungkin...itu tidak mungkin, kami juga harus buka celana dan kencing," jawab salah satu utusan.
"Aku akan pukul kalian sekeras-kerasnya jika kalian melanggar perintah raja," sahut Abu Nawas.

Abu Nawas mendapat Hadiah 3000 dirham.
Para utusan itu saling pandang kebingungan dengan ucapan Abu Nawas itu.
Tiba-tiba ada suara seseorang yang memanggil Abu nawas.
"Abu Nawas...!"
Karena ada suara yang sudah tidak asing lagi didengar, Abu Nawas serta para utusan segera berkumpul untuk menemui asal suara itu. Oh ternyata suara itu adalah suara ki Patih Jakfar yang merupakan orang kepercayaan Baginda Raja Harun Ar Rasyid.

"Aku sudah mendengar perdebatan kalian. Baginda Raja memang memerintahkan para utusan untuk berak di tempat tidurmu. Jika tiga orang ini sanggup, mereka masing-masing akan mendapatkan seribu dirham. Jika mereka gagal maka mereka boleh engkau pukul sesuka hatimu," kata ki Patih Jakfar.
"Oh..begitu...lalu hadiah dari Baginda untukku berapa Tuanku?" tanya Abu Nawas.
"Sekarang juga engkau boleh menghadap Baginda Raja untuk menerima tiga ribu dirham," jawab ki Patih.
"Haaa....," Abu Nawas kaget disertai rasa gembira.
Segera saja Abu Nawas mengambil pentungan, lalu tiga orang utusan yang mau buang air besar tadi dipentungi pantatnya.
"Buk...! Buk...! Buuuk....!"
"Ampun Abu Nawas...!
"Apa kalian mau buang air besar di tempat tidurku...haahhh??"
"Tidaaaak....ampuun..."

Ketiga utusan itu lari terbirit-birit. Ki Patih dan Abu Nawas tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya.
Sesaat setelah itu, ki Patih berkata,
"Abu Nawas...Baginda sangat yakin engkau dapat mengatasi masalah ini. Baginda memang menginginkan kehadiranmu di istana untuk menghibur hatinya yang saat ini sedang gundah gulana."
Abu Nawas menyetujui permintaan Tuanku Jakfar, dan mereka segera berangkat menuju istana setelah semua persiapan dilakukan.javascript:void(0)

Ada-ada saja triknya Abu Nawas ini ya.






BUNUH DIRI DENGAN MINUM MADU


Di balik kecerdasan otaknya, ternyata Abunawas memiliki beberapa keterampilan yang mumpuni. Salah satunya adalah sebagai seorang penjahit, dan bahkan sebelum menjadi orang kepercayaan raja Harun Al Rasyid, ternyata Abu Nawas pernah bekerja sebagai penjahit pada majikan yang bernama Tuan Amir.

Ia bekerja dengan rajin sehinga dengan mudah mendapatkan kepercayaan dari majikannya. Bagi majikan, Abu Nawas merupakan salah satu karyawannya yang teladan. Meski demikian, Tuan AMir mengerti kebiasaan buruk Abu Nawas yang kerap kali meminum atau memakan makanan kepunyaan tuannya.



Pada suatu hari, Tuan Amir datang dengan membawa satu kendi madu. Melihat majikannya datang dengan membawa sebuah kendi, Abu Nawas menghampiri majikannya,
"Untuk apa kendi itu? bolehkah aku meminta isinya?" tanya Abu Nawas.
Karena khawatir madu itu akan diminum Abu Nawas, maka kajikannya terpaksa berbohong,
"Wahai Abu Nawas, kendi ini berisi racun dan aku tidak mau nanti kamu mati karena meminumnya," jawab sang majikan.


Tipuan Abu Nawas.
Abu Nawas yang memang mengerti benar bahwa kendi yang dibawa majikannya itu khusus untuk madu, ia tidak dapat berbuat banyak. Tak lama setelah itu, sang majikan pun pergi keluar. Pada saat itu, Abu Nawas memutar otak untuk bisa meminum madu itu tanpa menyinggung perasaan majikannya. Karenanya, Abu Nawas menjual sepotong pakaian. Hasil penjualannya itu kemudian ia gunakan untuk membeli roti.


Setibanya di tempat kerja, roti itu dimakan dengan menggunakan madu milik sang majikan. Hingga tak terasa madu itu pun habis diminum Abu Nawas. Madu itu terasa sangat nikmat sehingga membuat Abu Nawas merasa sangat kekenyangan.

Abu Nawas kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Namun, tak lama kemudian, majikannya datang dengan membawa sepotong roti. Alangkah terkejutnya Tuan Amir ini ketika mendapati tutup kendinya terbuka dan madu dalam kendi itu sudah habis tak tersisa.

Tak hanya itu, Tuan Amir juga mendapatkan sepotong pakaiannya telah hilang.
"Ini pasti ulah Abu Nawas," gumannya dalam hati.
Tuan Amir pun langsung menghampiri Abu Nawas yang lagi sibuk bekerja menjahit pakaian.
"Hai..Abu Nawas, apa sebenarnya yang telah terjadi, mengapa isi kendi ini habis dan sepotong pakaian teah hilang?" tanya Tuan Amir.
"Maaf Tuan, tadi sewaktu Tuan pergi, ada sekelompok pencuri datang mengambil pakaian majikan," kata Abu Nawas.
"Lantas apa yang kamu lakukan terhadap pencuri itu?" tanya Tuan AMir lagi.


Berpura-pura Takut.
Mendapat pertanyaan yang terus menerus dari majikannya, Abu Nawas semakin berpuar-pura gemetar. Tapi, meski demikian, dia tetap tidak kekurangan akalnya.
"Aku ketakutan dan tidak bisa berbuat apa-apa," kata ABu Nawas.
"Lalu mengapa isi kendiku hilang, apakah juga diminum oleh pencuri itu?" tanya Tuan Amir.
"Tidak Tuan," jawab Abu Nawas dengan polosnya.
"Lantas siapa yang telah meminumnya?" tanya Tuan AMir lagi.
"Sekali lagi mohon maaf Tuan majikan, karena takut akan dimarahi oleh Tuan, maka aku putuskan untuk memilih bunuh diri saja menggunakan racun yang ada dalam kendi itu," jelas Abu Nawas.

Mendengar pengakuan jujur dan keahlian akal Abu Nawas, Tuan Amir yang semula akan marah akhirnya mengurungkan niatnya. Ia sadar jika semua itu juga kesalahannya karena telah berbohong kepada bawahannya.
Huuh...bisa saja nih Abu Nawas dapat madu gratis.






PANAH PEMBAWA REZEKI



Abu Nawas memang cerdik, msekipun tak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan titah sang raja, namun dia selalu berhasil melaksanakan tugasnya. Dan hadiah selalu menanti, sungguh rezeki yang tak disangka.

Suatu ketika Abu Nawas diundang oleh Raja Harun Ar-Rasyid untuk makan bersama. Maka berangkatlah para pengawal kerajaan untuk menjemput Abu Nawas di rumahnya. Tak berapa lama kemudian Abu Nawas telah sampai di istana dengan pakaian sederhana saja.
Abu Nawas langsung diajak berbincang di sebuah pendapa dengan berbagai jamuan makanan lengkap dengan minuman yang segar.

Melihat begitu banyaknya makanan, Abu Nawas pun sangat lahap menyantap makanan yang dihidangkan kepadanya. Sementara itu, raja masih meneruskan perbincangannya dengan Abu Nawas tentang kekuasaannya.


Raja Harun Dihargai 100 dinar.
Raja Harun bercerita kepada Abu Nawas terkait dengan luasnya wilayah yang telah dipimpinnya. Namun Abu Nawas nampak tidak menggubris malah dia sibuk dengan makanan yang tersaji di hadapannya.
Tak Lama kemudian, raja mulai melontarkan berbagai pertanyaan kepada Abu Nawas.

"Hai Abu Nawas, kalau setiap benda ada harganya, berapakah harga diriku ini?" tanya raja.
Abu Nawas yang masih dalam kondisi kekenyangan setelah makan makan, menjawab sekenanya tanpa berpikir panjang.
"Hamba kira, mungkin sekitar 100 dinar saja Paduka," jawab Abu Nawas.
"Terlalu sekali engkau Abu Nawas, harga sabukku saja 100 dinar," bentak raja.

"Tepat sekali Paduka, memang yang saya nilai dari diri Paduka hanya sebatas sabuk itu saja," ujar Abu Nawas.
Karena merasa tak ingin dipermalukan oleh Abu Nawas karena kecerdikannya, kali ini raja tidak mau lagi mengambil resiko dengan beradu pendapat lagi.
Oleh karena itu, Abu Nawas diajak menuju ke tengah-tengah prajuritnya yang merupakan ahli beladiri dan ketangkasan.

"Ayo Abu Nawas, di hadapan para prajuritku, tunjukkanlah kemampuan memanahmu. Panahlah sekali ini saja, kalau panahmu dapat mengenai sasaran, hadiah akan menantimu. Tapi kalau gagal, engkau akan aku penjara," kata raja.

Abu Nawas Mendapat Hadiah.
Abu Nawas pun bergegas mengambil busur dan anak panah. Dengan memantapkan hati, Abu Nawas membidik sasaran dan mulai memanah. Namun panahnya meleset dari sasaran.
"Dari pengamatan saya, ini adalah gaya memanah para makelar tanah," ujar Abu Nawas untuk menutupi kelemahannya.

Sesaat kemudian, Abu Nawas mencabut sebuah anak panah lagi dan membidik sasaran. Lagi-lagi anak panah yang dibidikkan itu melesat terlalu jauh dari sasaran.
"Kalau yang ini Paduka, ini gaya Juragan Buah kalau sedang memanah," sahut Abu Nawas untuk menutupi kelemahannya yang kedua.

Untuk yang ketiga kalinya, Abu Nawas kembali mencabut anak panah dan mulai membidiknya. Namu kali ini kebetulan anak panah yang dibidikkan tersebut mengenai sasaran.
"Nah yang ini Paduka, ini baru gaya Abu Nawas kalau sedang memanah, saya pun menunggu hadiah yang Paduka janjikan," kata Abu Nawas dengan gembira.

Dengan tak bisa menyembunyikan tawanya, Paduka Raja lantas memberikan hadiah kepada Abu Nawas. Dengan kecerdikannya bermain kata-kata yang masuk logika akhirnya Abu Nawas mendapat hadiah, dia pun langsung mohon diri karena tak sabar untuk memberikan hadiah itu kepada istrinya.





MENIPU ABUNAWAS



Krisis ekonomi yang sedang melanda negeri yang dipimpin oleh Raja Harun Ar-Rasyid, membuat seorang Abu Nawas mengalami kesulitan uang. Ia memutuskan untuk menjual keledai kesayangannya, padahal kendaraan itu miliknya satu-satunya.



Tak peduli siapapun orangnya, semua pun bisa terkena imbas dari krisis ekonomi, tak terkecuali Abu Nawas. Bahkan, demi menjaga asap dapur agar tetap bisa mengepul, dirinya harus rela menjual keledai kesayangannya walaupun sebenarnya ia tak tega untuk menjualnya.

Keesokan harinya, Abu Nawas membawa keledainya ke pasar. Namun, dari kejauhan Abu Nawas rupanya sedang diintai oleh sekelompok pencuri yang terdiri dari empat orang.

Mereka pun berencana untuk memperdaya Abu Nawas dengan beberapa strategi yang telah disusun. Ketika Abu Nawas sedang beristirahat di bawah pohon, salah seorang pencuri mendekatinya dan mengatakan kalau ingin membeli kambing yang akan dijualnya. Abu Nawas pun terkejut mendengar perkataan pencuri tersebut. Tapi, dirinya terus melanjutkan perjalanannya karena yakin bahwa yang dibawanya adalah seekor keledai, bukan seekor kambing.


Abu Nawas Tertipu.
Di tengah-tengah perjalanan, Abu Nawas pun kembali dihentikan oleh pencuri kedua dan ketiga. Keduanya pun tak berhasil meyakinkan Abu Nawas. Abu Nawas percaya diri bahwa yang hendak dijualnya adalah seekor keladai, bukan seekor kambing.

Walaupun mulai tampak ragu karena ada tiga orang yang menyebut keledainya dengan seekor kambing, Abu Nawas tetap melanjtukan perjalanan pergi ke pasar.
Sebelum sampai di pasar, Abu Nawas langsung didatangi oleh pencuri keempat. Dengan percaya diri, pencuri tersebut meyakinkan Abu Nawas untuk menjual kambing yang dibawanya.
"Ahaa...bagus sekali kambingmu," kata pencuri keempat percaya diri.
"Kau juga yakin kalau ini adalah kambing," tanya Abu Nawas.

Setelah bernegoisasi, Abu Nawas pun akhirnya menjual keledai yang dibawanya kepada pencuri keempat sebesar tiga dirham. Dengan perasaan bingung, Abu Nawas langsung pulang ke rumah karena mengetahui bahwa keledainya hanya dihargai tiga dirham saja.

Benar saja, sesampainya di rumah, Abu Nawas langsung dimarahi oleh istrinya karena telah menjual seekor keledai dengan harga yang murah, hanya tiga dirham saja. Abu Nawas pun menyadari kalau sudah diperdayai oleh komplotan pencuri yang menggoyahkan akal sehatnya.

Menipu Pencuri.
Akhirnya, terpikir oleh Abu Nawas untuk balik mengerjai komplotan pencuri tersebut. Abu Nawas pergi ke hutan mencari kayu untuk dijadikan sebuah tongkat yang nantinya bisa menghasilkan uang. Rencana Abu Nawas ternyata berjalan dengan lancar.

Tak lama kemudian, banyak orang mulai membicarakan keajaiban tongkat Abu Nawas. Dan berita itu akhirnya terdengar juga oleh komplotan pencuri yang telah menipu Abu Nawas dulu. Bahkan, mereka langsung tertarik karena melihat sendiri kesaktian tongkat tersebut. Cukup dengan mengacungkan tongkatnya saja, Abu Nawas terlihat makan di kedai tanpa membayar uang sepeserpun.

Para pencuri pun berfikir kalau tongkat itu bisa dibeli, maka tentu saja mereka akan cepat kaya. Setelah bernegoisasi yang cukup alot, akhirnya Abu Nawas menjual tongkatnya sebesar seratus dinar uang emas.

Setelah transaksi selesai, Abu Nawas pun segera melesat pulang sambi membawa uang dari hasil penjualan tongkat tersebut. Para pencuri itu segera mencari warung terdekat untuk membuktikan keajaiban tongkat itu. Seusai makan, mereka mengacungkan tongkat itu kepada pemilik kedai, yang tentu saja membuat pemilik kedai marah besar.

Keempat pencuri itu tidak terima, karena sebelumnya, Abu Nawas juga melakukan hal yang sama dengan mengacungkan tongkat saja.
Pemilik kedai pun menjelaskan bahwa sebelum makan di kedai miliknya, Abu Nawas telah menitipkan sejumlah uang kepadanya.
Kali ini Abu Nawas berhasil seratus persen mengelabui keempat pencuri itu.
Makanya sob, jangan suka menipu atau mencuri, nanti akan terkena balasannya loh seperti para pencuri yang ada dalam kisah ini.
Lanjutan ceritanya bisa baca disini


Sumber : http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.co.id/