LUCU BANGET cerita buat bikin ngakak dan SENYUM sendiri


DOA UNTUK MINTA JODOH


Sehebat apapun kecerdasan Abu Nawas, ia tetaplah manusia biasa.
Kala masih bujangan, seperti pemuda lainnya, ia juga ingin segera mendapatkan jodoh lalu menikah dan

memiliki sebuah keluarga.

Pada suatu ketika ia sangat tergila-gila pada seorang wanita.
Wanita itu sungguh cantik, pintar serta termasuk wanita yang ahli ibadah.
Abu Nawas berkeinginan untuk memperistri wanita salihah itu.
Karena cintanya begitu membara, ia pun berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT.

Ya Allah, jika memang gadis itu baik untuk saya, dekatkanlah kepadaku.
Tetapi jika memang menurutmu ia tidak baik buatku, tolong Ya Allah, sekali lagi tolong...pertimbangkan

lagi ya Allah," ucap doanya dengan menyebut nama gadis itu dan terkesan memaksa kehendak Allah.

STRATEGI DOA
Abu Nawas melakukan doa itu setiap selesai shalat lima waktu.
Selama berbulan-bulan ia menunggu tanda-tanda dikabulkan doanya.
Berjalan lebih 3 bulan, Abu Nawas merasa doanya tak dikabulkan Allah.
Ia pun introspeksi diri.

Mungkin Allah tak mengabulkan doaku karena aku kurang pasrah atas pilihan jodohku," katanya dalam hati.

Kemudian Abu Nawas pun bermunajat lagi.
Tapi kali ini ganti strategi, doa itu tidak diembel-embeli spesifik pakai nama si gadis, apalagi berani

"maksa" kepada Allah seperti doa sebelumnya.

Ya Allah berikanlah istri yang terbaik untukku," begitu bunyi doanya.

Berbulan-bulan ia terus memohon kepada Allah, namun Allah tak juga mendekatkan Abu Nawas dengan gadis

pujaannya.
Bahkan Allah juga tidak mempertemukan Abu Nawas dengan wanita yang mau diperistri.
Lama-lama ia mulai khawatir juga.
Takut menjadi bujangan tua yang lapuk dimakan usia.
Ia pun memutar otak lagi bagaimana caranya berdoa dan bisa cepat terkabul.

PAKAI NAMA IBU
Abu Nawas memang cerdas.
Tak kehabisan akal, ia pun merasa perlu sedikit "diplomatis" dengan Allah.
Ia pun mengubah doanya.

"Ya Allah, kini aku tidak minta lagi untuk diriku.
Aku hanya minta wanita sebagai menantu Ibuku yang sudah tua dan sangat aku cintai Ya Allah.
Sekali lagi bukan untukku Ya Tuhan.
Maka, berikanlah ia menantu," begitu doa Abu Nawas.

Dasar Abu Nawas, pakai membawa nama ibunya segala, padahal permintaanya itu tetap saja untuk dirinya.
Allah Maha Tahu, tidak perlu dipolitisir segala.

Tapi barangkali karena keikhlasan dan "keluguan" waliyullah Abu Nawas tersebut, Allah pun menjawab doanya.

Akhirnya Allah menakdirkan wanita cantik dan salihah itu menjadi istri Abu Nawas.
Abu Nawas bersyukur sekali bisa mempersunting gadis pujaannya.
Keluarganya pun berjalan mawaddah warahmah.




SUDAH MENIPU DAPAT HADIAH LAGI DARI RAJA

Abu Nawas dikenal dengan akalnya yang cerdas.
Berkat kecerdasannya itu pula ia kerap lolos dari hukuman Raja, bahkan suatu waktu Abu Nawas pernah

mendapatkan hadiah dari Sang Raja, meskipun Sang Raja itu telah ditipunya.
Berikut ini Kisah Abu Nawas ini.

Pada suatu hari Abu Nawas mengajak Raja Haru Arrasyid pergi ke sebuah desa.
Sang Raja diminta menyamar sebagai rakyat biasa dan tidak boleh membawa pasukan karena ia akan menunjukkan

potret nyata sebagian rakyat di kerajaan itu.

Tibalah keduanya di sebuah desa yang mayoritas penduduknya suka makan daging manusia.
Hingga akhirnya Abu Nawas dan Baginda Raja tertangkap oleh penduduk tersebut.
Mereka akan dibunuh lalu dagingnya akan di masak dan di makan.

Akan tetapi Abu Nawas akhirnya dilepaskan karena memiliki tubuh yang kurus dan kusam, sedangkan Sang Raja

tetap ditahan karena gemuk dan kulitnya bersih.
Namun beruntung bagi Baginda, dalam sebuah kesempatan ia berhasil melepaskan diri dan lolos.
Namun demikian Raja Harun menaruh dendam kepada Abu Nawas dan berjanji akan menghukumnya.

Abu Nawas Pura-Pura Mati
Maka di suruhlah prajurit kerajaan untuk menagkap Abu Nawas di rumahnya.
Beruntung saat di datangi prajurit, Abu Nawas bersembunyi dan prajurit itu pulang ke istana dengan tangan

hampa.

"Apa yang telah engkau lakukan sehingga prajurit kerajaan akan menangkapmu," kata istri Abu Nawas.
Abu Nawas pun akhirnya bercerita panjang lebar sebab adanya perintah penangkapannya itu.
Si istri gelisah, ia tahu bahwa raja akan menghukum suaminya dengan hukuman yang berat.

"Lalu apa yang akan kamu perbuat, tidak mungkin kamu bersembunyi,karena suatu saat prajurit istana akan

datang lagi ke rumah ini untuk menagkapmu," ujar istrinya.
Wajah Abu Nawas sepintas nampak lesu.
Namun beberapa detik kemudian wajahnya mulai tersenyum, sepertinya ia baru saja menemukan ide yang

cemerlang.

"Wahai istriku, aku akan pura-pura mati, menangislah dan berteriaklah kamu agar para tetangga yakin aku

telah mati," kata Abu Nawas.
Si istrinya pun lantas melakukan perintah suaminya.
Ia tiba-tiba menangis dan berteriak sembari menyebut nama suaminya dan para tetengga pun berdatangan,

mereka melihat tubuh tubuh Abu Nawas terbujur kaku di ranjangnya.
Mereka mengira Abu Nawas benar-benar mati.

Maka dengan cepat kabar kematian Abu Nawas tersebut tersebar ke penjuru negeri.
Bahkan Baginda tetap tidak percaya, ia meminta kepada prajurit untuk membawa mayat Abu Nawas ke istana.

Raja Bersumpah
Berangkatlah prajurit istana ke rumah duka dan membawa jasad Abu Nawas ke hadapan Raja.
Tubuh Abu Nawas yang sudah terbungkus kafan terbujur kaku di hadapan Raja.
Melihat pemandangan itu, kemarahan Raja menjadi luluh, Ia ikut sedih mengingat Abu Nawas banyak memberikan

nasihat jitu kepadanya.
Bahkan di saat Sang Raja mendapat sedih, Abu Nawaslah yang sering menghiburnya.
Kesedihannya bertambah begitu mengetahui Abu Nawas mati setelah mendengar kemarahannya.

"Sungguh aku sedih, aku bersumpah, seandainya Allah SWT belum mencabut nyawa Abu Nawas, maka ia akan

kuampuni dan akan kuberi hadiah atas pengabdiannya kepada kerajaan selama ini," tutur Raja di hadapan

mayat Abu Nawas.

Mendengar sumpah atas nama Allah itu, Abu Nawas tiba-tiba bangun dan ia sendiri keluar dari kain kafan itu

dan menagih janji Raja.

"Allah masih belum mentakdirkan aku untuk mati, maka sekarang tepatilah janjimu," kata Abu Nawas.

Tentu saja kejadian itu membuat seisi istana terperangah kaget.
Mereka tidak menyangka kalau Abu Nawas akan berpura-pura mati untuk mengelabuhi Raja.
Begitu pula Raja Harun, Ia tidak bisa lagi mengelak dan harus menepati janjinya karena telah bersumpah

atas nama Allah SWT.





MENYINDIR RAJA DENGAN MENGAKU HAMIL


Sultan Harun Al-Rasyid dikabarkan sedang stress di istana.
Konon penyebabnya sudah 7 bulan Abu Nawas tidak menghadap kepada dirinya, akibatnya suasana istana jadi

sepi tanpa kehadiran Abu Nawas.
Ia menyesal karena melarang Abu Nawas berkunjung ke istana sehingga membuat Abu Nawas benar-benar tidak

muncul di hadapan Raja.

Raja pun akhirnya mencabut sumpahnya dan menyuruh pengawal menemui Abu Nawas untuk mengajaknya ke istana.
"Mungkin ABu Nawas marah kepadaku, pergilah ke rumahnya dan ajaklah Abu Nawas menemuiku," perintahnya.

Abu Nawas Menunggu Dukun

Pengawal Raja pun berkunjung ke rumah Abu Nawas dan di luar dugaan, Abu Nawas menolak tawaran pengawal

Raja itu.
Abu Nawas mengaku tengah hamil dan hendak melahirkan.

"Tolong sampaikan kepada Raja, aku sakit dan hendak bersalin dan aku sedang menunggu dukun beranak untuk

mengeluarkan bayiku ini," kata Abu Nawas sambil mengelus perutnya yang buncit.

Maka kembalilah pengawal Raja itu dan menyampaikan kabar sebenarnya.
"Ajaib benar," kata Baginda Raja dalam hati setelah mendengar laporan pengawalnya.
"Baru kali ini aku mendengar kabar seorang lelaki bisa hamil," katanya heran.

Maka Raja pun akhirnya berkeinginan menengok Abu Nawas.
Ia pergi dengan di iringi sejumlah menteri dan para punggawa ke rumah Abu Nawas.
Begitu melihat Raja datang, Abu Nawas pun berlari-lari menyambut dan menyembah kakinya.

"Ya tuanku, berkenan juga rupanya tuanku datang ke rumah hamba yang hina ini," ucap Abu Nawas.
Raja pun kemudian di persilahkan duduk di tempat yang paling terhormat.
Sementara Abu Nawas duduk bersila di bawahnya.

"Ya Tuanku, apakah yang menyebabkan Tuanku datang ke rumahku ini?" tanya Abu Nawas.
"Aku kemari karena ingin tahu keadaanmu, engkau dikabarkan sakit hendak melahirkan dan sedang menunggu

dukun beranak, benarkah demikian?" jawab Raja.

Abu Nawas tidak menjawab, ia hanya tersenyum.
"Coba jelaskan perkataanmu.Siapa lelaki yang hamil dan siapa dukun beranaknya," tanya Raja lagi.
Maka dengan senang hati berceritalah Abu Nawas.

Menyindir Raja

"Konon....Baginda mengusirku dari istana, tetapi setelah 7 bulan berlalu tanpa alasan yang jelas, sang

Raja memanggil hamba ke istana, ini ibarat hubungan laki-laki dan perempuan yang kemudian hamil tanpa

menikah.
Tentu sja itu melanggar adat dan agama, menggegerkan seluruh negeri," cerita Abu Nawas.

Abu Nawas menjelaskan bahwa sebagai seorang pemimpin, seharusnya Raja tidak mengeluarkan titah yang plin-

plan, tidak boleh mencabut perintahnya lagi.
Jika itu dilakukan, ibarat menjlat air ludah sendiri dan itulah tanda-tanda pengecut.

"Oleh karena itu harus berfikir masak-masak sebelum bertinda, itulah tamsil seorang lelaki yang hendak

bersalin," cerita Abu Nawas menyindir Baginda Raja.
"Lalu bagaimana dengan dukun beranak itu?" tanya Baginda.

"Adapun dukun beranak yang ditunggu, adalah Baginda kemari, dengan kedatangan Baginda kemari, berarti

hamba sudah melahirkan, artinya hilangnya rasa sakit atau takut hamba kepada Baginda," cetus Abu Nawas.

"Bukan begitu Abu Nawas, aku tidak sungguh-sungguh melarangmu ke istana, melainkan hanya bergurau.
Besok datanglah engkau ke istana, aku ingin bicara denganmu," titah Raja.
"Segala titah Baginda, hamba junjung tinggi tuanku," sembah Abu Nawas dengan takzim.
Tetapi Raja hanya menggeleng-gelengkan kepala saja.




USAI MENGHINA RAJA DAPAT HADIAH PULA


Konon di jaman Raja Harun Al-Rasyid sebelum ada yang namanya toilet, yang ada hanya sungai untuk buang

hajat.

Suatu ketika Sang Raja merasa perutnya sedang sakit dan sudah tidak bisa lagi untuk di ajak kompromi.
Seketika itu juga Raja meminta para pengawal untuk mendampinginya ke sungai demi menuntaskan hajatnya.

Kebetulan sungai di situ mengalir ke arah selatan.
Sudah menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat, jika sang Raja sedang buang hajat di sungai, maka rakyat

di larang keras buang hajat di sebelah utaranya Raja, karena dikhawatirkan kotoran tersebut akan mengalir

ke arah selatan dan mengenai badan sang Raja.
Bagi yang melanggar, maka akan mendapatkan hukuman berat dari sang Raja.

Tata Krama

Namun kali ini, peraturan tersebut tidak di indahkan oleh Abu Nawas.
Abu Nawas dengan santainya juga ikut buang hajat di sebelah utara agak jauh dari sang Raja.

Di saat asyik buang hajat, tiba-tiba saja ada suatu benda yang menyenggol pantat Raja.
Tanpa berpikir panjang, benda tersebut langsung di pegang dan di lihat oleh sang Raja.
Dan alangkah kagetnya ternyata benda tersebut adalah kotoran manusia.

Kontan saja hal itu membuat Sang Raja naik pitam, dan seketika itu juga Raja menyuruh para pengawalnya

untuk menelusuri sungai di belahan utara dan menangkap orang yang buang hajat.
Benar saja, di sebelah utara agak jauh dari posisi Sang Raja terlihat sosok Abu Nawas sedang buang hajat

dengan santainya.

Saat itu juga para pengawal langsung menagkap dan membawanya ke hadapan Raja untuk di hukum.
Ketika di hadapan Raja, Abu Nawas memprotes pada Raja kenapa dia ditangkap dan akan di hukum.
Raja pun menjawab bahwa perbuatan Abu Nawas itu telah melecehkan privasinya dan menginjak-injak harga

dirinya sebagai Raja.

"Kamu memang tidak punya tata krama, berani-beraninya kamu buang hajat di sebelah utaraku sehingga

kotoranmu mengenai badanku.
Kini kamu harus menerima hukuman dariku," bentak Sang Raja.

"Ma'af, tunggu sebentar wahai Raja," sela Abu Nawas.
"Ada apa? kali ini tidak ada lagi ampunan bagimu Abu Nawas," sahut Sang Raja geram.
"Tunggu sebentar, tolong beri saya kesempatan untuk menjelaskannya.Saya melakukan itu semua karena saya

sangat menghargai Engkau wahai Raja," kata Abu Nawas.

Diberi Hadiah

Mendengar hal itu, Raja Harun Al Rasyid langsung sedikit tertegun dengan apa yang disampaikan oleh Abu

Nawas.

"Perbuatan seperti itu kamu bilang malah menghormati aku?" tanya Raja keheranan.

"Begini Raja, selama ini jika Raja tengah mengadakan perjalanan dengan rakyat atau bersama pengawal, tidak

ada satu pun dari rakyat atau pengawal yang berani mendahului jalannya Raja.
Begitu juga dengan saya, ketika saya ikut rombongan Raja, posisi ketika berjalan tidak berani mendahului

Raja.
Itu saya lakukan karena saya menjaga tata krama dan sopan santun kepada Raja," bela Abu Nawas.

"Ya bagus, tapi apa hubungannya dengan perbuatanmu sekarang ini?" tanya Raja.

"Begini Raja, saya menghormati engkau tidak setenga-setengah.
Ketika saya buang hajat, saya memilih di sebelah utara Raja dan hal ini saya lakukan karena saya khawatir

jika di sebelah selatan Raja, maka nanti kotoran saya tidak sopan kepada kotoran Raja karena sudah berani

berjalan mendahului kotoran Raja.
Ini semua saya lakukan demi tata krama saya kepada kotoran Raja," jelas Abu Nawas.

Mendengar penjelasan Abu Nawas, Raja pun tersenyum
Dia tidak jadi marah dan menghukum Abu Nawas, tetapi Abu Nawas malah diberi hadiah karena alasannya masuk

akal.




RUMAH KOK DIJADIKAN KANDANG HEWAN SIH

Pada suatu hari ketika akan pergi ke istana, Abu Nawas kedatangan tamu yang tidak dikenalnya.
Namun bagi Abu Nawas hal itu bukan alasan untuk tidak menolong.
Memang setelah namanya tersohor menjadi penasihat yang ulung, banyak tamu asing yang ke rumahnya untuk

meminta saran.

"Cobalah utarakan kesulitanmu padaku, mungkin aku bisa membantu," kata Abu Nawas.
"Tolonglah aku, rumahku teramat sempit dan tidak bahagia," kata orang asing itu.

"Siapa saja yang tinggal di rumah itu?" tanya balik Abu Nawas.
"Seorang istri dan delapan anak-anakku, wahai Abu Nawas," jawab orang asing itu.

Orang asing itu terlihat sangat tertekan dengan kondisi rumahnya.
Wajahnya nampak lesu dan gelisah.
Ironisnya, semangatnya untuk bekerja meredup seiring tekanan itu.

Sementara itu, Abu Nawas memutar otak untuk mengatasi permasalahan orang asing tersebut.
"Pantas saja rumahnya sesak, anaknya saja delapan orang," kata Abu Nawas dalam hati.
"Engkau punya seekor domba?" kata Abu Nawas memecah kesunyian.
"Tidak, tetapi aku mampu membelinya," jawab orang asing itu.
"Kalau begitu belilah seekor dan tempatkan domba itu di dalam rumahmu," jelas Abu Nawas.

Seekor Domba
Orang asing itu tidak membantah, ia langsung membeli seekor domba seperti yang disarankan oleh Abu Nawas.
Beberapa hari kemudian orang itu datang lagi menemui Abu Nawas.

Wahai Abu Nawas, aku telah melaksanakan saranmu, tetapi rumahku bertambah sesak," kata orang asing itu.
"Kalau begitu belilah lagi beberapa ekor unggas dan tempatkan juga mereka di dalam rumahmu," kata Abu

Nawas lagi.

Orang itu juga tidak menolak, ia langsung membeli beberapa ekor unggas yang kemudian dimasukkan ke dalam

rumahnya.
Namun, setiap kali lapor kepada Abu Nawas, ia justru disuruh untuk banyak menumpuk ternak dalam rumahnya.

"Apakah tidak salah saran Abu Nawas, dengan anak-anakku saja rumahku sempit, apalagi ditambah dengan

ternak-ternak itu?" tanya orang itu dalam hati.
Namun karena tidak tahan dengan suasana rumah yang semakin sempit, orang itu datang lagi ke rumah Abu

Nawas.

"Baiklah, kalau sudah merasa tidak tahan, juallah domba itu," kata Abu Nawas.
Orang itu tidak membantah.
Ia langsung menjual domba yang baru dibelinya.
Beberapa harikemudian Abu Nawas pergi ke rumah orang itu dan menayakan perkembangannya.

Menjual Ternak
"Keadaanya sekarang lebih baik karenadomba itu sudah tidak lagi tinggal di sini," kata orang itu

tersenyum.
"Baiklah, kalau begitu sekarang juallah semua ternakmu," kata Abu Nawas.
Orang itu tidak melawan.
Ia langsung menjual semua ternaknya dan beberapa hari kemudian Abu Nawas mengunjungi orang itu kembali.

"Bagaimana keadaan rumah kalian sekarang?" tanya Abu Nawas.
"Kami merasakan rumah kami bertambah luas karena ternak-ternak itu sudah tidak lagi tinggal bersama kami.
Dan kami sekarang merasa lebih berbahagia daripada dulu dan kami mengucapkan terima kasih," kata orang tiu

dengan wajah berseri-seri.

Abu Nawas ikut senang dengan keberhasilan orang itu.
Ia lalu menjelaskan bahwa sebenarnya batas sempit dan luas itu hanyatertancap dalam pikiran seseorang.
Kalau ia selalu bersyukur atas nikmat dari Allah SWt, maka Allah akan mencabut kesempitan dalam hati dan

pikiran hamba-Nya.




TRIK ABUNAWAS MENGELABUI PETUGAS PERBATASAN

Setiap orang di negeri Irak mulai dari anak-anak hingga dewasa mengenal si Abu Nawas.
Seperti kali ini, seisi desa merasa keheranan karena Abu Nawas tampak setiap minggunya melakukan

perjalanan dari desanya ke desa tetangga yang sudah masuk dalam wilayah kerajaan negara lain.

Kali ini, seperti biasanya awal minggu pada suatu bulan, dini hari si Abu Nawas sudah keluar dari rumahnya

yang dapat dikatakan sangat sederhana.
Di samping rumah sederhana tersebut terdapat kandang kuda yang penghuninya kerap kali berganti.

Seperti dini hari itu, Abu Nawas bersiap melakukan perjalanan menuju desa tetangganya sembari menunggang

kuda.
Keesokan harinya biasanya ia akan pulang ke desanya di negeri Irak tersebut sambil membawa banyak barang.

Berdagang.
Karuan saja kebiasaan ini menimbulkan pertanyaan bagi Pak Hamid, tetangganya.
Sehingga sore itu ketika Abu Nawas pulang dari perjalanan tak urung ditanyakanlah perihal perniagaannya

yang membuat warga sekampung bingung.

"Hai Abu Nawas, kemanakah engkau beberapa waktu ini, kalau memang engkau memiliki perniagaan yang baik,

tolonglah kau ajak kami," ungkap Pak Hamid.
"Ada saja Pak, dan kukira tak akan ada yang mau berniaga sepertiku," jawab Abu Nawas.

Bulan berganti bulan, akhirnya Abu Nawas diduga telah melakukan bisnis yang dilarang.
Bulan berikutnya kembali Abu Nawas berniat melakukan perniagaannya dan dia harus melalui pintu perbatasan.
Si Fulan, petugas penjaga pintu perbatasan memeriksa seluruh barang bawaannya.
Namun tidak ada satupun barang yang mencurigakan.
Hanya ada bekal dan beberapa keping uang.

Keesokan harinya kembali si FUlan berjumpa Abu Nawas di perbatasan, kali ini Abu Nawas membawa banyak

barang yang semua lengkap dengan dokumen yang diperlukan.
Si Fulan tidak dapat membuktikan perihal dugaan bisnis terlarang Abu Nawas.
Bahkan karena seringnya perjumpaan tersebut, hubungan keduanya menjadi akrab sampai akhirnya si Fulan

dipindahkan dari tempat kerjanya.

Jual Kuda.
Suatu waktu bertemulah 2 orang yang telah lama tidak jumpa di suatu kesempatan yang tidak terduga.
Si Fulan bukan lagi seorang penjaga pintu perbatasan dan dirinya sudah lama pensiun dari pekerjaan itu.

Abu Nawas pun sekarang sudah dikenal sebagai saudagar dermawan yang berhasil.
Pertemuan itu dilanjutkan dengan jamuan makan oleh Abu Nawas.
Dalam kesempatan tersebut masing-masing bercerita tentang pengalaman yang telah mereka hadapi selama lebih

kurang 20 tahun tak bertemu.

"Usaha apa yang engkau lakukan di masa itu saudaraku, karena aku mengetahui kau tidak membawa cukup uang.
Tetapi ketika pulang tak hanya keperluan makan, tetapi juga barang lainnya kau bawa setelah pulang dari

perniagaan yang tak sampai sehari semalam kau lakukan," tanya si Fulan.

Karena mendengar hal itu, tertawalah Abu Nawas mengingat kebiasaan masa mudanya.
"Sebenarnya sangat mudah saudaraku untuk mencari bukti dan tak perlu harus memeriksa semua barang

bawaanku.
Seperti engkau ketahui bahwa aku senantiasa pergi dengan mengendarai kuda, tetapi ketika pulang aku hanya

berjalan kaki dan di situlah usahaku," jawab Abu Nawas.

Mendengar penjelasan itu mengertilah si Fulan, yakni di masa itu Abu Nawas menjual kuda-kudanya di negeri

tetangga dan pulangnya ia tukarkan dengan barang lainnya.




CARA ABUNAWAS MENGELABUI RAJA

Karena di anggap terlalu mengkritik kepemimpinan Raja Harun, maka Abu Nawas ditangkap karena ia dituduh

telah melakukan sesuatu yang membahayakan kerajaan sehingga harus dihukum.
Namun demikian, Abu Nawas selalu punya alasan untuk meloloskan diri dari hukuman itu.

Ia mengaku kepada pengawal kerajaan bahwa ia memiliki ilmu tinggi dan ia akan terbang.
Kabar Abu Nawas akan terbang akhirnya terdengar oleh Raja Harun.

"Mana mungkin Abu Nawas akan terbang, dia tidak punya sayap, tidak punya alat-alat khusus, apakah ia punya

ilmu khusus?" kata Raja Harun kepada pengawalnya.
"Kami tidak tahu paduka, tetapi Abu Nawas sangat meyakinkan," jawab pengawal.

Hingga dibawalah Abu Nawas menghadap Sang Raja.
"Abu Nawas, betulkah kamu mau terbang?" tanya Raja.
"Ya Tuanku, memang saya mau terbang," jawab Abu Nawas.
"Kapan? dan dimana?" tanya Raja secara beruntun.
"Hari Juma'at yang akan datang ini, dan dari menara Masjid Baitul Rakhim, tak jauh dari rumah saya, jika

raja mengijinkan," jawab Abu Nawas.

Akhirnya Sang Raja mengijinkan dan bahkan ia berjanji akan membebaskan Abu Nawas jika bisa terbang.
Akan tetapi jika Abu Nawas tak bisa membuktikan, maka hukumannya akan ditambah 100 lecutan rotan, daun

kuping dipotong dan hukuman gantung.

Akan Terbang
Pada hari yang sudah dinantikan, Jum'at sesudah sembahyang Jum'at, lapangan sekitar masjid Baitul Rakhman

sudah penuh orang.
Orang biasa, rakyat, penduduk dan penguasa setempat sudah berjubel mengambil tempat masing-masing.
Orang-orang menantikan saat yang paling genting dan mendebarkan.

Abu Nawas dengan langkah yang sangat gagah dan tak ragu, menaiki tangga menara tertinggi dan orang-orang

melihat dengan mata yang tak berkedip, terpaku dan menyatu mengikuti langkah tubuh Abu Nawas.

Ketika Abu Nawas sampai pada puncak tertinggi, dia melihat lurus dan terkadang ke bawah yang penuh orang.
Badan dan kedua belah tangannya merentang lurus seakan-akan benar mau terbang.
Orang-orang yang ada di bawah dengan seksama memperhatikan dan Abu Nawas terus dan berulang-ulang

merentangkan tangannya dan memajukan badannya seakan-akan terbang dan bagaikan berenang perilaku dan

gerak-geriknya.

Sementar orang-orang yang ada di bawah menunggu dengan jantung berdegup dengan kencang.
Akhirnya Abu Nawas menemui mereka dan mereka semua terpana, terpesona, heran dan penuh keraguan apalagi

yang mau dibuat ABu Nawas ini.

"Apa semua kalian lihat tadi bagaimana saya mau terbang itu?" tanya Abu Nawas.
"Ya, kami melihat, kamu menggerakkan kedua belah tanganmu dan badanmu bergerak ke depan, tampaknya memang

bergaya mau terbang," kata orang banyak.
Bebas
"Lalu apakah saya berbohong bahwa saya mau terbang pada hari Jum'at ini dan di menara tertinggi Masjid

Baitul Rakhim ini?" tanya Abu Nawas.
"Ya tidak bohong, kamu betul mau terbang hari ini dan di sini.Tapi kenapa lalu kamu tidak terbang?" kata

mereka.
"Yang saya katakan bahwa saya mau terbang.Lalu saya coba, lalu ternyata yang seperti kalian lihat tadi

itu," kata ABu Nawas.
"Tapi ternyata kamu tidak bisa terbang," kata mereka.

"Itu soal lain, saya tidak mengatakan bahwa saya mau terbang pada hari Jum'at ini dan di sini.Itu yang

saya katakan dan kalian semua tahu hal itu.
Saya katakan bahwa saya mau terbang, hanya itu bukannya terbang," kata ABu Nawas.

Orang-orang saling melihat dan mulut mereka berguman.
Tarikan nafas panjang karena Abu Nawas terlepas dari jeratan hukum.
Orang-orang juga sama membenarkan bahwa Abu Nawas memang tidak berbohong.
Dia melakukan semua yang dia pernah katakan.Tidak berbohong dan menepati janji.




LOLOS DARI HUKUMAN PANCUNG

Waktu itu Abu Nawas sedang bekerja di ladang karena musim kentang akan tiba.
Namun tanpa alasan yang jelas prajurit kerajaan langsung menyeret Abu Nawas sesuai dengan titah Paduka

Raja.
Abu Nawas tiada mampu berkutik dan kini ia mendekam di dalam penjara.

Beberapa hari lagi kentang-kentang itu harus ditanam, sedangkan istrinya tidak cukup kuat untuk

mencangkul.
Tidak ada yang bisa dilakukan di dalam penjara kecuali mencari jalan keluar.
Sudah 2 hari ia meringkuk di dalam penjara, wajahnya terlihat murung.

Karena khawatir dengan keadaan istrinya, maka pada hari ke 3 Abu Nawas memanggil seorang pengawal.
"Bisakah aku minta tolong kepadamu?" kata Abu Nawas.
"Apa itu?" kata pengawal.
Abu nawas pun meminta pensil dan selembar kertas untuk menulis surat kepada istrinya.

"Aku harus menyampaikan sebuah rahasia penting, yang hanya boleh diketahui oleh istriku saja,"katanya.
Pengawal itu berfikir sejenak, lalu pergi meninggalkan Abu Nawas.
Ternyata pengawal itu menghadap Raja untuk melapor.
Mendengar laporan dari pengawal, Baginda Raja berguman,
"Mungkin kali ini aku bisa mengalahkan Abu Nawas," gumannya.

Surat Rahasia Abu Nawas
Abu Nawas menulis surat yang berbunyi,
"Wahai istriku, jangan engkau sekali-kali menggali ladang kita, karena aku menyembunyikan harta karun dan

senjata di situ.Dan tolonglah jangan bercerita kepada siapa pun."

Tentu saja surat itu dibaca oleh Baginda Raja, karena Beliau ingin tahu apa sebenarnya rahasia Abu Nawas.
Setelah membaca surat itu, Baginda Raja merasa puas dan memerintahkan beberapa pekerja istana untuk

menggali ladang Abu Nawas.

Istri Abu Nawas yang berada di rumah menjadi heran.
Lima hari kemudian Abu Nawas menerima surat dari istrinya.
Dalam surat tersebut istrinya mengatakan bahwa ladang mereka telah digali oleh pekerja istana dan istrinya

bingung harus melakukan apa.

Rupanya istri Abu Nawas belum mengerti muslihat suaminya,
"Sekarang engkau bisa menanam kentang di ladang tanpa harus menggali, wahai istriku."

Kali ini Baginda tidak bersedia membaca surat Abu Nawas lagi karena Baginda Raja makin mengakui

keluarbiasaan akal Abu Nawas.
Baginda semakin merasa tertantang untuk mengalahkan Abu Nawas.
Ia pun berfikir sejenak, kemudian beliau segera memerintahkan penjaga penjara untuk membebaskan ABu Nawas.
Baginda Raja tidak ingin ada resiko yang lebih buruk.

Abu Nawas memang girang bukan kepalang, tetapi ia juga merasa gundah gulana karena Abu Nawas yakin bahwa

saat ini Baginda telah merencanakan sesuatu dan Abu Nawas pun segera mencari akal untuk mengantisipasi

rencana Baginda.

Ahli Ramal
Pada hari itu juga Abu Nawas mengumumkan dirinya sebagai ahli nujum atau tukang ramal nasib.
Sejak membuka praktik meramal, Abu Nawas sering mendapat panggilan dari orang-orang terkenal.

Mendengar Abu Nawas mendadak menjadi ahli ramal, maka Baginda tanpa pikir panjang memerintahkan prajurit

untuk menangkapnya, karena dianggap membahayakan.

Abu Nawas lalu digiring menuju tempat kematian.
Tukang penggal kepala pun sudah menunggu dengan pedang yang baru di asah.
Ketika algojo sudah siap megayunkan pedang, tiba-tiba Abu Nawas tertawa sehingga membuat Baginda

menangguhkan pemancungan.

"Hai ABu Nawas, apakah engkau tidak merasa ngeri menghadapi pedang algojo?" tanya Raja.
"Ngeri Tuanku yang mulia, tetapi hamba juga merasa gembira," jawab Abu Nawas.
"Mengapa engkau meras gembira?" tanya Baginda kaget.
"Betul Baginda yang mulia, karena tepat 3 hari setelah kematian hamba maka Baginda akan mangkat menyusul

hamba ke liang lahat.Karena hamba tidak bersalah sedikitpun," jawab Abu Nawas.

Baginda Raja bergetar mendengar kata Abu Nawas dan tentu saja hukuman pancung dibatalkan.
Itulah si Kisah Abu Nawas yang setiap ucapannya mengandung hikamh do'a hingga Sang Raja ngeri juga

mendengar penuturannya.




APAKAH ABU NAWAS ORANG TERKAYA DARI SEMUANYA??

Pada suatu saat di negeri tempat tinggal Abu Nawas, diadakanlah pertemuan antar raja-raja dari negara

tetangga.
Sang Abu Nawas pun ikut pula dalam pertemuan itu karena dia adalah sebagai penasehat Raja.

Dalam pertemuan itu salah satu tema yang dibicarakan adalah mengenai kekayaan.
Tak bisa dibayangkan raja-raja jaman dahulu memang kaya raya.
Para raja saling bercerita mengenai kekayaan yang dimiliki termasuk istana dan yang akan dibangun setelah

pertemuan itu usai.

Ada raja yang memiliki kebun yang luas dengan hiasan permata, danau yang indah gemerlapan, kolam-kolam

yang indah, gedung dan istana dan sebagainya.

Semua orang yang mendengar penuturan raja-raja itu berdecak kagum kecuali Abu Nawas.
Malah Abu Nawas berusaha mengingatkan dan menyadarkan mereka dari melimpahnya harta dunia yang fana ini.

Harta dan Agama.
Sang Abu Nawas berkata kepada mereka,
"Kalau harta aku melihat ke bawah tetapi kalau agama aku melihat ke atas."

"Apa maksudnya itu?" tanya beberapa raja.
"Kalau tentang harta maka lihatlah orang yang lebih miskin niscaya engkau akan bersyukur.
Karena dengan rasa syukur maka kalian akan memperoleh nikmat yang lebih banyak.
Tapi kalau amal, maka lihatlah orang yang lebih bertakwa daripada kalian, niscaya kalian akan bertambah

rajin untuk beribadah kepada Allah SWT," jelas Abu Nawas.

Mendengar penjelasan Abu Nawas tersebut, orang-orang mulai sadar akan apa yang telah mereka miliki dan

mereka banggakan.
Bahkan banyak dari mereka bahwa ucapan Abu Nawas itu adalah benar.

Abu Nawas Lebih kaya dari Tuhan.
Akan tetapi mereka tiba-tiba terkejut dengan pernyataan Abu Nawas.
"Aku itu lebih kaya dari Tuhan." ucap Abu Nawas spontan.

Tentu saja ucapan Abu Nawas itu mendapat tanggapan yang luar biasa.
Kaget.
Tidaklah heran jika seisi ruangan pertemuan heboh dibuatnya.

Ada sebagian yang bilang kalau Abu Nawas berkata bohong, ada yang bilang kalau Abu Nawas berani berkata

demikian memang tiada buktinya.
Sebagian lagi tidak percaya, sebagian lagi punya keyakinan bahwa Abu Nawas mempunyai maksud tertentu di

balik kata-katanya.

Karena Abu Nawas bikin heboh pertemuan, akhirnya Baginda Raja memerintahkan prajuritnya untuk menangkap

Abu Nawas.
Setelah ditangkap, Abu Nawas dihadapkan ke Baginda Raja.

"Benarkah kamu mengatakan bahwa kamu lebih kaya dari Tuhan?" tanya Raja.
"Benar Tuanku yang mulia," jawab Abu Nawas.
"Apa maksudmu kamu lebih kaya dari Tuhan?" tanya Raja Harun.

"Karena kenyataannya hamba memang demikian," jawab Abu Nawas dengan santainya.
"Sanggupkan kamu membuktikan perkataanmu?" tanya Raja.
"Sanggup Tuanku." jawab Abu Nawas.

"Apa sangsinya bila ternyata kamu tidak sanggup membuktikannya?" tanya Raja Harun.
"Hamba akan rela dihukum oleh Tuanku." jawab Abu Nawas.

"Nah sekarang buktikanlah!" perintah Raja.
"Baginda yang mulia, bukankah Tuhan kita itu tidak mempunyai anak dan juga tidak diperanakkan?
Sedangkan hamba ini mempunyai anak dan ibu karena hamba hanyalah makhluk, bukan Sang Khalik." jawab Abu

Nawas.

Mendengar penuturan Abu Nawas tersebut, Raja Harun Al-Rasyid merasa puas, bahkan sang Raja malah

memerintah kepada Abu Nawas agar menyebarluaskan opini tersebut kepada seluruh penduduk.

Lolos lagi si Abu Nawas dari hukuman Raja.
Mari kawan kita petik dan ambil hikmahnya dari nasehat sang Imam Abu Nawas ini.




RAJA MINTA MAHKOTA DARI SURGA

Pada hari itu, tidak seperti biasang Baginda Raja tiba-tib ingin menyamar menjadi rakyat biasa.
Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa diketahui oleh siapa pun, termasuk istri dan

anaknya.

Raja pun akhirnya keluar istana dengan berpakaian ala kadarnya layaknya seorang dari rakyat jelata.
Nah dalam perjalanan tersebut, beliau melihat kerumunan orang yang sedang mendengarkan ceramah.

Setelah Baginda mendekat, benar juga perkiraannya kalau ada seorang ulama sedang menyampaikan petuah

mengenai alam barzah.
Tanpa disadari siapa pun, tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ.

Orang tersebut langsung melontar pertanyaan kepada sang ulama,
"Kami telah menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, akan tetapi kami tiada

mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya.
Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?"

Ulama itu berfikir sejenak kemudian berkata,
"Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan menggunakan panca indra yang lain.
Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur?
Dia kadang kala bermimpi dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan lain sebagainya.
Ia juga merasakan sakit dan takut dan keringat pun bercucuran.
Ia merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur, sedangkan engkaumyang duduk disebelahnya

menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata untuk melihatnya, mungkinkah engkau bisa

melihat apa yang terjadi di alam Barzah?"

Baginda Raja tertegun dengan penjelasan ulama itu.
Ulama itu melanjutkan kuliahnya dengan alam akhirat.
Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda-benda.

Salah satu benda itu adalah Mahkota yang amat luar biasa indahnya dan tak ada yang lebih indah barang-

barang di surga karena barangnya terbuat dari cahaya.
Saking indahnya maka satu mahkota jauh lebih baik dari dunia dan isinya.


Baginda Raja terkesan, dan beliau pulang kembali ke istana karena sudah tidak sabar lagi untuk menguji

kemampuan Abu Nawas.
Abu Nawas pun dipanggil menghadap,
"Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota dari surga

yang katanya tercipta dari cahaya itu.
Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"

"Sanggup Paduka yang mulia," jawab Abu Nawas.
"Tetapi Baginda harus menyanggupi pula salah satu syarat yang akan hamba ajukan," pinta Abu Nawas.
"Sebutkan syarat itu," kata Baginda.

"Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya," kata Abu Nawas.
"Pintu apa?" tanya Baginda.
"Pintu alam akhirat," jawab Abu Nawas.
"Apa itu?" tanya Baginda lagi.

"Kiamat.Wahai Paduka yang mulia.Masing-masing alam mempunyai pintu.
Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu.
Pintu alam Barzah adalah kematian.
Pintu alam akhirat adalah kiamat.
Surga berada di alam akhirat, bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di

surga, maka dunia harus kiamat terlebih dahulu," jelas Abu Nawas.

Mendengar penjelasan Abu Nawas tersebut, Raja terdiam.
Dan di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid tersebut, Abu Nawas bertanya lagi,
"Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" tanya Abu Nawas.

Baginda Raja tidak menjawab.
Beliau terdiam seribu bahasa.
Sejenak kemudian Abu Nawas pun mohon diri karena Abu Nawas sudah tahu jawaban dari Baginda Raja.




RAHASIA PIKIRAN MANUSIA

Baginda Raja Harun al Rasyid terlihat murung.
Semua menterinya tidak ada satu pun yang sanggup menemukan jawaban dari 2 pertanyaan Baginda Raja.

Bahkan para penasehat pun merasa tidak mampu memberikan penjelasan yang memuaskan Baginda, padahal Baginda

sendiri ingin mengetahui jawaban yang sebenarnya.

Mungkin karena sangat penasaran, para penasehat kerajaan menyarankan agar Abu Nawas saja yang memecahkan 2

teka-teki yang membingungkan itu.

Tidak begitu lamapun Abu Nawas dihadapkan ke Raja.
Baginda mengatakan bahwa akhir-akhir ini beliau sulit tidur karena diganggu oleh keingintahuan mengungkap

2 rahasia alam.

Tuanku yang mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduka maksudkan?" tanya Abu Nawas.
"Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari 2 teka-teki yang selama ini menggoda pikiranku." jelas

Baginda.
"Bolehkah hamba mengetahui kedua teka-teki itu, wahai Paduka?" tanya Abu Nawas.

"Yang pertama, dimanakah sebenarnya batas jagad raya ciptaan Tuhan kita?" tanya Baginda.
"Di dalam pikiran, wahai Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas tanpa ragu.


"Tuanku yang mulia, ketidakterbatasan itu ada karena adanya keterbatasan.
Dan keterbatasan itu ditanamkan oleh Tuhan di dalam otak manusia.
Dari itu manusia tidak akan pernah tahu dimana batas jagad raya ini karena sesuatu yang terbatas tentu

tidak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas." jelas Abu Nawas.

Baginda Raja mulai tersenyum karena puas dengan penjelasan Abu Nawas yang masuk akal itu.
Kemudian Baginda melanjutkan teka-teki yang kedua.

"Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak jumlahnya, bintang-bintang di langit ataukah ikan-ikan di

laut?" tanya Baginda.
"Ikan-ikan di laut." jawab Abu Nawas dengan gesit.

"Bagaimana kamu bisa langsung memutuskan begitu, apakah kamu pernah menghitung jumlah mereka?" tanya

Baginda.

"Paduka yang mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari ditangkapi dalam jumlah yang

besar, namun begitu jumlah mereka tetap banyak seolah-olah tidak pernah berkurang saking banyaknya.
Dan bintang-bintang itu tidak pernah jatuh atau hilang meskipun jumlah mereka juga banyak."jelas Abu Nawas

meyakinkan.

Seketika itu juga rasa penasaran yang selama ini menghantui Baginda Raja sirna tak berbekas.
Baginda Raja Haru al Rasyid memberi hadiah kepada Abu Nawas dan istrinya pakaian-pakaian yang indah

menawan.

Mari kita ambil hikmahnya dari Kisah Abu Nawas ini sobat, bahwa pikiran kita yang menjadi sebab terjadinya

ketidak terbatasan, keangkuhan, sombong serta merasa kurang terhadap apa yang telah diberikan Allah SWT

kepada kita.
Syukurilah apa yang telah diberikan Tuhan, maka Insya Allah kita akan diberikan rejeki yang lebih baik dan

lebih banyak.




CARA MEMINDAHKAN ISTANA

Baginda Raja Harun al-Rasyid baru saja membaca sebuah kitab tentang kehebatan Raja Nabi Sulaiman yang

mampu memerintahkan para jin untuk memindahkan singgasana Ratu Bilqis di dekat istananya.
Tiba-tiba saja Baginda merasa tertarik.

Hatinya mulai tergelitik untuk melakukan hal yang sama dengan Raja Sulaiman itu.
Secara tiba-tiba saja baginda ingin agar istananya dipindahkan ke atas gunung agar lebih leluasa melihat

pemandangan alam sekitar.

Baginda pun berfikir sejenak, bukankah hal itu tidak mustahil bisa dilakukan oleh Abu Nawas yang terkenal

amat cerdik di negerinya.
Tanpa membuang waktu, Abu Nawas segera dipanggil ke istana menghadap Baginda Raja Harun al-Rasyid.

Setelah menghadap, Baginda Raja berkata,
"Sanggupkah engkau memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih leluasa melihat negeriku?" tanya

baginda.

Abu Nawas diluar dugaan tidak langsung menjawab pertanyaan itu.
Ia berfikier sejenak hingga keningnya berkerut.
Dalam hatinya ia berfikir kalau ia tidak mungkin menolak permintaan Baginda, kecuali memang ingin dihukum.

Setelah berfikir, Abu Nawas akhirnya terpaksa menyanggupi permintaan Baginda yang merupakan proyek raksasa

itu.
Ada lagi permintaan dari Baginda, bahwa pekerjaan itu harus selesai hanya dalam waktu sebulan.

Abu Nawas pun pulang dengan hati menggerutu.
Setiap malam ia hanya berteman dengan bintang dan rembulan saja.
Hari demi hari dilewati dengan kegundahan dengan proyek yang mustahil itu.

Tiada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari itu.
tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana.
Ya memang Imam Abu Nawas seorang yang cerdik lagi pandai.

Keesokan harinya Abu Nawas menuju ke istana.
Ia menghadap Baginda untukmembahasa pemindahan istana dan dengan senang hati Baginda akan mendengarkan apa

yang diinginkan Abu Nawas.

"Ampun Tuanku, hamba datang kesini hanya untuk mengajukan usul untuk memperlancar pekerjaan hamba nanti,"

kata Abu Nawas.
"Apa usul itu?" tanya Baginda.
"Hamba akan memindahkan istana Paduka yang mulia tepat pada hari raya Idul Qurban yang kebetulan hanya

kurang 20 puluh hari lagi." jawab Abu Nawas.

"Kalau hanya itu usulmu, baiklah." kata Baginda.
"Satu lagi Baginda yang mulia." Abu Nawas menambahkan.
"Apa lagi?" tanya Baginda.
"Hamba mohon Baginda menyembelih 10 ekor sapi yang gemuk untuk dibagikan langsung kepada fakir miskin."

kata Abu Nawas.
"Usulmu aku terima." kata Baginda yang menyetujui usul Abu Nawas.

Abu Nawas pun pulang dengan perasaan riang gembira.
Kini tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, toh nanti bila waktunya tiba ia pasti akan dengan mudah

memindahkan istana Baginda ke atas gunung.
Jangankan hanya ke puncak gunung, ke dasar samudra pun Abu Nawas sanggupi.

Berita itu mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri.
Hampir semua orang berharap cemas, tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin akan kemampuan Abu Nawas,

karena selama ini Abu Nawas belum pernah gagal melaksanakan tugas-tugas aneh yang diberikan kepadanya.
Namun ada juga yang merasa ragu akan keberhasilan Abu Nawas kali ini.

Saat yang dinantikan akhirnya tiba juga.
Rakyat berbondong-bondong menuju lapangan untuk melakukan shalat Idul Qurban.
Dan seusai shalat, 10 sapi sumbangan dari Baginda disembelih lalu dimasak kemudian dibagikan kepada fakir

miskin.

Nah kali ini giliran Abu Nawas yang harus melakukan tugas berat itu.
Abu Nawas pun berjalan menuju istana dan diikuti oleh rakyat.
Sesampainya di depan istana, Abu Nawas bertanya kepada Baginda.

"Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?" tanya Abu Nawas.
"Tidak ada." jawab Baginda Raja singkat.

Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa langkah mendekati istana.
Abu Nawas berdiri mematung seolah-olah ada yang ditunggu.
Akhirnya Baginda Raja tidak sabar juga.

"Abu Nawas, mengapa engkau belum juga mengangkat istanaku?" tanya Baginda.
"Hamba sudah siap sejak tadi Baginda." jwab Abu Nawas.
"Apa maksudmu sudah siap sejak tadi?
Kalau engkau sudah siap, lalu apa yang engkau tunggu?" tanya Baginda dengan heran.

"Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang hadir untuk diletakkan di atas

pundak hamba.
Setelah itu hamba tentu akan memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunug sesuai permintaan

Padukan." jelas Abu Nawas.

Baginda Raja yang mendengar penjelasan Abu Nawas ini merasa terpana.
Dalam hati di berfikir bahwa tiada mungkin seorang manusia pun di muka bumi ini yang menyamai kejayaan

Raja Sulaiman.
Betapa cerdiknya si Abu Nawas ini dengan alasan yang masuk akal.

Masih ingat kan, pada saat Rasulullah SAW yang pada waktu shalat diganggu oleh Jin Ifrit, dan Beliau pun

ingin menangkap Ifrit itu dan merantainya di tiang masjid.
Namu hal itu tidak Beliau lakukan karena teringat akan doanya Raja Sulaiman yang merupakan Raja dari

segala raja yang tidak akan dimiliki oleh seorang pun setelah meninggalnya Nabi Sulaiman.




HAHA MENIPU GAJAH AJAIB ALA ABUNAWAS


"Ada kerumunan apa di sana?" tanya Abu Nawas.

"Pertunjukan keliling yang melinatkan gajah ajaib." jawab kawan Abu Nawas tersebut.

"Apa maksudmu dengan gajah ajaib?" tanya Abu Nawas lagi.

"Gajah yang bisa mengerti bahasa manusia dan yang lebih menkjubkan lagi adalah gajah itu hanya mau tunduk

kepada pemiliknya saja." jawab kawan Abu Nawas.

Abu Nawas makin tertarik.
Ia tidak tahan untuk menyaksikan kecerdikan dan keajaiban binatang raksasa itu.

Kini Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton.

Karena begitu banyak penonton yang menyaksikan pertunjukan itu, sang pemilik gajah dengan bangga

menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang sanggup membuat gajah itu mengangguk-angguk.

Tidak heran bila banyak diantara para penonton yang mencoba untuk maju satu persatu.

Mereka berupaya dengan beragam cara untuk membuat gajah ituk mengangguk-angguk, tetapi usaha mereka sia-

sia.

Gajah itu tetap menggeleng-gelengkan kepala.

Melihat kegigihan gajah itu, Abu Nawas semakin penasaran hingga ia maju untuk mencoba.

Setelah berhadapan dengan binatang berbelalai itu, Abu Nawas bertanya,

"Tahukah engkau siapa aku ini?"

Gajah menggeleng.

"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi .

Namun Gajah itu tetap saja menggeleng-gelengkan kepala.

"Apakah engkau takut kepada tuanmu?" tanya Abu Nawas memancing.

Gajah itu mulai ragu.

"Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu." lanjut Abu Nawas mengancam.

Akhirnya gajah itu terpaksa mengangguk-angguk.

Atas keberhasilan Abu Nawas membuat gajah itu mengangguk-angguk maka ia mendapat hadiah berupa uang yang

banyak.

Bukan main marahnya pemilik gajah itu hingga memukuli binatang yang malang itu.

Pemilik gajah itu malu bukan kepalang.

Pada hari berikutnya, ia ingin menebus kekalahannya.

Kali ini ia melatih gajahnya mengangguk-angguk.

Bahkan ia mengancam akan menghukum berat gajahnya apabila sampai bisa dipancing penonton mengangguk-angguk

terutama oleh ABu Nawas.

Tak peduli apapun pertanyaan yang diajukan.

Saat-saat yang dinantikan telah tiba.

Kini para penonton ingin mencoba, harus sanggup membuat gajah itu menggeleng-gelengkan kepala.

Maka seperti hari sebelumnya, banyak para penonton tidak sanggup memaksa gajah itu menggeleng-gelengkan

kepala.

Setelah tidak ada lagi yang ingin mencobanya, Abu Nawas maju lagi.

Ia ingin mengulang pertanyaan yang sama.

"Tahukah engkau siapa aku ini?" tanya Abu Nawas.

Gajah itu mengangguik.

"Apakah engkau tidak takut kepadaku?"

Gajah itu tetap mengangguk.

"Apakah engkau tidak takut kepada tuanmu?" pancing Abu Nawas.

Gajah itu tetap mengangguk.

Gajah itu mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman tuannya daripada Abu Nawas.


Akhirnya Abu Nawa mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsam.

"Tahukah engkau apa guna balsam ini?" tanya Abu Nawas.

Gajah itu tetap mengangguk.

"Baiklah, bolehkah kogosok selangkangmu dengan balsam?"

Gajah itu mengangguk lagi.

Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu.

Tentu saja gajah itu merasa agak kepanasan dan mulai agak panik.

Kemudian ABu Nawas mengeluarkan bungkusan yang cukup besar.

Bungkusan itu juga berisi balsam.

"Maukah engkau bila balsam ini aku habiskan untuk menggosok selangkangmu?" ancam Abu Nawas.

Gajah itu mulai ketakuta.

Dan rupanya ia lupa ancaman tuannya sehingga terpaksa gajah itu menggeleng-gelengkan kepala sambil mundur

beberapa langkah.

Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya yang licin mampu memenangkan sayembara itu.

Abu Nawas telah meruntuhkan kegigihan gajah yang dianggap cerdik itu.

Pemilik gajah itu marah bukan main dan tidak tahu lagi harus bagaimana mengalahkan Abu Nawas.




DIMANAKAH MAHA PENCIPTA??

Sungguh tidak benar bila dikatakan kalau Baginda Harun Al Rasyid itu bukan seorang ahli pikir.
Hal ini terbukti dari cara beliau berkata, mengajukan pertanyaan dan tahu kapan harus bicara atau diam.
Bahkan baginda itu cermat dalam bertindak.

Meskipun Baginda Harun al Rasyid terkenal cerdik, namun beliau tidak segan-segan bertanya apabila memang

tidak mengerti.
Suatu contoh saja misalnya ketika Baginda Harun menunaikan ibadah haji.Beliau bertanya dalam hati kenapa

orang berputar-putar mengelilingi Ka'bah Baitullah.
Padahal orang yang menunaikan ibadah haji adalah tamu Allah.

Kenapa kalau sebagai tamu Allah tidak dipersilahkan masuk ke dalam Baitullah satu persatu.Pertanyaan ini

belum terpecahkan hingga Baginda kembali ke Baghdad Irak.
Untuk kesekian kalinya, Abu Nawas dipanggil ke istana untuk menghadap Baginda Raja.
Kemudian Baginda bertanya,"Wahai Abu Nawas, apakah arti Ka'bah Baitullah?"
"Ka'bah Rumah Allah, Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas.

"Sebagai apakah orang yang menunaikan ibadah haji itu?" tanya Baginda selanjutnya.
"Sebagai tamu Allah, Tuanku yang mulia," jawab Abu Nawas.

"Kalau mereka sebagai tamu Allah mengapa tidak dipersilahkan masuk saja ke dalam Baitullah?"tanya Baginda

lagi.
"Baitullah hanyalah sebagai lambang," kata Abu Nawas.
"Kalau begitu dimanakah Allah bersemayam?" tanya Baginda ingin tahu.
"Di dalam hati orang mukmin," jawab Abu Nawas.

"Karena tidak ada suatu ruang yang bagaimanapun luasnya mampu menampung Dzat Allah kecuali hati orang

mukmin.Qalbul Mukmin Baitullah (hati orang mukmin adalah rumah Allah),"jawab Abu Nawas menjelaskan.

"Mengapa Baitullah dijadikan kiblat?" tanya Baginda.
"Untuk memudahkan pemahaman orang awam, Paduka yang mulia." kata Abu Nawas.

"Baitullah itu terlihat mata.Dari itu shalat syariat kiblatnya adalah Baitullah, yang waktunya ditentukan

dan dengan bacaan tertentu pula.
Sedangkan shalat tharikat kiblatnya hati, waktunya bisa setiap saat dan bacaannya dzikir kepada Allah,"

Abu Nawas menjelaskan.

Baginda Raja Harun pun puas dengan jawaban Abu Nawas ini.





CARA MENGAJARI KELEDAI MEMBACA

Dengan menggunakan metode pengajaran yang khusus, ternyata Abu Nawas juga bisa menyulap seekor keledai

yang dungu menjadi pintar membaca.
Meski keledai ini tetap memiliki kekurangan dibandingkan dengan manusia.

Ada saja orang yang iri akan kecerdikan Abu Nawas ini, termasuk para pembesar kerajaan yang ingin menjadi

menteri kesayangan Raja.

Pada suatu hari seorang menteri kerajaan yang dipimpin oleh Harun al Rasyid tiba-tiba punya pikiran buruk

kepada Abu Nawas.
Rupanya ia iri jati terhadap perhatian Raja yang begitu berlebihan terhadap Abu Nawas daripada dirinya.

Tanpa ada sebab, menteri itu memberikan seekor keledai kepada Abu Nawas.
"Ajari keledai itu membaca.
Dalam 2 minguu, datanglah kembali kemari dan kita lihat hasilnya," kata menteri itu.

Taruhan
Abu Nawas menerimanya dan kemudian pergi tanpa banyak kata.
Namun dalam hati ia masih was-was juga atas niat menteri itu.
"Apakah ini salah satu tipu dayanya untuk menghancurkan nama baikku?" tanya Abu Nawas dalam hati.

Abu Nawas berusaha cuek saja dan dalam 2 minggu kemudian ia kembali ke istana.
Tanpa banyak bicara, menteri mengajaknya menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid.

"Baginda, akan aku tunjukkan siapa sebenarnya diriku ini," kata menteri itu dengan lantang.
"Hai menteri, ada apa dengan dirimu?" bentak Raja Harun.
"Tenang Baginda, hari ini Baginda akan tahu kecerdasan akal saya sebenarnya mengungguli kecerdasan Abu

Nawas," ucap menteri.

"Apalagi yang akan dibuat oleh menteri ini," kata Abu Nawas dalam hati.
"Baiklah, jika salah satu dari kalian menang, maka ia berhak mendapatkan sekantung dinar ini, tetapi bagi

yang kalah ia akan dihukum 3 bulan di penjara," titah Sang Raja.

Tanpa bisa megelak, Abu Nawas terpaksa menyanggupi permainan aneh itu.
Tiba-tiba menteri itu menunjuk ke sebuah buku besar.
"Coba buktikan jika keledai itu bisa membaca, bukankah engkau cerds dalam segala hal?" kata menteri kepada

Abu Nawas.

Abu Nawas lalu menggiring keledainya ke buku itu dan membuka sampulnya.
Si keledai menatap buku itu dan tak lama kemudian mulai membalik halamannya dengan lidahnya.
Terus menerus dibaliknya setiapa halaman sampai ke halaman terakhir.
Setelah selesai si keledai menatap Abu Nawas.

"Demikianlah, keledaiku bisa membaca," kata Abu Nawas.
Kini giliran si menteri itu menginterogasi.
"Bagaimana caramu mengajari dia membaca?" tanyanya.

Abu Nawas Mendapat Hadiah Dinar
"Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku dan aku sisipkan biji-biji gandum di

dalamnya.
Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa memakan biji-biji gandum itu, sampai ia

terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar." jelas Abu Nawas.

"Tapi bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?" tukas si menteri.
"Memang demikianlah cara keledai membaca, dia hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya.
Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai bukan?" jawab Abu Nawas.

Jawab Abu Nawas ini mendapatkan anggukan dari Baginda Raja.
Raja mengerti, sepintar-pintarnya hewan, tidak akan sanggup menjadi sesempurna manusia.
Hanya manusia bodoh saja yang tidak amu menggunakan akalnya untuk berfikir.
Akhirnya Abu Nawas mendapatkan hadiah sekantung dinar, sedangkan menteri masuk penjara.

Keledai ini cara membaca buku unik.
Dia hanya membuka halaman demi halaman saja, tapi kalau kita yang membaca bisa mengucapkan huruf demi

huruf dan mengerti isinya jika dipahami benar.
Demikian Kisah Abu Nawas yang mengajari seekor keledai untuk bisa membaca.

Ceritanya bersambung, jadi baca disini


Sumber : http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.co.id/