Ada aja akalnya nih, bikin orang sakit perut, dasar Abu



BAGAIMANA CARA MEMILIH JALAN

Kawan-kawan Abu Nawas merencanakan akan mengadakan perjalanan wisata ke hutan.
Akan tetapi dengan tanpa keikutsertaan Abunawas, perjalanan akan terasa memenatkan dan membosankan.
Sehingga mereka beramai-ramai pergi ke rumah ABu Nawas untuk mengajaknya ikut serta.
Abu Nawaspun tidak keberatan, hingga mereka berangkat dengan mengendarai keledai masing-masing sambil bercengkrama.

Tiada terasa mereka telah menempuh hampir separuh perjalanan dan kini mereka tiba di pertigaan jalan yang jauh dari perumahan penduduk.
Mereka berhenti karena mereka ragu-ragu kemana jalan yang akan ditempuh.
Setahu mereka, kedua jalan itu memang menuju ke hutan tetapi hutan yang mereka tuju adalah hutan wisata yang berisi binatang-binatang buas.

Abu Nawas hanya bisa menyarankan untuk tidak meneruskan perjalanan karena bila salah pilih maka mereka semua tak akan pernah bisa kembali.
Bukankah lebih bijaksana bila kita meninggalkan sesuatu yang meragukan?
Tetapi salah seorang dari mereka tiba-tiba berkata,
"Aku mempunyai dua orang sahabat yang tinggal dekat semak-semak sebelah sana.Mereka adalah saudara kemabr, dan tak seorang pun bisa membedakan keduanya karena rupa mereka begitu mirip.
Yang satu selalu berkata jujur, sedangkan yang lainnya selalu berkata bohong.Dan mereka adalah orang-orang aneh karena mereka hanya mau menjawab satu pertanyaan saja."

"Apakah engkau mengenali salah satu dari mereka yang selalu berkata benar?" tanya Abu Nawas.
"Tidak," jawab kawan Abu Nawas singkat.
"Baiklah kalau begitu kita beristirahat sejenak," sambung Abu Nawas.
Abu Nawas makan daging dengan madu bersama sahabat-sahabatnya.

Seusai makan mereka berangkat menuju ke rumah yang dihuni dua orang kembar bersaudara.
Setelah pintu dibuka, maka keluarlah salah seorang dari dua orang kembar bersaudara itu.
"Maaf, aku sangat sibuk hari ini.Engkau hanya boleh mengajukan satu pertanyaan saja, tidak boleh lebih," katanya.

Kemudian Abunawas menghampiri orang itu dan berbisik.Orang itu pun juga menjawab dengan cara berbisik pula kepada Abu Nawas.Abu Nawas mengucapkan terima kasih dan segera mohon diri.
"Hutan yang kita tuju melewati jalan sebelah kanan," kata Abu Nawas kepada sahabatnya.
"Bagaimana engkau tahu bisa memutuskan harus menempuh jalan sebelah kanan? Sedangkan kita tidak tahu apakah orang yang kita tanya itu orang yang selalu berkata benar atau yang selalu berkata bohong?" tanya salah seorang dari mereka.

"Karena orang yang kutanya menunjukkan jalan yang sebelah kiri," kata Abu Nawas.
Karena masih belum mengerti juga, maka Abu Nawas menjelaskan.

Tadi aku bertanya:
"Apakah yang akan dikatakan saudaramu bila aku bertanya jalan mana yang menuju hutan yang indah?"

Bila jalan yang benar itu sebelah kanan dan bila orang itu kebetulan yang selalu berkata benar maka ia akan menjawab,
"Jalan sebelah kiri, karena ia tahu saudara kembarnya akan mengatakan jalan sebelah kiri sebab saudara kembarnya selalu berbohong."

Bila orang itu kebetulan yang selalu berkata bohong, maka ia akan menjawab:
"Jalan sebelah kiri, karena ia tahu saudara kembarnya akan mengatakan jalan sebelah kiri sebab saudara kembarnya selalu berkata benar."




SOSOK ABUNAWAS MENURUT CERITA

Abu Nawas merupakan sosok yang piawai dalam mengatasi berbagai persoalan rumit dengan style yang humor.
Ada yang meyakini bahwa dari kesederhanaannya, ia adalah seorang guru Sufi namun ia tetap dekat dengan rakyat jelata dan bahkan selalu membela rakyat yang lemah.
Memang sih seharusnya postingan "Siapa Abu Nawas" ini menjadi postingan awal Blog ini, namun tak ada salahnya di posting di tengah-tengah.

Siapa sebenarnya Abu Nawas.
Abu Nawas memang pernah hidup di dunia ini, namun entahlah kalau style humor dan cerita kecerdikan yang Beliau lakukan.
Hingga saat ini Kisah Abu Nawas memang tak ada matinya.
Banyak penulis yang menceritakan dongeng baru mengenai Abu Nawas secara Islami.

Yang jelas, kita ambil segala sesuatu yang baik untuk kita jadikan teladan dan yang buruk kita buang jauh-jauh tentang cerita Abu Nawas ini.
Abu Nawas ini adalah orang Persia yang dilahirkan pada tahun 750 Masehi di Ahwaz.
Beliau meninggal dunia pada tahun 819 Masehi di kita Baghdad.
Setelah dewas ia belajar ilmu agama, bahasa Arab dan bergaul dengan orang Badui padang pasir.

Karena pergaulannya itu, ia pandai berbahasa Arab dan adat istiadat serta kegemaran orang Arab.
Ia juga pandai bersyair, berpantun dan menyanyi.
Ia sempat pulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama Ayahandanya dan keduanya menghambakan diri kepada Sultan Harun Al Rasyid, Raja Baghdad pada saat itu.

Bapaknya Abu Nawas, bernama Maulana, bekerja di kerajaan Baghdad sebagai Kadi.
Kadi Maulana panggilan ayahandanya.
Memang kedua tokoh ini tak bisa dipisahkan karena selalu saja menarik untuk disimak kisah-kisah nya yang menghibur hati.

Itulah sekelumit tentang siapa Abunawas sebenarnya.
Tentang cerita, kisah, dongeng yang terbaca disini bukanlah kisah yang sebenarnya, walaupun mungkin ada yang mirip dengan kejadian yang asli dialami oleh Abu Nawas sendiri.
Mari kita ambil hikmahnya saja sob akan lebih baik untuk kita semua daripada mencari kambing hitam.
Maaf untuk semua bilaman ada kesalahan.

Wallohu A'lam...





CARA MENASEHATI HARTAWAN ZALIM

Salah seorang pemuda menjadi kaya karena warisan dari orang tuanya.
Kehidupannya drastis menjadi orang kaya dan hampir semua orang ingin berkawan dengannya.
Berita akan kekayaan si pemuda ini cepat ersebar hingga ke pelosok desa, dan masyarakat kagum akan megahnya rumah yang dia bangun, ya karena memang tampak berbeda dengan rumah lainnya.

Selalu Pesta.
Enatahlah apa yang ada di hati si pemuda ini, hampir setiap hari dia mengadakan pesta di rumahnya.
Karena dibujuk oleh beberapa teman agar menyajikan pesta yang lebih meriah dari hari ke hari, lama kelamaan kekayaannya pun mulai menipis karena untuk pesta meriah yang diadakannya sendiri.

Benar saja, hanya dalam waktu yang singkat, uang yang dimiliki pemuda tersebut telah habis, bahkan dirinya tak mampu lagi memberi gaji kepada pembantunya sendiri.
Efeknya lagi, kawan-kawannya mulai menjauhinya dengan perlahan-lahan pula.

Nasehat Abu Nawas.
Pemuda tersebut benar-benar menjadi miskin dan hidup sebatang kara tanpa seorang pun yang mendampinginya.
Pemuda itu berniat mendatangi Abu Nawas agar kembali mendapatkan berkah.
Pemuda itu mengutarakan maksudnya,
"Uang saya sudah habis dan kawan-kawan saya telah meninggalkanku, apa yang seharusnya aku lakukan," keluh pemuda itu.
"Jangan khawatir, segalanya akan normal kembali, tunggu saja beberapa hari ini, kau akan kembali tenang dan bahagia," tutur Abu Nawas.
"Jadi saya akan segera kembali kaya," kata pemuda itu girang.

"Bukan begitu maksudku, kau salah tafsir, maksudku dalam waktu yang tidak terlalau lama kau akan terbiasa menjadi orang yang miskin dan tidak mempunyai teman," jelas Abu Nawaskepada pemuda tersebut.

Kemudian Abu Nawas menjelaskan bahwa apa yang diterima dan dialami oleh pemuda tersebut adalah akibat dari apa yang dialkukannya sendiri.
Selain itu, dirinya pun tak pernah sekali pun untuk berusaha mengelola harta yang dimilikinya.
Sekelumit cerita, kisah untuk salah seorang teman karibku sejak kecil yang ada di sana.
Istighfar sob...istighfar....harta bukan segalanya..





MENJADI PETUGAS PAJAK

Kisah Abu Nawas kali ini akan menyajikan kisah tentang sosok Abu Nawas yang ditunjuk oleh Raja untuk menjadi petugas pajak.
Abu Nawas pun tak pernah menyangka kalau dirinya akan ditunjuk menjadi penghitung pajak kerajaan.
Hal ini terjadi setelah petugas pajak yang lama tidak becus menghitung hasil pajak kerajaan.

Al Kisah...
Pada suatu waktu, kerajaan mengalami krisis ekonomi yang buruk, karena pendapatan kerajaan yang berasal dari pajak tidak mampu memenuhi target yang telah ditetapkan oleh Raja.
Akibatnya banyak fasilitas umum dan bangunan kerajaan rusak tak ada biaya untuk memperbaikinya.

Kondisi kerajaan yang krisis ini membuat Raja geram, karena bagaimana tidak, kerajaan telah beberapa kali memenangkan peperangna dan memiliki wilayah makin luas akan tetapi krisis malah muncul dari pajak.
Akhirnya diadakanlah pertemuan, dimana semua punggawa kerajaan hadir dengan membawa berbagai kertas laporan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Bahkan ada yang kertas laporannya berserakan di lantai juga.


Petugas Pajak
Raja memulai pembicaraan.
"Bagaimana mungkin kerajaanku ini memiliki infrastruktur yang rusak cukup parah, kenapa hasil pertanian sangat menurun, padahal tanah disini cukup subur untuk bercocok tanam," semprot Sang Raja.

Semua terdiam oleh bentakan Raja tersebut.
Pejabat yang hadir tak mampu menjawab pertanyaan sang raja dan hanya meyerahkan setumpuk laporan kerja.
Karena marah, raja pun akhirnya merobek-robek kertas laporan yang diajukan oleh punggawanya tersebut, malah ada yang disuruh untuk memakan kertas itu.
(red:jangan begitu jadi pimpinan, tidak bijak sob).

Abu Nawas yang juga hadir dalam pertemuan tersebut juga tak mampu berbuat banyak oleh bentakan sang raja.
Namun, sesaat kemudian sang raja memerintahkan Abu Nawas yang telah dipercayanya untuk menggantikan paa petugas pajak untuk menghitung penerimaan pajak kerajaan.
Dalam kondisi tertekan, akhirnya ABu Nawas pun memenuhi perintah Baginda Raja.

Catatan Roti.
Semua punggawa lain terheran-heran dengan ulah Abu Nawas ini, bagaimana tidak, semuanya sangat tertekan, Abu Nawas malah membawa sepotong roti ke hadapan Baginda Raja.
"Apakah dirimu akan menyuapku dengan roti itu, wahai ABu Nawas," bentak Sang Raja.
"Bukan begitu Paduka Raja yang mulia, laporan keuangan yang saya kerjakan semuanya tercatat pada roti ini," jawab Abu Nawas enteng.
"Apakah maksudmu, kau jangan mencoba berpura-pura gila dihadapanku," bentak Baginda Raja dengan kesal.

"Paduka, usiaku sudah cukup lanjut, aku tidak akan kuat makan kertas-kertas laporan yang nantinya Anda sobek dan menyuruhku untuk memakannya.
jadi semua laporan keuangannya aku pindahkan pada roti ini," jawab Abu Nawas.

Sebuah teguran yang sangat halus dari Abu Nawas agar Baginda Raja lebih bijaksana dalam memimpin kerajaan.
Sejak saat itu pula, Baginda Raja tersadar bahwa tindakannya tidak benar dan sangat keterlaluan, karena harus menyuruh memakan kertas laporan dari pejabat-pejabatya.
Bersama dengan para cendekiawan kerajaan lain, akhirnya Raja merumuskan perundang-undangan perpajakan yang lebih memihak kepada rakyat.
(red:Bayangkan saja kalau kita tidak bekerja, pengangguran tap harus dkenai pajak penghasilan, jangan samapailah sob).






KHUTBAH JUMAT

Kisah Abu Nawas kali ini akan menceritakan tentang khutbah shalat Jumat yang bertopik Api Neraka.
Abu Nawas dikenal sebagai mubaligh oleh tetangga dan warga sekitarnya, dan tak jarang ada orang yang berkunjung ke rumahnya hanya sekedar bersilaturrahmi dan meminta petunjuk agar usaha yang dijalankannya berjalan lancar dan diridhai Allah SWT.

Namun satu hal pesan dari Abu Nawas ini, bahwa Abu Nawas tak bisa memberikan janji, hanya saja dirinya mengingatkan agar selalu ingat kepada Allah SWT dengan jalan bersedekah.

Hari Jumat telah tiba, Abu Nawas yang ditunjuk menjadi imam sekaligus khatib untuk memberikan ceramah pun bersiap berangkat ke masjid.
Abu Nawas segera mandi dan berpakaian rapi.
Setelah berpamitan dengan istrinya, Abu Nawas lalu melangkahkan kakinya menuju masjid.

Tak lama kemudian, terdengar suara adzan.
Umat Islam khususnya laki0laki berbondong-bondong menuju masjid dan meninggalkan segala jenis aktifitasnya.
Para warga sangat senang dan antusias sekali karena biasanya ceramah dari Abu Nawas ini sangat sesuai dengan situasi terkini.


Namun belum lama Abu Nawas berkhutbah, dilihatnya banyak para jamaah banyak yang mengantuk, bahkan ada yang tertidur.
Melihat hal itu, Abu Nawas berteriak,
"Api Api Api," ujar Abu Nawas dengan keras.
Kontan saja para jamaah terbangun kaget, menoleh kiri dan kanan mendengar teriakan Abu Nawas itu.
Sebagian malah ada yang hanya saling pandang saja.

"Dimana apinya, dimana," teriak jamaah.

Abu Nawas yang melihat para jamaah terbangun dan panik, lantas Abu Nawas meneruskan khutbahnya tanpa peduli pertanyaan para jamaah mengenai letak apinya.
"Api yang dahsyat di neraka, bagi mereka yang lalai dalam beribadah," kata Abu Nawas dalam khutbahnya.

Setelah menyampaikan khutbahnya, Abu Nawas segera menutup bagian kedua khutbah dengan berdoa.
Sesaat kemudian, Abu Nawas kemudian memimpin shalat Jumat dengan khusyuk diikuti oleh para jamaah.
Para Jamaah tersadar dan masih ingat akan Api Neraka yang diucapkan oleh Abu Nawas tadi.





MENILAI SYAIR

Baginda Raja Harun Al Rasyid mempunyai dua orang putra dari permaisurinya.
Putra pertama bernama Al Amin dan putra kedua bernama Al Makmun.
Al Amin ternyata sangat bodoh dan pemalas, sedangkan Al Makmun terkenal rajin dan pintar dalam ilmu dan sastra.


Raja sangat menyukai Al Makmun karena kecerdasannya tersebut, dan tentu saja ini membuat sang permaisuri tidak suka lantaran sang raja dianggap pilih kasih.
Padahla kduanya kan sama putranya.
"Suamiku, kenapa Anda tidak begitu menyayangi Al Amin," tanya permaisuri Zubaidah.
"Karena ia tidak bisa membuat syair dan tidak kenal sastra," jawab baginda raja.
"Suamiku, sebenarnya kalau mau, Al AMin akan menguasai ilmu sastra daripada saudaranya.
Sebenarnya ia lebih cerdas, ia hanya malas saja," kata permaisuri.
"Kalau begitu biar besok aku panggil Abu Nawas untuk menguji syairnya," tambahnya.


Syair Yang Buruk.
Pagi buta Abu Nawas sudah muncul di istana memenuhi panggilan sang permaisuri.
"Abu Nawas, coba kamu dengarkan karya syair putaku ini," kata sang permaisuri dengan bangga.

Al Amin lalu membacakan beberapa bait syair sebagai berikut,
"Kami adalah keturuna Bani Abbas, kami duduk di atas kursi."

Abu Nawas hampir tidak kuat menahan tawanya mendengar syair tersebut.
"Bagaimana," tanya Al Amin kepada Abu Nawas.
"Syair macam apa itu," jawab Abu Nawas.

Al Amin marah sekali mendengar cemooh Abu Nawas tersebut.
Ia lalu menyuruh seorang pasukan istana untuk menangkap dan memasukkan Abu Nawas ke dalam penjara.
Selama beberapa hari Abu Nawas tidak pernah muncul di istana, sehingga Raja Harun Al Rasyidmerasa rindu.
Belakangan, raja mendengar kabar bahwa Abu Nawas dimasukkan penjara oleh Al Amin.
Ia kemudian mengajak putranya itu ke penjara untuk menjenguk Abu Nawas.

"Kenapa kamu memenjarakannya," tanya Baginda kepada Al Amin sambil menceritakan apa yang terjadi.
"Yang sangat menyakitkan ia telah bernai mencemooh syair karyaku, ayahanda," kata Al Amin.
"Tentu saja karena memang karya syairmu jelek.
Dia itu kan memang seorang penyair hebat, jadi bisa menilai mana karya syair yang bagus danyang tidak bagus," kata sang Raja menasehati.
"Baik, kalau begitu beri lagi aku kesempatan untuk memperbaiki karya syairku," kata Al Amin sambil beranjak pergi.

Memilih Penjara.
Untuk kedua kalinya, Al Amin pergi untuk mengasah syairnya.
Esoknya, pagi-pagi sekali baginda raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas dan beberapa penyair sudah berada di istana.
Rupanya pertemuan itu sudah diatur oleh permaisuri Zubaidah.

Ia ingin mereka mendengarkan karya syair putranya yang baru saja pulang mendalami ilmu sastra.
Al Amin pun mulai membaca karya syairnya,
"Hai binatang yang duduk bersimpuh, rasanya tidak ada yang setolol kamu, kamu seperti hidangan yang diolesi minyak sapi kental, seperti warna seekor kuda belang."

Begitu selesai mendengar syair tersebut, Abu Nawas langsung bangkit dan hendak berlalu dari tempatnya.
"Kemana kamu, Abu Nawas?" ytanya raja Harun Al Rasyid.
"Aku lebih suka balik ke penjara saja daripada mendengar syair macam ini.
Toh sebentar lagi putramu ini pasti akan menyuruh polisi untuk membawaku ke sana," jawab Abu Nawas.

Raja pun tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban Abu Nawas itu.
Sementara sang permaisuri Zubaidah hanya bisa duduk bengong.

Hikmah yang bisa diambil dari kisah Abu Nawas yang satu inia dalah:
Setiap orang tua tidak boleh pilih kasih kepada anak-anaknya.
Orang yang berilmu tinggi sudah seharusnya memberi pelajaran kepada orang yang bodoh, dan bukannya malah mencemooh.
Setiap masalah bisa diselesaikan dengan cara bijak dan kekeluargaan, jangan asal ambil cara hukum yang didahulukan.





JUMLAH BINTANG DILANGIT VERSI ABUNAWAS

Abu Nawas memang dikenal memiliki otak yang cerdas.
Karena kederdasan yang ia miliki ini, ia dinobatkan sebagai orang terbijak di desa tempat ia tinggal.
Salah satu bukti kedersan yang ia miliki adalah mampu menghitung jumlah bintang yang ada di langit.

Pada suatu hari, ada tiga orang bijak yang pergi berkeliling negeri untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mendesak. Tak jelas apa yang menuntun ketiga orang bijak tersebut hingaa sampailah mereka pada suatu hari di desa Abu Nawas tinggal.

Tanpa basa-basi lagi, dengan alasan waktu yang sangat mendesak, ketiga orang tersebut meminta beberapa warga untuk mengajukan diri agar mau menjawab pertanyaan yang dilemparkan oleh ketiga orang bijak tersebut. Semua pun menggelengkan kepala tanda tak mampu menjawab.

Tanya Jawab
Namun tak lama kemudian, orang-orang desa pun menyodorkan Abu Nawas sebagai wakil orang-orang bijak untuk mewakili desa mereka. Abu Nawas dipaksa berhadapan dengan tiga orang bijak itu dan di sekeliling mereka berkumpullah orang-orang desa yang menonton percakapan itu seputar tanya jawab.

Orang bijak pertama bertanya kepada Abu Nawas,
"Dimanakah sebenarnya pusat buni?"
"Tepat di bawah telapak kaki saya, Saudara," jawab Abu Nawas.
"Bagaimana bisa Saudara buktikan hal itu?" tanya orang bijak pertama tadi.
"Kalau tidak percaya, ukur saja sendiri," jawab Abu Nawas enteng.

Orang bijak yang pertama tadi diam tak bisa menjawab.
Melihat orang bijak pertama tadi kalah oleh Abu Nawas, tiba giliran orang bijak kedua yang mengajukan pertanyaan.
"Berapa banyak jumlah bintang yang ada di langit?" tanyanya.

"Bintang-bintang yang ada di langit itu jumlahnya sama dengan rambut yang tumbuh di keledai saya ini," jawab Abu Nawas

"Bagaimana bisa Saudara buktikan tentang hal itu," tanya orang bijak kedua.
"Nah, kalau tidak percaya, hitung saja rambut yang ada di keledai ini, dan nanti Saudara akan tahu kebenarannya," jawab Abu Nawas dengan enteng tanpa dosa.
"Kalau itu sih bicara ngawur, bagaimana orang bisa menghitung bulu keledai?" tanya orang bijak kedua lagi.

"Nah...kalau saya ngawur, kenapa Saudara juga mengajukan pertanyaan itu, bagaimana orang bisa menghitung bintang di langit?" sanggah Abu Nawas.
Mendengar jawaban itu, si orang bijak kedua pun tidak bisa melanjutkan pertanyaannya lagi.

Orang Terbijak
Mengetahui kedua temannya tak berdaya atas setiap jawaban yang diberikan oleh Abu Nawas, maka orang bijak yang ketiga pun mengajukan pertanyaan.
Diantara ketiga orang bijak itu, orang ketiga inilah yang katanya paling bijak.
Dirinya benar-benar terusik oleh setiap jawaban cerdik yang diberikan oleh Abu Nawas.

"Tampaknya Saudara tahu banyak mengenai keledai, tapi coba Saudara katakan kepada saya berapa jumlah bulu yang ada di ekor keledai itu," tanya orang bijak ketiga itu dengan ketusnya.
"Saya tahu jumlahnya, jumlah bulu yang ada pada ekor keledai saya ini sama dengan jumlah rambut yang ada di janggut Saudara," jawab Abu Nawas dengan ketus pula.

"Bagaimana Saudara bisa buktikan hal itu?" tanya orang bijak ketiga lagi.
"Oh... kalau yang itu sih mudah, begini, Saudara mencabut selembar bulu dari ekor keledai saya, dan kemudian saya mencabut sehelai rambut dari janggut Saudara. Nah...kalau sama, maka apa yang saya katakan itu benar, tetapi kalau tidak, saya yang keliru," jawab Abu Nawas dengan penuh semangat.

Tentu saja orang bijak yang ketiga itu tidak mau menerima cara menghitung yang seperti itu.
Akhirnya orang bijak tersebut kembali ke negeri asalnya, dan sementara itu orang-orang desa yang meyaksikan semakin yakin bahwa Abu Nawas adalah orang terbijak diantara keempat orang tersebut.

Selesai.




MALU KEPADA PENCURI

Abu Nawas diketahui oleh semua orang memang memiliki kebun yang luas, akan tetapi dirinya selalu berusaha tampil sederhana, hal itu ditunjukkan dengan rumahnya yang hanya beralaskan ubin sederhana dan tak tampak barang-barang mewah semacam guci keramik ataupun benda berharga lainnya.

Tapi entahlah, apa yang membuat seseorang berusaha masuk ke dalam dengan maksud mendapatkan benda-benda berharga. Dengan langkah perlahan, si pencuri masuk ke rumah Abu Nawas melalui pintu belakang secara diam-diam.

Abu Nawas Bersembunyi
Ya ampun....si pencuri berhasil masuk ke dalam rumah Abunawas dan langsung menuju ruang tengahnya.
Dengan sigap, pencuri yang beraksi sendirian tersebut lantas memandangi satu persatu barang berharga yang ada di ruangan. Pencuri tersebut langsung mengaduk-aduk isi rumah Abu Nawas.


Seperti kebanyakan para pencuri lainnya, si pencuri juga mencari uang atau pun barang berharga yang dimiliki oleh Abu Nawas. Dia membuka lemari, laci-laci, mencari di kolong-kolong, dan di tempat lainnya. Tapi ia tidak menemukan satu pun barang berharga yang dimiliki oleh Abu Nawas.

Semua bagian ruangan di rumah Abu Nawas pun diperhatikannya dengan baik-baik. Setiap sudut ruangan pun tak luput dari pandangannya demi mendapatkan barang berharga milik Abu Nawas.
Tapi tampaknya gerak-gerik si pencuri ini diketahui oleh Abu Nawas.
Hanya saja, mengetahui rumahnya didatangi pencuri, Abu Nawas bukannya berteriak minta tolong, dirinya malah bersembunyi di sebuah kotak besar yang berada di sudut ruangan dengan harapan si pencuri tidak mengetahui keberadaannya.

Tangan Hampa
Si pencuri ini sangat leluasa mencari barang berharga di rumah Abu Nawas, namun hampir selama 1 jam si pencuri tidak menemukan satu barang pun yang berharga.
Pencuri hampir saja menyerah dan memutuskan untuk keluar dari rumah Abu Nawas tersebut, tapi tiba-tiba matanya tertuju pada kotak besar yang teletak di sudut ruangan kamar Abu Nawas.

Si pencuri sangat senang karena dia yakin kalau dalam kotak itulah disimpan harta benada yang dia cari. Dalam angan-angannya, di dalam kotak besar tersebut tersimpan beberapa batang emas ataupun beberapa butir mutiara yang jika dijual akan menghasilkan banyak uang yang dapat digunakannya untuk berfoya-foya.

Walaupun kotak besar itu terkunci kuat dari dalam, tapi dengan kekuatan penuh, pencuri itu berhasil membuka kotak tersebut.
Hiyaa...pencuri dan Abu Nawas saling bertatapan muka dan kaget satu sama lain, dan pencuri sekaligus kecewa karena di dalam kotak besar itu juga tidak terdapat apa-apa kecuali Abu Nawas yang meringkuk di dalmnya.

"Hei...apa yang kau lakukan di dalam situ?" tanya si pencuri.
"Aku bersembunyi darimu," jawab Abu Nawas dengan malu.
"Memangnya kenapa?" tanya pencuri lagi.
"Aku malu kepadamu, karena aku tak punya apapun yang dapat kuberikan kepadamu. Itulah alasan kenapa aku bersembunyi di dalam kotak ini," jawab Abu Nawas lagi.

Setelah mendapat jawaban tersebut, si pencuri pun pergi meninggalkan rumah Abu Nawas begitu saja  dengan tangan hampa, dengan perasaan kecewa dan heran, kenapa si Abu Nawas yang memiliki kebun luas kok bisanya tidak memiliki satupun barang berharga yang dimiliki.
Itulah Abu Nawas, dia tampil dengan sangat sederhana dalam kehidupannya namun dia selalu bersyukur kepada Allah SWT karena dia yakin kalau yang orang yang lebih fakir dari dia masih banyak.





MENEPATI NAZAR

Dahulu di Negeri Persia hiduplah seorang lelaki bernama Abdul Hamid AL Kharizmi.
Lelaki ini adalah seorang saudagar kaya raya di daerahnya. Namun sayang, ia belum juga dikarunia seorang anak meskipun usia pernikannya sudah mencapai lima tahun.

Pada suatu hari, setelah shalat Ashar di masjid, ia bernazar,
"Ya Allah...jika Engkau mengaruniaku seorang anak, amak akan kusembelih seekor kambing yang memiliki tanduk sebesar jengkal manusia."

Tanpa diduga, setelah ia pulang dari masjid, istrinya yang bernama Zazariah berteriak sambil memeluknya ketika Abdul Hamid sampai di depan pintu rumah,
"Wahai suamiku...Ternyata Allah sduah mengabulkan doa kita selama ini, aku hamil," ungkap istrinya.
Saat itu Abdul Hamid tampak bingung.


Minta Bantuan Abu Nawas.
Pasangan suami istri itu sangat bahagia. Abdul Hamid sangat menyayangi dan meperhatikan istrinya saat ia hamil. Setelah sembilan bulan lamanya, akhirnya istrinya melahirkan seorang anak laki-laki yang lucu yang diberi nama Abdul Hafiz.

Beberapa minggu setelah kelahiran anaknya, ia teringat akan nazar yang telah diucapkan di masjid dahulu, yaitu menyembelih kambing yang memiliki tanduk sebesar jengkal manusia. Namun setelah dicari ke seluruh pelosok, kambing yang dia maksud belum ketemu juga.

Dia merenung, dan tiba-tiba saja ia teringat akan teman lamanya yang bernama Abu Nawas, seorang sahabat yang sangat cerdik. Ia menyuruh anak buahnya untuk mencari tahu keberadaan Abu Nawas.
Setelah beberapa hari mencari, anak buah Abdul Hamid menemukan juga rumah Abu nawas karena Abu Nawas ini orang yang sangat terkenal di jamannya.

Sesampainya di rumah Abu Nawas, anak buah Abdul Hamid menceritakan kejadian yang dialami oleh majikannya.
"Baiklah, aku akan pergi ke sana, tapi tunggu, aku akan berpamitan dulu dengan istriku," kata Abu Nawas kepada anak buah Abdul Hamid.
Abu Nawas pun berangkat bersama anak buanya Abdul Hamid,meskipun dia belum menemukan akal untuk memecahkan masalah yang dialami oleh sahabatnya.

Sesampainya di Persia, Abu Nawas disambut oleh Abdul Hamid dan istrinya. Setelah menceritakan maslah yang menimpanya, Abu Nawas berkata,
"Berilah aku waktu semalam saja untuk berfikir. Besok pagi akan aku beri jawabannya."
Setelah itu Abu Nawas dipersilahkan untuk beristirahat di kamrnya.

Semalam suntuk dia tak bisa tidur, untuk mencari akal mengenai jawaban yang akan diberikan kepada sahabatnya besok pagi. Setelah bebrapa jam memeras otak, akhirnya dia tidur juga malam itu, yang menandakan bahwa jawaban telah dia temukan.


Jengkalnya Bayi.
Keesokan paginya, Abu Nawas menyuruh anak buah Abdul Hamid untuk menyiapkan seekor kambing di kebun belakang rumah pada tengah hari. Abu Nawas bilang akan memberikan sebuah kejutan untuk sahabatnya, Abdul Hamid.


Saat matahari sudah berada tepat di atas kepala, Abu Nawas mengajak Abdul Hamid peri ke kebun rumahnya.
"Aku sudah menemukan kambing yang kau cari,"kata Abu Nawas.

Wajah Abdul Hamid kaget dan bingung tak mengerti, karena kambing yang diperoleh Abu Nawas ternyata hanya kambing yang biasa saja, ia mulai mengira bahwa tanduk dari kambing itu belum sejengkal manusia. hatinya pun mulai ciut.

"Baiklah sahabatku, sekarang engkau dapat menepati nazarmu untuk menyembelih kambing yang mempunyai tanduk sebesar jengkal manusia,"kata Abu Nawas.
"Tapi bukankah tanduk kambing itu sama saja dengan tanduk kambing yang lainnya, tidak sebesar jengkal manusia," ujar Abdul Hamid ragu.

Lalu Abu Nawas menyuruh Abdul Hamid membawa anaknyake sana. Setelah Abdul Hamid menyerahkan anaknya, Abu Nawas lalu mngukur jengkal bayi itu dengan tanduk kambing, lalu memperlihatkannya kepada Abdul Hamid.

"Nah...sekarang kamu sudah bisa membayar nazarmu kepada Allah bukan?" kata Abu Nawas.
Abdul Hamid pun tersenyum puas dengan jawaban yang diberikan oleh Abu Nawas.
Nazar pun akhirnya bisa dipenuhi, betapa senangnya Abdul Hamid dan istrinya bisa memenuhi nazar mereka.

NB (kosakata postingan ini):
Jengkal adalah ukuran panjang.
Satu jengkal sama dengan sak kilan (dalam bahasa Jawa).
Jengkal adalah panjang antara ujung jari ibu dengan ujung jari telunjuk.
Sejengkal adalah satu kali panjang antara ujung jari ibu dengan ujung jari telunjuk.





NASEHAT ABUNAWAS KEPADA RAJANYA

Suatu saat Raja Harun Ar-Rasyid menunaikan ibadah haji.
Ketika sampai di pusat kota Kuffah, tiba-tiba terlihat olehnya Abu Nawas sedang menaiki sebatang kayu berlarian ke sana kemari dan diikuti anak-anak dengan riangnya.
Wajah sang Raja mendadak menjadi sumringah dibuatnya. Matanya berbinar-binar karena begitu merindukan sosok Abu Nawas. Memang Abu Nawas sejak beberapa bulan terakhir meninggalkan kerajaannya sebagai bentuk protes atas ketidakadilan dan kesombongannya.

Sejak kepergian Abu Nawas itulah raja seperti mengalami kesepian. Tidak ada lagi orang yang diajaknya berdiskusi maupun hanya sekedar bercanda. Karena itu Raja sangat gembira begitu melihat sosok Abu Nawas.

Dirindukan Raja.
Karena sangat penasaran, Raja Harun Ar-Rasyid kemudian bertanya kepada para pengawalnya.
"Siapa dia?" tanya Raja.
"Dia si Abu Nawas yang gila itu," jawab salah seorang pengawalnya.
"Coba panggil dia kemari, tanpa ada yang tahu, dan sekali lagi aku peringatkan kamu jangan berkata yang buruk lagi tentang dia, perintah Raja Harun.
"Baiklah wahai Rajaku," jawab pengawal.

Tidak berapa lama kemudian para pengawal berhasil membawa Abu Nawas ke hadapan Raja. Abu Nawas diperkenankan duduk di hadapan Raja.
"Salam bagimu wahai Abu Nawas," sapa Raja Harun Ar-Rasyid.
"Salam kembali wahai Amirul Mukminin," jawab Abu Nawas.
"Kami merindukanmu wahai Abu Nawas," kata Raja Harun Ar Rasyid.
"Ya, tetapi aku tidak merindukan Anda semuanya," jawab Abu Nawas dengan ketus.

Beberapa pengawal kerajaan spontan saja akan mencabut pedang dari sarungnya untuk memberikan pelajaran kepada Abu Nawas yang tak mampu menjaga perkataannya di hadapan raja, sang pemimpin. Akan tetapi niat tersebut dicegah sendiri oleh Raja Harun Ar-Rasyid.
"Wahai Abu Nawas, aku merindukan kecerdasanmu, maka berilah aku nasihat," pinta Raja.
"Dengan apa aku menasehatimu, inilah istana dan kuburan mereka," kata Abu Nawas.
"Tambahkan lagi, engkau telah memberikan nasihat yang bagus," ujar raja mulai bersemangat.
"Wahai Amirul Mukminin, barang siapa yang dikarunia Allah SWT dengan harta dan ketampanan, lalu ia dapat menjaga kehormatannya dan ketampanannya, serta memberikan bantuan dengan hartanya, maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang yang shaleh," kata Abu Nawas.

Pemimpin Adil dan Bijaksana
Raja Harun Ar-Rasyid begitu senang mendapatkan nasihat itu. Ia kemudian mengira Abu Nawas menginginkan sesuatu darinya.
"Aku telah menyuruh para pengawalku untuk membayar hutangmu," kata Raja.
"Tidak Amirul Mukminin, kembalikan harta itu kepada yang berhak menerimanya. Bayarlah hutang diri Anda sendiri," kata Abu Nawas.

Namun Raja Harun tak menyerah begitu saja. Ia kemudian mempersiapkan hadiah khusus pada Abu Nawas.
"Aku telah mempersiapkan sebuah hadiah untukmu,"katanya.
"Wahai Amirul Mukminin, apakah Paduka berfikir bahwa Allah hanya memberikan karunia kepada Anda dan melupakanku," jawab Abu Nawas yang segera pergi dari hadapan raja.

Perlakuan itu membuat sang Raja merenung sambil mengevaluasi dirinya sendiri.
Raja Harun sadar kalau selama ini dirinya kurang adil dan berlaku sombong dengan jabatannya sehingga mudah meremehkan orang lain. Usai mendapat nasihat dari Abu Nawas, Raja Harun berubah menjadi raja yang adil dan bijaksana kepada rakyatnya.

[Abu Nawas memberikan nasihat berupa sedikit sindiran, namun sang raja tidak tersinggug, atau marah atau bahkan memenjarakan Abu Nawas. Raja malah merenung dan terus merenungi apa gerangan kesalahan yang telah dia buat selama memimpin kerajaan.
Salut untuk Raja Harun Ar-Rasyid yang telah menerima kritikan dari rakyat kecil.]







ABUNAWAS TIDAK PERNAH DUSTA

Pada suatu waktu, ketika Raja Harun Ar Rasyid sedang menunaikan ibadah haji, tiba-tiba saja dia teringat akan Abu Nawas pada saat memasuki kota Kuffah.
Untuk memenuhi rasa kangennya, Baginda raja menyuruh para pengawalnya untuk mencari Abu Nawas sekaligus menghadapkan ke hadapannya.
Raja berpesan, nanti kalau sudah bertemu, tolong Abu Nawas diberi pakaian berwarna hitam dan celanan panjang yang nantinya diletakkan di atas kepala Abu Nawas.

Para pengawal bergegas melaksanakan perintah itu meskipun mereka berfikir bahwa ini adalah suatu permintaan yang aneh sekali.
Setelah mencari ke segala penjuru kota, akhirnya Abu Nawas bisa ditemukan juga. Tak berapa lama kemudian Abu Nawas datang juga dengan pakaian hitam dan celanan panjang yang ditaruh di atas kepalanya.

Setelah ada di hadapan raja, Abu Nawas berkata,
"Wahai Baginda, Amirul Mukminin, aku memohon kepada Allah SWT semoga Allah memberikan rezeki dan melapangkan anugerahNya kepada Tuanku," kata Abu Nawas.
"Ya, terima kasih, Amiin..." jawab Raja Harun Ar Rasyid.

Setelah kejadian itu, Raja Harun Ar Rasyid pergi meninggalkan kota Kuffah dan melanjutkan perjalanan. Banyak penduduk Kuffah yang terheran-heran dengan tingkah laku Abu Nawas itu. Dia malah mendoakan sang raja sambil menaruh celanan panjang di atas kepalanya.

"Wahai Abu Nawas, begitukah caranya engkau mendoakan Amirul Mukminin," tanya beberapa warga yang melihat kejadian itu.
"Diamlah wahai semua, Celakalah semua, tidak ada yang lebih disukai oleh Amirul Mukminin kecuali harta dan uang," jawab Abu Nawas dengan santainya.
Abu Nawas segera berlalu dari tempat itu.

Karena ada yang iri atau entah mencari muka di hadapan raja, maka ada salah seorang yang melaporkan kejadian itu tentang ucapan Abu Nawas yang mengatakan bahwa rajanya menyukai harta dan uang.
Betapa terkejutnya si pelapor ini dengan jawaban yang diucapkan oleh raja mereka.
"Demi Allah, ia tidak berdusta, Abu Nawas berkata benar,"
Si pelapor menjadi malu karena kejadian ini.




AIR SUSU YANG PEMALU

Kecerdasan Abu Nawas benar-benar menghibur Raja Harun Ar Rasyid.
Suatu saat sang raja terlihat murka melihat pekerjaan pengawal kerajaan yang selalu tidak beres. Setelah diselidiki, ternyata para pengawal itu suka mabuk-mabukan.
"Wahai pengawalku semua, sudah sering aku peringatkan agar engkau jangan mabuk-mabukan,"ujar Raja Harun.

Para pengawal kerajaan terlihat begitu gemetar. Mereka tak berani menatap mata rajanya. Kepala mereka tertunduk sebagai pengakuan rasa bersalah.
"Ceritakan kepadaku, dari mana kalian mendapatkan arak-arak itu," tanya raja.

Raja Harun Murka.
Untuk beberapa saat, para pengawal tak mau mengaku juga. Namun, ketika Raja Harun membentak, akhirnya mereka mengaku juga.
"Abunawaslah yang membawa arak-arak itu ke istana, kami juga diajari mabuk-mabukan olehnya," ujar salah seorang pengawal.
"Jika demikian, cepat bawa Abunawas ke hadapanku, kalau tidak, kalian semua harus menerima hukuman dariku," ujar raja Harun.

Keesokan harinya berangkatlah beberapa pengawal kerajaan ke rumah Abu Nawas. Sesampainya di rumah sederhana Abunawas, mereka kemudian memberitahukan maksudnya.
"Bawalah botol ini ke hadapan raja dan katakan semua ini atas perintahku," uar salah satu peimpin pengawal itu.
"Tunggu dulu, dengan minuman arak ini, aku pasti akan dihukum oleh saja," kata Abunawas.
"Benar, tapi jika engkau berhasil lolos dari hukuman raja, aku akan memberimu sejumlah dinar," ucap pengawal itu.

"Lalu apa keuntunganmu dengan memberiku sejumlah dinar?" tanya Abunawas.
"Jika engkau lolos dari hukuman raja, maka kami semua juga akan lolos. Gunakanlah kecerdasanmu untuk mengelabuhi raja," jawab pengawal itu.
Akhirnya Abu Nawas bersedia menerima tugas itu. Dengan memegang sebotol arak berwarna merah, ia menemui Raja Harun.
"Wahai Abunawas, apa yang engkau pegang itu?" tanya raja Harun.

Susu yang Merah Merona.
Dengan gugup Abunawas menjawab,
"Ini susu Baginda, rasanya enak sekali," jawab Abunawas sekenanya.
"Bagaimana mungkin air susu berwarna merah, biasanya susu kan berwarna putih bersih," kata raja Harun keheranan sambil mengambil botol yang dipegang Abunawas.
"Betul Baginda, semula air susu ini berwarna putih bersih, saat melihat Baginda yang gagah rupawan, ia tersipu-sipu malu, dan menjadi merah merona," jawab Abu Nawas yang mencoba mengambil hari raja Harun dengan menyebutnya seorang rupawan.

Mendengar jawaban Abunawas, Baginda pun tertawa dan meninggalkannya sambil geleng-gelng kepala. Raja Harun sebenarnya tahu bahwa yang di dalam botol itu adalah arak, namun karena penyampaian Abu Nawas yang membanggakan hati, ia tidak memberikan hukuman kepada Abu Nawas.
"Baiklah, untuk kalian semua aku maafkan, akan tetapi jiika kalian ulangi lagi, maka hukumanya akan berlipat ganda," titah sanga Raja.

Akhirnya Raja Harun Ar Rasyid juga memberikan ampunan kepada para pengawal.
Abu Nawas juga mendapatkan hadiah sejumlah beberapa dinar dari para pengawal, karena telah berhasil melaksanakan misinya.
Nah, demikian sedikit hiburan cerita Abu Nawas.




CARA MENGHITUNG KEMATIAN TAHANAN

Suatu hari, di negeri Seribu Satu Malam, Baghdad, digelarlah acara hajatan besar. Sang Raja Harun Ar-Rasyid pun berniat merayakan pesta ulang tahun kerajaan bersama-sama dengan seluruh rakyatnya. Pada hari yang telah ditunggu tiba, rakyat Baghdad dikumpulkan di depan pendapa istana.

Raja Harun sang penguasa berdiri dan berkata,
"Wahai rakyatku yang tercinta, hari ini kita mengadakan pesta ulang tahun kerajaan. Aku akan memberi hadiah kepada para fakir miskin, aku juga akan memberikan pengampunan kepada para tahanan di penjara dengan mengurangi hukuman menjadi setengah dari sisa hukumannya," seru baginda kepada rakyatnya.

Memberi Keringanan Hukuman pada Tahanan.
Mendengar ucapan sang raja, tentu saja rakyat Baghdad bersuka ria. Mereka segera berpesta bersama dan menyantap aneka makanan yang telah disediakan. Tak berapa lama kemudian, para pengawal istana membagi-bagikan hadiah kepada fakir miskin.

Setelah dipastikan seluruh rakyatnya yang fakir miskin mendapatkan hadiah, raja pun memanggil para tahanan
Tahanan pertama yang mendapatkan kesempatan adalah bernama Sofyan (maaf bila ada kesamaan nama).
"Sofyan, berapa tahun hukumanmu?" tanya baginda.
"Dua tahun Baginda," jawab Sofyan.
"Sudah berapa tahun yang kamu jalani?" tanya baginda lagi.
"Satu tahun Baginda," jawab Sofyan.
"Kalau begitu, sisa hukumanmu yang satu tahun aku kurangi menjadi setengah tahun sehingga hukumanmu tinggal 6 bulan saja," tegas baginda.

Selanjutnya, dipanggillah Ali.
"Berapa tahun hukumanmu Ali?" tanya baginda.
Dengan nada yang sedih, Ali menjawab,
"Mohon ampun Baginda, hamba dihukum seumur hidup," jawab Ali.

Mendengar jawaban Ali tersebut, Baginda menjadi bingung harus menjawab apa untuk mengurangi hukuman Ali.
Di tengah kebingungannya, Raja yang terkenal bijaksana ini teringat dengan Abu Nawas. Akhirnya, dipanggillah Abu Nawas.
Tak berapa lama kemudian, Abu Nawas yang turut serta dalam pesta ulang tahun kerajaan menghampiri sang Raja yang sedang kebingungan itu.

"Abu Nawas, aku ada masalah mengenai hadiah pengampunan bagi Ali. Dia dihukum seumur hidup sedangkan aku berjanji akan memberikan pengampunan setengah dari sisa hukumannya. Padahal aku tidak tahu sampai umur berapa Ali akan hidup. Sekarang aku minta nasehatmu, bagaimana caranya memberi pengampunan kepada Ali dari sisa hukumannya," jelas Raja.

Mendengar penuturan rajanya, Abunawas pun ikut bingung. Dia berpikir, apa bisa mengurangi umur seseorang, padahal dia sendiri tidak tahu sampai kapan umurnya.
"Hamba minta waktu Baginda," ujar Abunawas.

Abu Nawas Mendapat Sekantung Keping Emas.
Mendengar permintaan Abu Nawas, Raja pun akhirnya memberikan kesempatan kepada Abu Nawas untuk berpikir. Raja hanya memberi waktu sehari semalam saja, tidak boleh lebih. Jadi, besok pagi Abu Nawas harus memberikan jawabannya.

Sesampainya di rumah, Abu Nawas pun berpikir keras untuk menemukan pemecahan masalah tersebut. Dia tidak bisa tidur karena selalu kepikiran akan hal itu. Namun, selang beberapa waktu, tampaklah senyuman di bibir Abu Nawas, pertanda solusi telah ditemukan.
Abu Nawas pun malam itu segera masuk ke kamar untuk tidur dengan nyenyak.

Pada pagi-pagi sekali, Abu Nawas telah bangun.
Setelah mandi dan sarapan, dia pun pergi menghadap raja setelah berpamitan dengan istrinya.

"Hamba sudah mendapatkan cara untuk memecahkan masalah si Ali, Baginda.
Begini Baginda, sebaiknya si Ali ini berada di luar penjara dan bisa bebas selama satu hari, lalu pada esoknya, dia dimasukkan lagi ke dalam penjara selama satu hari pula. Lusa juga demikian, sehari bebas, sehari dipenjara, begitu berlangsungterus selama umur si Ali itu," jelas Abu Nawas.

Baginda Raja tersenyum.
"Engkau memang pandai Abu Nawas. Kalau begitu, kamu juga akan aku beri hadiah, yaitu sekantung keping emas," ujar sang Raja.
Setelah itu, Abu Nawas pulang dengan wajah yang ceria.




BAGAIMANA BELAJAR DARI BUAH ARBEI

Abu Nawas dikenal memiliki pemikiran cerdas dan hampir bisa dipastikan dirinya memiliki solusi atas sebuah masalah yang tengah dihadapi. Selain itu, Abu Nawas juga dikenal sebagai saudagar buah-buahan yang dipanen dari kebun miliknya sendiri yang lumayan luas.
Bahkan saking luasnya kebun yang dimiliki Abu Nawas, sejauh mata memandang yang terlihat adalah bak permadani hijau yang tumbuh subur.

Pada suatu hari, Abu Nawas melakukan pengawasan, melihat-lihat kebunnya tersebut.
Dirinya berjalan kaki menyisiri kebunnya melewati tiap petak kebun yang ditanami berbagai macam sayur mayur dan buah-buahan segar.
Abu Nawas sangat bangga dan bahagia melihat tanamannya yang tumbuh subur dan menghasilkan banyak buah yang berkualitas.
Ucapan puja dan puji syukur terus menerus terucap dari bibir Abu Nawas kepada Tuhan.

Inspeksi Kebun Buah.
Pada siang hari yang cukup terik itu, perjalanan Abu Nawas yang sedang mengawasi lahan kebun miliknya mendadak berhenti pada sebuah petak dimana tumbuh subur pepohonan arbei.
Abu Nawas memandangi dengan detail tiap bagian pohon arbei miliknya tersebut. Dirinya memperhatikan rantingnya, daunnya hingga buahnya yang nampak segar bergelantungan.

Karena terik matahari begitu panas tepat di atas kepala dan dirinya merasa lelah, Abu Nawas kemudian berhenti dan beristirahat di bawah pohon arbei yang lebat. Bekal makanan yang sudah disiapkan oleh istrinya segera dibuka dan disantapnya. Kali ini makanan yang dia bawa tidak pedas-pedas amat, sangat enak gumannya dalam hati. Dengan ditemani semilir angin yang sepoi-sepoi, Abu Nawas puas menikmati makanan dari istrinya tersebut.

Setelah kenyang, dirinya menyandarkan diri pada batang pohon arbei sambil melihat ke atas, dilihatnya buah arbei yang ranum. Sesaat itu pula dirinya memandangi buah labu yang ada di petak seberang, betapa besar buahnya serta ranum.
Bukan Abu Nawas kalau dirinya hanya memandang saja. Ya..seperti biasa, Abunawas mulai merenungi buah-buahan yang tumbuh segar dari kebun miliknya.

TIba-tiba saja terlintas sebuah pemikiran di benak Abu Nawas.
"Aku itu heran, apa sebabnya ya pohon arbei yang sebesar ini namun buahnya hanya kecil saja. Padahal, pohon labu yang merambat dan mudah patah saja bisa menghasilkan buah yang besar-besar," ujar Abu Nawas dalam hati.


Kejatuhan Buah Arbei.
Tak lama berselang, angin kecil pun bertiup menghampiri Abu Nawas yang sedang beristirahat seolah-olah langsung menjawab pertanyaan yang ada dalam benaknya.
Ranting arbei pun bergerak-gerak dan saling bergesekan dan sesaat kemudian ada sebiji buah arbei jatuh tepat di kepala Abu Nawas yang sedang tidak bersorban itu.

"Ahaa...aku tahu sebabnya," ujar Abu Nawas.

Beruntung bagi Abu Nawas di siang itu hanya kejatuhan buah arbei saat sedang beristirahat. Bagamana jadinya jika saat itu dirinya kejatuhan buah labu?
Allah SWT menciptakan semua makhluknya yang ada di muka bumi ini dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing, dimana semua itu berjalan sesuai dengan fungsinya.
Saling keterikatan dan saling membutuhkan.






BERANIKAH MENAMPAR PIPI RAJANYA

Pada suatu hari, Abu Nawas singgah di rumah kenalannya, seorang Yahudi. Di sana tengah berlangsung permainan musik yang meriah. Banyak orang yang menonton sehingga suasana begitu meriah. Semua tamu yang hadir terlibat dalam permainan musik indah itu, termasuk Abu Nawas yang baru saja masuk.
Ada yang bermain kecapi, ada yang menari-nari dan sebagainya, semuanya bersuka ciata.

Ketika para tamu sudah kehausan, tuan rumah menyuguhkan kopi kepada para hadirin. Masing-maisng mendapat secangkir kopi, termasuk Abu Nawas.
Ketika Abu Nawas hendak meminum kopi itu, ia ditampar oleh si Yahudi. Namun karena sudah terlanjur larut dalam kegembiraan, hal itu tidak ia hiraukan dan diangkatnya lagi cangkirnya, tapi lagi-lagi ditampar.

Ternyata tamparan yang diterima Abu Nawas pada malam itu cukup banyak sampai acara selesai sekitar pukul 2 dini hari.

Pesta Musik dengan Suguhan Secangkir Kopi.
Di tengah jalan, baru terpikir oleh Abu Nawas,
"Jahat benar perangai Yahudi itu, main tampar saja. Kelakuan seperti itu tidak boleh dibiarkan berlangsung di Baghdad. Tapi, apa dayaku hendak melarangnya?" pikirnya dalam hati.
"Ahaa..aku ada akal," guman Abu Nawas selanjutnya.


Keesokan harinya, Abu Nawas menghadap Raja Harun Ar-Rasyid di istana.
"Tuanku, ternyata di negeri ini ada suatu permainan yang belum pernah hamba kenal, sangat aneh," lapor Abu Nawas.
"Di mana tempatnya?" tanya Baginda.
"Di tepi hutan sana Baginda," kata Abu Nawas.
"Mari kita lihat," ajak Baginda.
"Nanti malam kita pergi berdua saja dan Tuanku memakai pakaian santri," ucap Abu Nawas.

Setelah Shalat Isya, maka berangkatlah Baginda dan Abu Nawas ke rumah Yahudi itu.
Ketika sampai di sana, kebetulan si Yahudi sedang asyik bermain musik dengan teman-temannya, maka Baginda pun dipersilahkan duduk.
Ketika diminta untuk menari, Baginda menolak sehingga ia dipaksa dan ditampar pipinya kanan kiri.

Sampai di situ Baginda baru sadar bahwa ia telah dipermainkan oleh Abu Nawas.
Tapi apa daya ia tak mampu melawan orang sebanyak itu.

Maka, menarilah Baginda sampai keringat membasahi sekluruh tubuhnya yang gendut itu. Setelah itu barulah diedarkan kopi kepada semua tamu, dan melihat hal itu, Abu Nawas meminta izin untuk keluar ruangan dengan alasan akan pergi ke kamar mandi untuk kencing.

"Biar Baginda merasakan sendiri peristiwa itu, karena salahnya sendiri tidak pernah mengetahui keadaan rakyatnya dan hanya percaya kepada laporan para menteri," pikir Abu Nawas dalam hati sembari meluncur pulang ke rumahnya.

Raja Ditampar Pipinya Kiri Kanan.
Tatkala hendak mengankat cangkir kopi ke mulutnya, Baginda ditampar oleh si Yahudi itu. Ketika ia hendak mengangkat kopi cangkirnya lagi, ia pun terkena tamparan lagi begitu seterusnya hingga Baginda belum pernah mencicipi barang sedikit saja kopi yang disuguhkan.,

Pada pagi harinya, setelah bangun tidur, Baginda Raja Harun Ar-Rasyid memerintahkan seorang pelayan istana untuk memanggil Abu Nawas.
"Wahai Abu Nawas, baik sekali perbuatanmu tadi malam, engkau biarkan diriku dipermalukan seperti itu," kata Baginda.
"Mohon ampun wahai Baginda Raja, pada malam sebelumnya hamba telah mendapat perlakuan yang sma seperti itu. Apabila hal itu hamba laporkan secara jujur, pasti Baginda tidak akan percaya. Dari itu, hamba bawa Baginda ke sana agar mengetahui dengan kepala sendiri perilaku rakyat yang tidak senonoh itu," jawab Abu Nawas membela diri.

Baginda tidak dapat membantah ucapan Abu Nawas, lalu disuruhnya beberapa pengawal untuk memanggil si Yahudi itu.
"Wahai Yahudi, apa sebabnya engkau menampar aku tadi malam," tanya Baginda marah.
"Wahai Tuanku, sesungguhnya hamba tidak tahu jika malam itu adalah Tuanku. Jika sekiranya hamba tahu, hamba tidak akan berbuat seperti itu," jawab si Yahudi membela diri.

Apa daya, pembelaan Yahudi tidak disetujui oleh Baginda. Karena menampar orang termasuk perbuatan maksiat dan Baginda harus mengambil tindakan tegas karenanya.
"Sekarang terimalah pembalasanku," kata Baginda.
"Ampunilah hamba, Tuanku," ucap si Yahudi.

Segera saja Baginda memerintahkan para prajurit untuk memasukkan si Yahudi ke dalam penjara.
Sejak saat itu Raja Harun amat memperhatikan rakyatnya. Ia berterimakasih atas laporan yang diberikan oleh Abu Nawas tersebut.




TRIK MENAKLUKKAN MONYET

Pada suatu hari yang cerah, Abu Nawas telah mendapatkan peri tah dari Raja Harun Ar-Rasyid untuk mengamati dan mencari tahu kekurangan yang ada pada rakyatnya.

Maklumlah, selain terkenal sebagai penyair ulung, Abu Nawas juga termasuk salah satu orang kepercayaan Baginda Raja, karena usulan-usulan dan petuahnya yang seringkali tidak masuk akal, namun tetap bisa menjadi solusi ketika masalah sedang tiba melanda.

Pada suatu malam, Abu Nawas melangkahkan kedua kakinya dengan santai menyisir kota.
Selama dalam perjalanan, ia sama sekali tidak melihat adanya sesuatu yang dirasa janggal, karena kesejahteraan penduduk pada waktu itu boleh dibilang cukup layak.

Pertunjukan Monyet.
Akan tetapi, pada saat Abu Nawas tengah berada di depan tanah lapang yang sering digunakan penduduk untuk mengadakan hajatan, tiba-tiba langkah kakinya terhenti dengan adanya kerumunan massa yang begitu banyak.

Abu Nawas pun bertanya kepada temannya yang bernama Husein yang secara kebetulan baru melihat pertunjukan di sana.
"Ada pertunjukan apa di sana?" tanya Abu Nawas.
"Pertunjukan keliling yang melibatkan monyet ajaib," jawab Husein.
"Apa maksudmu dengan monyet ajaib?" tanya Abu Nawas.
"Monyet tersebut bisa mengerti bahasa manusia dan yang lebih menakjubkan lagi, monyet itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja," jelas Husein.

Ancaman Abu Nawas kepada Monyet.
Jawaban Husein itu telah membuat Abu Nawas semakin tertarik dan penasaran.
Dia langsung pamit pada temannya itu untuk melihat pertunjukan monyet itu. Ketika Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan pada penonton.

Ternyata, sang pemiliki monyet dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang sanggup membuat monyet itu mengangguk-angguk.

Tak heran bila banyak diantara penonton mencoba satu persatu, mereka berusaha dengan berbagai cara untuk membuat monyet itu mengangguk-angguk.
Namun, hasilnya adalah sia-sia belaka.


Melihat kegigihan si monyet tersebut, Abu Nawas semakin penasaran.
Akhirnya Abu Nawas maju ke depan untuk mencobanya.
Setelah berhadapan dengan monyet itu, Abu Nawas bertanya,
"Tahukah engkau siapa aku ini?"
Si monyet menggeleng-gelengkan kepala.

"Apakah engkau tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas.
Si monyet menggelengkan kepalanya.

Abu Nawas berhasil.
"Apakah engkau takut kepada tuanmu?" tanya Abu Nawas memancing dan si monyet mulai ragu.
"Bila engkau tetap diam, maka aku akan laporkan kepada tuanmu," ancam Abu Nawas kepada monyet.

Seketika itu juga, si monyet yang pada dasarnya hanya takut kepada tuannya, secara spontan saja emngangguk-anggukkan kepala.

Horee....
Sontak saja saja para penonton bersorak karena ada orang yang mampu membuat si monyet mengangguk-anggukkan kepala.
Karena keberhasilan Abu Nawas tersebut, maka ia telah mendapatkan hadiah berupa uang yang lumayan banyak.

Di lain pihak, si pemilik monyet bukan main marahnya.
Pemilik monyet pun memukuli monyetnya dengan sebatang kayu karena malu terhadap pertunjukan itu.






CARA MEMBAGI HUKUMAN

Pada suatu pagi yang cerah, Abu Nawas datang ke istana karena dipanggil untuk menemani sang raja yang sudah lama kangen akan cerita lucu abu nawas. Mereka berbincang-bincang dengan riang gembira.

Setelah sekian lama berbincang, raja tiba-tiba saja ingin menguji kepandaian abu nawas.
"Wahai Abu Nawas, besok bawalah ibumu ke istanaku, nanti engkau akan aku beri hadiah seratus dinar," kata raja harun Ar-Rasyid.

Abu Nawas kaget sekali mendengar titah rajanya.
Bagaimana tidak, raja sudah tahu kalau ibunya telah lama meninggal dunia, bahkan raja ikut melayat ke rumah abu nawas.
Namun, karena iming-iming hadiah yang sangat menggiurkan itu, abu nawas bukannya mengelak malah dia menyetujui permintaan raja tersebut.


Sesampainya di rumah, abu nawas sangat sibuk sekali untuk mencari seorang wanita tua yang kemudian nantinya akan dijadikan ibunya dan dibawa ke istana. Setelah lama mencari, akhirnya orang yang diinginkan akhirnya ketemu juga.
Dengan panjang lebar abu nawas menjelaskan maksudnya kepada perempuan itu.

Ia pun berjanji akan membagi hadiah yang akan diterimanya dengan adil, separuh-separuh. Tanpa pertimabangan lagi, perempuan itu menyetujui permohonan abu nawas.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali abu nawas sudah sampai di istana sambil menggendong seorang perempuan tua.
"Wahai Abu Nawas, diakah ibumu?" tanya sang raja.
"benar Tuanku, inilah ibuku. beliau sudah tua dan kakinya lemah sehingga hamba harus menggendongnya ke istana," tutur abu nawas.

"Benarkah engkau ibunya Abu Nawas? Awas ya kalau bohong, maka akan aku hukum dirimu," tanya raja kepada perempuan tua itu.

Mendapat Hadiah.
Begitu mendengar ucapan rajanya, perempuan itu ketakutan sekali, sehingga ia membuat pengakuan yang sebenarnya, bahwa semua itu adalah sandiwara abu nawas untuk mendapatkan hadiah dari raja.

Raja Harun tertawa cekikian dan akan menghukum abu nawa 100 kali pukulan sebagai hukumannya.
"Karena engkau berjanji kepadaku akan membawa ibumu ke sini, aku pun berjanji akan memberimu hadiah seratus dinar, akan tetapi engkau tidak bisa memenuhi janjimu. Dari itu, engkau harus dihukum dengan100 kali pukulan," kata raja.

Dalamkondisi terdesak itu, abu nawas dengan susah payah memeras otak agar terhindar dari hukuman. Sejenak kemudian, ia sudah menemukan cara ampuh untuk lepas dari hukuman itu.
"Wahai Tuanku, hamba berjanji dengan perempuan tua itu akan membagi hadiah yang akan paduka berikan dengan sama rata. Karena sekarang hamba dihukum 100 kali pukulan, biarlah yang 50 pukulan saya terima, sedangkan yang 50 pukulan lagi tolong diberikan kepada perempuan tua itu," kilah abu nawas.

Dalam hati raja berguman,
"Jangankan dipukul 50 kali, dipukul satu kali saja perempuan tua ini tidak akan mampu berdiri."

Akhirnya raja mengambil keputusan bahwa uang yang 50 dinar diberikan kepada perempuan tua itu. Dalam keadaan tersebut, abu nawas menyela rajanya.
"Ampun beribu ampun Paduka, jika ibuku telah mendapat hadiah dari Paduka, tidak adil kiranya kalau anaknya ini dilupakan begitu saja," protes Abu Nawas.

"Hmmm...baiklah, terimalah pula bagianmu ini," kata raja sambil memberikan uang 50 dinar kepada Abu Nawas.






MENYELAMATKAN RAJA DENGAN SORBAN USANG

Pada suatu hari di kerajaan yang dipimpin oleh Raja Harun Ar-Rasyid telah terjadi huru hara. Rakyatnya tidak lagi mendapat ketenangan seperti biasanya karena telah terjadi penculikan dan pembunuhan yang misterius.


Raja dan para prajuritnya akhirnya mengetahui bahwa huru-hara tersebut bukan datang dari musuh, namun dari dalam istana sendiri yang diotaki oleh para menterinya.
Namun, raja sangat kesulitan untuk mencari siap yang berseongkol terhadap tindakan penculikan dan pembunuhan tersebut karena dia melihat bahwa para menterinya semuanya taat kepadanya.

Dari itu, dipanggillah Abu Nawas yang dikenal memiliki otak yang cerdas.
"Kahir-akhir ini aku gelisah, seolah ada seseorang yang hendak mengkudeta kerajaanku. Apa ada yang salah dengan kepemimpinanku?" tanya raja kepada Abu Nawas.
"Ampun beribu ampun baginda, apa yang bisa hamba lakukan untuk membantu?" tanya Abu Nawas.
"Begini wahai Abu Nawas, berilah cara kepadaku untuk menguji kesetiaan para menteriku," kata raja dengan iming-iming hadiah.
"Baiklah paduka, berilah hamba waktu sehari saja agar bisa memikirkan caranya," ujar Abunawas sambil bernjak meninggalkan rajanya.

Tes Kesetiaan menteri-menteri.
Setibanya di rumah, Abunawas berpikir keras untuk menemukan cara yang terbaik dan jitu. Karena kelelahan, Abu Nawas akhirnya tertidur dengan lelapnya.

Pada keesokan harinya ketika ia hendak shalat subuh,ia menemukan sorban yang berbau tidak sedap. Sorban itu memang telah lama tidak dicuci oleh istrinya. Dari situlah Abunawas menemukan cara jitu untuk menguji kesetiaan para menteri kerajaan.

Setelah shalat subuh, Abu Nawas segera bergegas menuju istana kerjaaan untuk menghadap Raja Harun Ar-Rasyid.
Abu Nawas meminta raja untuk bersandiwara seolah telah memiliki sorban sakti.
Raja Harun seteju dan melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Abu Nawas.

Setelah itu, maka dikumpulkanlah kelima menterinya untuk menghadap.
Di hadapan para menteri itu, raj mengatakan bahwa ia telah mendapat hadiah berupa sorbansakti hasil pemberian dari kerajaan lain. Dan salah satu kesaktian sorban itu adalah bisa menentukan masa depan kerajaan di masa yang akan datang.


"Wahai para menteriku, bantulah aku untuk menentukan masa dean negeri ini," titah raja.
"Bagaimana caranya wahai Baginda?" tanya salah seorang menteri.
"Masing-masing dari kalian, coba ciumlah sorban hadiah ini secara bergantian. Apabila berbau wangi, maka kerajaan ini akan abadai. Namun, billa baunya busuk, maka kerajaan ini tidak akan lama lagi akan segera runtuh," jelas raja.

Kehebatan Sorban Usang.
Sesuai dengan perintah raja, para menteri satu persatu memasuki ruangan untuk mencium sorban sakti tersebut. Setelah semuanya telah mendapatkan giliran, maka dikumpulkanlah lagi menteri-menterinya.

"Bagaimana baunya," tanya raja.
"Sorban ini baunya sangat harum, niscaya kerajaan ini akan abadi," jawab menteri pertama.
Menteri kedua dan ketiga menjawab sama dengan menteri pertama. Intinya adalah mereka berusaha untuk membuat rajanya senang.

Giliran menteri keempat dan kelima angkat bicara.
Di luar dugaan, menteri keempat dan kelima ini mengatakan bahwa sorab sakti tersebut baunya busuk dan menyengat hidung.
Mendengar penyataan menteri keempat dan kelima itu, raja kahirnya membuka rahasia bahwa sorban yang dikiranya sakti tersebut adalah milik Abunawas yang sudah usang dan tidak dicuci lama sekali.

Bergetarlah badan dari menteri pertama,kedua dan ketiga.
"Kini aku tahu siapa diantara kalian yang telah berkhianat kepadaku. Kalian telah terbukti berbohong dan kalian pantas untuk masuk penjara," ujar raja Harun.
Menteri pertama,kedua dan ketiga segera ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara.

Kepada menteri keempat dan kelima, Raja Harun memberikan hadiah kepada mereka karena kesetiaan yang telah diberikan. Tak lupa juga, Abu Nawas mendapat agian hadiah yang telah dijanjikan oleh Raja Harun kemarin hari.





TERTIPU SENDAL AJAIB

Kampung tempat tinggal Abu Nawas lama kelamaan membuatnya merasa tak nyaman karena saking banyaknya umat Islam yang menumpuk-numpuk harta dengan menghalalkan segala cara. Otomatis hal ini membuat Abu Nawas gusar, karena sebagai seorang ulama, Abu Nawas berfikir bahwa hal itu bertentangan dengan ajaran islam.


Untuk menghentikan perbuatan buruk tersebut, Abunawas memutar otak mencari ide yang tepat untuk menyadarkan banyak orang.
Setelah berpikir panjang, akhirnya ia menemukan ide cemerlang yaitu ide sandal ajaib. Dengan mengambil peralatan sederhana, berangkatlah ia ke pasar untuk gelar tikar menjual sandal-sandal.

"Sandal ajaib...sandal ajaib....sandal ajaib," kata Abunawas berkali-kali di pasar.
Sesaat kemudian muncullah salah seorang pemuda yang melihat-lihat barang dagangannya.
"Silahkan Tuan, mau mencari apa?" tanya Abunawas.
"Saya ingin mencari sandal yang bisa merubah hidupku yang miskin ini," jawab pemuda itu.
"Apa maksud Tuan?" tanya Abunawas lagi.
"Saya ini sudah lama hidup miskin dan ingin sekali kaya raya. Saya ingin membeli barang yang bisa memberikan saya keberuntungan," kata pemuda itu.


Sandal Ajaib.
Sejurus kemudian Abunawas menunjukkan salah satu sandal ajaibnya. Ia mengatakan bahwa sandal itu akan membikin penggunanya dari tak punya menjadi orang yang punya. Karena tertarik, pembeli itu akhirnya jadi juga membeli sandal ajaib itu dengan harga yang lumayan mahal.


Si pemuda langsung saja memakai sandal ajaib itu berkeliling kampung dengan harapan semoga keberuntungan segera berpihak kepadanya. Akan tetapi, harapannya tak kunjung terwujud. Jangankan keberuntungan, si pemuda malah dikira pencuri di kampung tersebut. Untung saja para warga tak sampai menghakiminya.

Karena merasa tertipu, pemuda itu kembali lagi menemui Abu Nawas untuk protes.
"Assalamu'alaikum..." sapa pemuda itu.
"Wa'alaiukm salam..., eh ternyata Tuan, bagaimana kabar Tuan?" tanya Abu Nawas.
"Kabar jelek. Aku selalu ditimpa kemalangan gara-gara sandal ini. Padahal dulu engkau mengatakan kalau sandal ini bisa mendatangkan keberuntungan, bisa menjadi kaya dan terkenal, tapi mana buktinya?" protes si pembeli.

"Seingat saya, saya tidak pernah mengatakan seperti itu Tuan?" sergah Abu Nawas.
"Saya hanya mengatakan bahwa bila Tuan pada mulanya orang yang tidak punya, maka dengan membeli sandal ini Tuan akan menjadi orang yang punya. Buktinya sekarang Tuan sudah memiliki sandal ajaib ini," kata Abu Nawas.

Pembeli Bertobat.
Begitu mendengar penuturan Abunawas, pemuda itu hanya bisa diam, ia menyadari bahwa dirinya sedang salah tafsir.
"Lalu mengapa engkau mengatakan bahwa sandal ini ajaib?" tanya pembeli.
"Karena merk sandal ini adalah ajaib, sandal ajaib," jawab Abunawas.

Akhirnya pemuda itu pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.
"Tunggu Tuan, saya ingin mengatakan sesuatu kepada Tuan. Mungkin saja akan ada manfaatnya," kata Abu Nawas.

"Jangan percaya kepada barang ajaib, karena percaya pada sesuatu selain Allah SWT bisa membuat kita syirik dan akan mendapatkan kesusahan di dunia dan akhirat kelak. Buktinya sebagaimana yang Tuan alami ini, oleh karena itu, segeralah bertobat kepada Alloh SWT," kata Abu Nawas.

Mendengar penuturan Abu Nawas, sepertinya pemuda itu menyadari kesalahannya. Ternyata banyak sekali hal-hal yang bisa membawa kepada perbuatan yang dimurkai Allah SWT.
Mulai saat itulah ia bertobat kepada Allah SWT.






CERITA LUCU MELARANG RUKUK DAN SUJUD

Abunawas yang merupakan sahabat setia khalifah Harun Ar-Rasyid, seakan ingin menghukum mati Abu Nawas saja begitu mendengar kabar kalau si Abunawas telah banyak menyebarkan fitnah, larangan rukuk serta sujud dalam sujud. Sebuah fatwa yang menggemparkan saat itu di kerajaan yang dipimpin Raja Harun Ar-Rasyid.

"Hmmm...Abu Nawas sudah keterlaluan, bukankah dalam islam fatwa seperti itu menyalahi ajaran islam. Hukumannya adalah penggal kepala," guman Raja Harun Ar-Rasyid.

Sebelum Abu Nawas dipanggil, untung saja salah seorang kawan setia Abunawas memberikan saran kepada raja untuk melakukan konfirmasi terlebih dahulu sebelum bertindak.

Larangan Sujud dan Rukuk.
Akhirnya Abu Nawas dipanggil dan dimintai keterangan terlebih dahulu sebelum dipancung.
"Wahai Abu Nawas, apakah benar engkau berpendapat tidak perlu rukuk dan sujud dalam shalat," tanya Raja.
"Benar, Baginda Raja," jawab Abu Nawas.

Raja Harun kembali bertanya,
"Benarkah engkau berkata kepada masyarakat bahwa Raja Harun suka berftinah?" tanya Raja.
"Benar Paduka," jawab Raja.
Sontak saja Raja Harun berteriak dengan keras dan menggelegar.
"Engkau memang pantas dihukum mati karena melanggar syariat islam dan menyebarkan fitnah tentang junjunganmu," teriaknya.


"Tunggu dulu Baginda, memang aku tidak menolak atas dua pendapat tadi, namun sepertinya kabar yang sampai kepada Paduka tidak lengkap dan seolah-olah aku berkata salah, aku merasa seakan difitnah," jelas Abu Nawas membela diri.
"Wahai Abu Nawas, apa maksudmu? Janganlah membela diri, engkau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya," kata baginda.

Penjelasan Rukuk dan Sujud.
Abu nawas segera beranjak dari tempat duduknya.
"Wahai Paduka Raja, aku memang melarang rukuk dan sujud, tapi dalam shalat apa? Waktu itu aku menjelaskan dalam shalat jenazah, yang memang tidak perlu ada rukuk dan sujud," jelas Abu Nawas.

Sang Khalifah Harun Ar-Rasyid mencoba mencerna apa yang dikatakan oelh Abu Nawas. Meski sebelumnya emosinya mulai muncul, namun Raja membenarkan apa yang menjadi pendapat Abu Nawas tersebut.

"Lalu bagaimana tentang fitnah yang engkau iyakan?" tanya Raja.
Oh saat itu aku sedang membacakan arti Surat Al-Anfal ayat 28 yang berbunyi sebagai berikut,

dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar."

"Nah, sebagai seorang ayah dan anak-anakmu, berarti kamu suka fitnah (ujian) itu," lanjut Abu Nawas.

Begitu mendengar penjelasan Abu Nawas yang sekaligus kritikan, Khalifah Harun Ar-Rasyid tertunduk malu, menyesali dan menyadari.
Rupanya kedekatan Abu Nawas kepada Raja menyulut iri diantara para pembantu lainnya.
Para pembantu raja yang iri ingin memutar balikkan berita, namun berita tersebut akhirnya bisa diredam.





CERITANYA LOMBA MIMPI DI BULAN RAMADHAN

Pada siang di bulan Ramadan, Abunawas didatangi oleh dua orang temannya yang tidak berpuasa. Mereka bersekongkol untuk ngerjai Abu Nawas.

Tibalah mereka di depan pintu rumah Abu Nawas. Setelah mengucapkan salam, tanpa basa basi lagi mereka mengajak Abu Nawas ngabuburit (mengisi waktu untuk menunggi berbuka puasa.

Sampailah mereka di warung nasi, dan teman-temannya membeli nasi untuk dibungkus. Abu Nawas mengira kalau teman-temannya sangat menghormati orang yang berpuasa meski mereka tidak puasa karena temannya tidak makan di warung tersebut, namun di bawa pulang. Waktu Berbuka Puasa.

Setelah itu, mereka pergi meninggalkan warung tersebut dan sampailah di rumah salah satu temannya. Begitu tiba berbuka puasa, Abu Nawas berkata, "Wah, sudah waktunya berbuka." "Minum saja dulu biar batal puasamu," kata temannya. Abu Nawas pun segera minum dan selanjutnya menunggu.

Teman mereka bilang, "Silahkan shalat dulu, nanti ketinggalan shalat maghrib," kata salah satu temannya. Abu Nawas pun kemudian mengambil air wudhu dan menjalankan shalat maghrib. Namun apa yang terjadi, setelah shalat maghrib pun Abu Nawas belum bisa makan nasi karena temannya menyuruh agar mengaji Al Qur'an terlebih dahulu. "Mengajilah Al Qur'an terlebih dahulu, mumpung perutmu masih kosong.

Nanti kalau sudah kenyang kamu mengantuk," kata teman Abu Nawas. Abu Nawas merasa jengkel, seakan dikerjai oleh teman-temannya. Meski begitu Abu Nawas nurut dan mengaji Al Qur'an. Setelah mengaji, Abu Nawas malah diajak lomba tidur. Siapa yang mimpinya paling indah maka dia berhak menyantap makanan.
"Abu Nawas, sekarang mari kita lomba tidur, esok pagi siapa yang mimpinya paling indah dia bisa makan makanan ini," kata salah seorang temannya. Lomba Mimpi Indah.

Abu Nawas mulai sadar kalau dirinya dikerjai teman-temannya. Lomba tidur tersebut disanggupi oleh Abu Nawas dengan perasaan marah. Pada esok paginya, mereka bertiga bangun. Salah satu temannya bercerita, "Aku semalam mimpi indah sekali, mimpi punya mobil mewah, rumah mewah, pesawat pribadi dan punya uang banyak sekali." "Mimpimu indah, tapi egois sekali," kata teman yang satunya. Kemudian teman yang satunya lagi mencerikan mimpinya.
"Aku semalam bermimpi bahwa negeriku ini tidak punya hutang, infrastrukturnya bagus sekali, jalan-jalan yang mulus, pelabuhan-pelabuhan lancar, ongkos transportasi murah, rakyat sejahtera hingga aku tidak bertemu orang yang berhak menerima zakat." "Wah, mimpimu hebat," kata temannya. "Sekarang coba ceritakan mimpimu wahai Abu Nawas." Abu Nawas bercerita, "Mimpiku biasa saja.

Semalam aku bermimpi bertemu Nabi Daud as, Nabi yang gemar berpuasa. Beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari begitu terus tiap waktu. Kemudian Nabi Daud as bertanya, "Apakah engkau sudah berbuka wahai Abu Nawas?" Saya jawab belum, kata Abu Nawas.
Kemudian Nabi Daud as menyuruh aku berbuka puasa dahulu. Kontan saja aku cekatan bangun, mengambil makanan yang sudah kalian belikan." Mimpi Abu Nawas sangat disesali oelh kedua temannya. Mereka kalah cerdik dengan akal Abu Nawas. Niat untuk ngerjai, eh malah dikerjai Abu Nawas.






MEMILIH JALAN KEHUTAN YANG INDAH

Pada suatu hari yang cerah, Raja Harun Ar-Rasyid mengalami kejenuhan dan berencana hendak pergi ke hutan yang terkenal akan keindahannya. Raja pun mengajak Abu Nawas sebagai pemandu dalam perjalanan tersebut.
"Siap, Paduka Raja," kata Abu Nawas.
Rupanya Abu Nawas tidak keberatan dengan ajakan Rajanya tersebut, dan berangkatlah mereka ke hutan dengan mengendarai keledai sambil bercengkerama di sepanjang perjalanan.

Tanpa terasa mereka sudah menempuh hampir seprauh perjalanan dan tibalah mereka di pertigaan jalan yang jauh dari rumah penduduk. Mereka berhenti karena ragu, ke arah mana hutan yang dituju. Setahu mereka, kedua jalan itu memang benar menuju hutan ang mereka tuju, hutan wisata yang berisi binatang-binatang buas.

Abu Nawas pun angkat bicara.
"Paduka, saya sarankan agar kita tidak usah meneruskan perjalanan."
Kenapa, wahai Abunawas?" kata Paduka Raja.
"Hamba berkata demikian, karena kalau kita salah pilih jalan, jangan-jangan kita tidak pernah kembali lagi. Bukankah akan lebih bijaksana kalau kita meninggalkan sesuatu yang meragukan?" jawab Abu Nawas.

Satu Pertanyaan saja.
Dalam kebimbangan, anak buah Paduka Raja, yang masih merupakan teman Abu Nawas berkata.
Aku pernah mendengar ada dua orang kemnbar yang hidup di semak-semak sebelah sana, " kata Ajudan.
"Apakah engkau mengenalnya?" tanya Abu Nawas.
"Tidak juga, mereka adalah si yang memiliki rupa sangat mirip, yang satunya selalu berkata jujur dan satunya selalu berkata bohong" jawabnya.
"Baiklah, kita istirahatu dulu, nanti kita menuju ke rumah si kembar," kata Abu Nawas.


Abu Nawas, Paduka Raja dan prajuritnya kemudian beristirahat sejenak sambil makin. Seusai makan mereka menuju ke rumah si kembar bersaudara itu.
Setelah pintu diketok, maka keluarlah salah satu dari mereka.
"Maaf, aku snagat sibuk hari ini, engkau hanya boleh mengajukan satu pertanyaan saja, tidak lebih," katanya.

Abu Nawas pun mendekati salah satu si kembar beda sifat itu dan mulai menyakan jalan yang menuju hutan yang indah dengan berbisik. Dan salah satu si kemabr itu pun menjawabnya denga berbisik pula. Setelah itu Abu Nawas dan rombongan segera pamit untuk meneruskan paerjalanan.
"Paduka Raja, hutan yang kita tuju jalan sebelah kanan," kata ABu Nawas.
"Bagaimana engkau bisa tahu harus ambil jalan arah kanan? Sedangkan kita tidak tahu apakah orang yang kita tanya tadi orang yang selalu berkata benar atau berkata berkata bohong?" tanya Paduka Raja.
"Wahai, Paduka, orang yang aku tanyai tadi menunjukkan jalan sebealh kiri," kata Abu Nawas.

Paduka Raja masih juga belum mengerti dengan perkataan Abu Nawas.
"Apa maksudnya?" tanya raja.
"Karena orang itu menunjukkan jalan sebelah kiri?" jawab Abu Nawas.
"COba jelaskan kepadaku," kata Raja.

Tadi aku bertanya ke orang itu,
"Apakah yang akan dikatakan saudaramu bila aku bertanya jalan mana yang menuju hutan yang indah?" Dan dia menjawab sebelah kiri. Dengan pertanyaan itu siapapun yang aku tanya entah si kembar yang selalu berbohong maupaun si kembar yang selalu berkata benar pasti akan menjawab sebelah kiri.

Jawabannya:
1. Bila yang ditanya tadi orang yang selalu berkata benar.
"Jalan sebelah kiri, karena ia tahu saudara kembarnya akan mengatakan jalan sebelah kiri sebab ia tahu saudara kembarnya selalu berkata bohong."

2. Bila yang ditanya tadi orang yang selalu berkata bohong.
"Jalan sebelah kiri, karena ia tahu bahwa saudara kembarnya akan mengatakan sebelah kiri sebab saudaranya selalu berkata benar."
( Mengert tidak ya sob dengan penjelasan Abu Nawas ini. Baca deh berulang2 biar faham.)

Akhirnya rombongan raja itu memilih jalan yang ditunjuk abunawas, tak lama kemudian masuklah mereka ke dalam hutan yang memiliki pemandangan yang indah. Raja pun menjadi senang dan memberikan sebuah haidah kepada AbuNawas.





CERITA LUCU RAJA DISURUH CIUM PANTAT AYAH

Pada suatu hari Raja Harun Ar-Rasyid sedang galau dengan sikap Abu Nawas. Beberapa kali Abu Nawas telah membuatnya malu di depan para pejabat kerajaan. Berlatar belakang dendam inilah akhirnya Raja hendak membuat jebakan terhadap Abu Nawas. Jika Abu Nawas gagal menghadapi jebakan tersebut, maka hukuman akan diberikan kepadanya.

Maka dipanggillah Abu Nawas untuk menghadap Raja Harun Ar-Rasyid. Setelah melewati beberapa prosedur, sampai juga Abu Nawas di istana kerajaan. Sang raja lalu memulai pertanyaannya,
"Wahai Abu Nawas, di depan mejaku itu ada sepanggang daging ayam yang lezat dan enak dilahap, tolong segera ambilkan."

Abu Nawas tampak bingung dengan perintah tersebut, karena tak biasanya dia disuruh mengambilkan makanan raja.
"Mungkin raja ingin menjebakku, aku harus waspada," kata Abu Nawas dalam hati.


Mendapat Petunjuk yang Aneh
Abu Nawas pun akhirnya menuruti perintah itu. Setelah mengambil ayam panggang sang raja, Abu Nawas kemudian memberikannya kepada raja. Namun, sang raja belum langsung menerimanya, ia bertanya lagi,
"Abu Nawas, di tangan kamu ada sepotong ayam panggang lezat, silahkan dinikmati."

Begitu Abu Nawas hendak menyantap ayam panggang tersebut, tiba-tiba raja berkata lagi,
"Tapi ingat Abu Nawas, dengarkan dulu petunjuknya. Jika kamu memotong paha ayam itu, maka aku akan memotong pahamu dan jika kamu memotong dada ayam itu, maka aku akan memotong dadamu. Tidak hanya itu saja, jika kamu memotong dan memakan kepala ayam itu, maka aku akan memotong kepalamu. Akan tetapi kalau kamu hanya mendiamkan saja ayam panggang itu, akibatnya kamu akan aku gantung."

Abu Nawas merasa bingung dengan petunjuk yang dititahkan rajanya itu. Dalam kebingungannya, ia semakin yakin jika hal itu hanya akal-akalan Raja Harun saja demi untuk menghukumnya. Tidak hanya ABu Nawas saja yang tegang, tapi juga semua pejabat kerajaan yang hadir di istana tampak tegang pula. Mereka hanya bisa menebak dalam hati tentang maksud dari perintah rajanya itu.


Hampir sepuluh menit lamanya Abu Nawas hanya membolak-balikkan ayam panggang itu. Sejenak suasana menjadi hening. Kemudian Abu Nawas mulai mendekatkan ayam panggang itu tepat di indera penciumannya.

Para hadirin yang datang atas undangan raja mulai bingung dan tidak mengerti apa yang dilakukan Abu Nawas. Kemudian terlihat Abu Nawas mendekatkan indera penciumannya tepat di bagian pantat daging ayam bakar yang kelihatan sangat lezat itu. Beberapa menit kemudian ia mencium bagian panta ayam bakar itu.

Raja Merasa Malu
Setelah selesai mencium pantat ayam bakar itu, kemudian Abu Nawas berkata,
"Jika saya harus memotong paha ayam ini, maka Baginda akan memotong pahaku, jika saya harus memotong dada ayam ini, maka Baginda akan memotong dadaku, jika saya harus memakan dan memotong kepala ayam ini, Baginda akan memotong kepalaku, tetapi coba lihat, yang saya lakukan adalah mencium pantat ayam ini," kata Abu Nawas.

"Apa maksudmu, wahai Abu Nawas," tanya Baginda.
"Maksud saya adlah kalau saya melakukan demikian maka Baginda juga akan membalasnya demikian, layaknya ayam ini. Nah, saya hanya mencium pantat ayam panggang ini saja, maka Baginda juga harus mencium pantat ayam panggang ini pula," jelas Abu Nawas.

Sontak saja penjelasan Abu Nawas itu membuat suasana yang tegang menjadi tampak tak menentu. Para pejabat yang hadir menahan tawa, tetapi ragu-ragu karena takut dihukum raja. Sementara itu, raja yang mendengar ucapan Abu Nawas mulai memerah mukanya. Raja tampak malu untuk kesekian kalinya. Untuk menutupi rasa malunya itu, beliau memerintahkan Abu Nawas untuk pulang dan membawa pergi ayam panggang yang lezat itu.

"Wahai Abu Nawas, cepat pulanglah, jangan sampai aku berubah pikiran," kata raja.

Setibanya di rumah, ia mengundang beberapa tetangganya untuk berpesta ayam panggang. Untuk kesekian kalinya Abu Nawas sukses mempermalukan Raja Harun Ar-Rasyid di depan para pejabat kerajaan.

Sekian dulu sahabat, Kisah Abu Nawas yang akan datang akan hadir di bulan Mei 2013 awal bulan. Kalau sudah membaca kisah ini, ada kisah-kisah lain yang lebih lucu dan lebih menarik di label Abu Nawas. Sampai ketemu bulan depan ya...





TRIK ABUNAWAS SELAMAT DARI AMARAH ISTRI

Diam-diam, ternyata Abu Nawas memiliki istri yang pencemburu.
Pada saat Abu Nawas sering pulang larut malam, ia selalu marah-marah.

Pada suatu hari, Abu Nawas keluar rumah hingga larut malam. Hal itu membuat istrinya merasa gelisah dan emosi karena sudah berjam-jam menunggu di rumah. Ia pun tidak bisa tidur gara-gara Abu Nawas yang masih dalam tanda tanya. Bahkan istri Abu Nawas sudah menyiapkan suatu rencana untuk memarahi Abu Nawas ketika dia pulang nanti.

Waktu pun sudah menunjukkan larut malam, begitu gelap, namun Abu Nawas tetap saja tak kunjung kembali pulang. Tiba-tiba saja, dalam kondisi yang seperti itu, terdengar suara seperti orang yang hendak masuk dari jendela rumah yang terbuat dari kayu. Mendengar suara itu, istri Abu Nawas pun langsung siap siaga untuk melancarkan aksinya.


Dipukul Dengan Kayu
Ia menuju jendela sambil memegang sepotong kayu berukuran lumayan besar. Ia berfikir bahwa Abu Nawas sengaja masuk rumah melalui jendela karena takut didamprat istrinya. Tak lama kemudian, masuklah seseorang melalui jendela yang ukurannya relatif kecil.

Dalam kondisi yang gelap, wajah orang tersebut tak kelihatan.
Akan tetapi istri Abu Nawas yang sudah tersulut emosinya langsung saja memukulkan kayu ke orang tadi. Ia memukul secara membabi buta hingga membuat orang yang dikiranya suaminya itu jatuh tak berdaya.

"Ampun... Ampun...," ujar orang tersebut.

Tentu saja karena pukulan yang membabi buta yang dilakukan istri Abunawas tersebut membuat orang tadi terkapar di lanatai. Istri Abu Nawas pun merasa sangat puas dengan tindakannya ini. Ia menganggap bahwa tindakannya setimpal atas kesalahan suaminya, si Abu Nawas.

"Ayo cepat bagun, lain kali jangan diulangi lagi dengan pulang larut malam," kata istri Abu Nawas dengan nada membentak.

Eiit...setelah ditunggu beberapa menit, orang tersebut tak juga bangkit-bangkit. Maka mulailah istri Abu Nawas menjadi penasaran. Dalam pencahayaan yang kurang, ia mencoba melihat dengan seksama orang yang dipukulnya tadi.

Betapa kagetnya istri Abu Nawas, ternyata orang itu bukan suaminya. Ia tak mengenali wajah orang yang dipukulinya. Dalam kondisi itu, istri Abu Nawas menyebut orang itu sebagai seorang pencuri dan berteriak dengan keras.

"Ada pencuri...tolong...toloong...," teriak istri Abu Nawas.

Kontan saja teriakan istri Abu Nawas tersebut membuat para warga berhamburan keluar untuk menangkap pencuri. Tak lama kemudian, beberapa warga pergi ke rumah Abu Nawas. Mereka lantas meringkus pencuri yang sudah tidak berdaya di lantai.

Ikut Bangga dan Bersyukur
Para warga pun merasa kaget melihat kejadian itu. Ada seorang pencuri yang ditaklukkan oleh seorang wanita. Pencuri itu babak belur terkena pukulan dari istri Abu Nawas.

"Wah, hebat sekalai, pencuri ini sampai terbaring tak berdaya di lantai. Mungkin butuh berminggu-minggu agar bisa pulih kembali," kata salah satu warga.

"Maaf Pak, saya tak bermaksud menyakitinya, apalgi sampai separah itu. Hanya kekeliruan saja, Pak," kata istri Abu Nawas.
"Keliru bagaimana" tanya warga.
"Waktu itu, ia masuk melalui jendela dapur. Dan saya kira suami saya yang baru pulang berpesta dengan teman-temannya, makanya langsung saya gebuk," jelas istri Abu Nawas.

Tak berapa lama kemudian, Abu Nawas pun datang ditengah-tengah mereka.
Setelah mendengar cerita tentang seorang pencuri yang babak belur dihajar istrinya, ia pun tersenyum kecil dan bersyukur.

"Untung saja bukan saya yang dihajar, makanya jangan main pukul, beginalah akibatnya," kata Abu Nawas.

Namun demikian, Abu Nawas cukup bangga dengan keberanian istrinya yang sanggup melumpuhkan seorang pencuri.




CERITA ABU BAGAIMANA MENYINDIR PEMERINTAHAN RAJA


Suatu ketika....Abunawas menerima undangan untuk sebuah jamuan makan malam. Dalam undangan tersebut, dia juga dimintai tolong untuk mengisi acara jamuan dengan tausyiahnya, ceramah agama.

Dari itu, Abu Nawas pun datang menghadiri undangan itu untuk menghormati dan menyenangkan tuan rumah. Namun, karena datangnya lebih awal, Abu Nawas pun dipersilahkan duduk di kursi bagian depan. Di kursi itu, Abu Nawas seakan-akan menjadi tamu yang terhormat.

Beberapa saat kemudian, para undangan yang lain pun hadir dan langsung menempati kursi-kursi yang disediakan. Kemudian, menyusul para pejabat kerajaan yang datang dan langsung menuju kursi yang paling depan. Akan tetapi, pejabat itu sangat terkejut karena kursi paling depan sudah diisi oleh Abu Nawas.

Mendapati kenyataan itu, pejabat tersebut langsung memprotes kepada panitia penyelenggara makan malam dengan keras.

"Kenapa saya yang lebih terhormat berada di belakang dan justru Abu Nawas itu berada di depan, "protes pejabat.
"Pertanyaan Bapak seharusnya ditanyakan langsung kepada Abu Nawas sendiri, "kata Abu Nawas.


Janji Adalah Hutang
Karena merasa psisinya disamakan dengan masyarakat yang lain, pejabat itu pun tidak terima. Ia berjalan ke depan menuju Abu Nawas dan berbisik bahwa yang pantas duduk di kursi itu adalah dirinya yang merupakan pejabat kerajaan terhormat.

"Wahai Abu Nawas, kamu tidak pantas duduk di sini, karena kursi depanseharusnya diisi oleh pejabat seperti saya, "tegas pejabat itu dengan congkaknya.

Mendapatkan tegoran somong dan merendahkan itu, Abu Nawas mulai angkat bicara. Maka terjadilah perdebatan sengit diantara mereka. Cukup menghebohkan untuk semua yang hadir di acara tersebut.

"Saudara pejabat yang terhormat, pada kenyataannya Anda itu tidak lebih dari seorang pesulap, "kata Abu Nawas dengan suara cukup lantang.
"Wah, tidak bisa begitu, saya adalah pejabat kerajaan, bukan pesulap, "cetus pejabat.

Semua tamu undangan yang hadir menjadi tegang.
Sebagian dari mereka ada yang berdiri untuk menyaksikan pedebatan itu dan berharap Abu Nawas mampu melumpuhkan sang pejabat yang terkenal sombong itu.

"Sekalipun saya adalah pesulap, tapi ketika naik panggung, saya bisa bertindak sesuai janji. Saat saya berjanji mengubah sapu tangan menjadi kelinci, maka bim salabim, sapu tangan itu benar-benar berubah menjadi kelinci, "terang Abu Nawas.

Betapa Malunya Pejabat
"Maksudmu bagaimana? Apa hubungannya?" tanya pejabaat.
"Anda saya katakan sebagai pesulap yang gagal karena Anda tidak bisa mengubah semua itu. Lihatlah, ketika naik panggung, Anda berjanji akan merubah nasib rakyat kecil menjadi lebih baik. Tapi, setelah terpilih menjadi pejabat, keadaan rakyat kecil sama saja seperti sebelum Anda menduduki jabatan itu, "jelas Abu Nawas.

Mendapatkan perkataan demikian, pejabat itu hanya bisa diam seribu bahasa dengan perasaan malu banget. Kepalanya pun hanya bisa tertunduk seakan tidak tahan dengan perkataan Abu Nawas yang telah memalukan dirinya di hadapan orang banyak.

"Nah, kalau begitu, mana yang lebih baik dan lebih pantas duduk di kursi paling depan, "tanya Abunawas denga penuh percaya diri.

Tanpa membalas sepatah kata pun, pejabat itu langsung kembali mundur, menempat kursi belakang dimana tempat dirinya duduk semula.

Terima kasih buat sobat yang sudi mampir dan membaca artikel Kisah Abu Nawas ini.
Bukankah banyak tuh, calon-calon pejabat yang cuma bisa janji-janji, tapi setelah terpilih, janjinya tidak ditepati.

Sekian...






SAYEMBARA BERHADIAH MENAKLUKKAN GAJAH


Pada suatu hari Abu Nawas sedang berjalan-jalan, bersantai menikmati keindahan alam. Di tengah perjalanan, ia kaget karena melihat banyak orang bergerombol. Ia pun menhampiri kerumunan orang itu dan bertanya kepada salah seorang warga. Rasa penasaran, ada apa gerangan kiranya dengan kerumunan itu.

"Ada kerumunan apa di sana itu? " tanya Abu Nawas kepada salah seorang warga.
"Ada pertunjukan keliling yang melibatkan seekor gajah yang ajaib," jawab orang itu.
"Apa maksudmu dengan gajah ajaib itu? "tanya Abu Nawas penasaran.
"Gajah itu hanya tunduk kepada tuannya saja, dan lebuh menakjubkan lagi, gajah itu mengerti bahasa manusia, "jelas orang itu.

Penjelasan itu telah membuat Abu Nawas semakin tertarik dan penasaran. Ia tak tahan untuk menyaksikan keajaiban hewan raksasa itu.

Sayembara Berhadiah Uang
Selang beberapa menit, Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan warga. Para penonton antusias sekali, sehingga membuat sang pemilik gajah dengan rasa bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang mampu membuat gajahnya mengangguk-angguk.

Para penonton yang kepingin ikut pun maju satu persatu untuk mencoba peruntungannya. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk membuat gajah itu mengangguk-angguk, namun belum ada seorang pun yang menang.


Melihat kegigihan gajah itu, Abu Nawas semakin penasaran. Dia akhirnya mendaftar untuk mengikuti sayembara tersebut.
Kini giliran Abu Nawas yang maju menghadapi gajah ajaib itu. Tepat di depan gajah itu, Abu Nawas bertanya,
"Tahukah kamu, siapakah aku ini?"
Si gajah itu lansung menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Apakah kamu tidak takut kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi.
Namun gajah itu tetap menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Apakah kamu takut kepada tuanmu? "tanya Abu Nawas lagi memancing.
Gajah itu mulai ragu, dia hanya diam saja.
"Bila kamu tetap saja diam, baik, akan aku laporkan kepada tuanmu, "ancam Abu Nawas.
Gajah tetap menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Oke, aku beri petanyaannya sekali lagi, apakah kamu takut kepada tuanmu? "tanya Abu Nawas sekali lagi.
Akhirnya gajah ajaib itu mengangguk-anggukkan kepalanya berulang kali. Tak pelak seluruh penonton bersorak sorai melihat kejadian ini.

Atas keberhasilan Abu Nawas yang membuat gajah itu mengangguk-angguk, maka dia mendapatkan hadiah berupa uang segebok. Tapi karena melihat si pemilik gajah muram dan marah, Abu Nawas hanya minta sebagian hadiahnya saja. Sedangkan yang sebagian lagi dikembalikan kepada sang tuan gajah.

Setelah itu, bubarlah pertunjukan sayembara itu yang dimenangkan oleh Abu Nawas. Abu Nawas pun pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan, dia berpikir untuk apa uang yang telah dihasilkan tersebut.
"Enaknya untuk apa ya uang sebanyak ini? "guman Abu Nawas dalam hati.

Terbersit dalam benak Abunawas untuk menyumbangkan uang itu ke rumah-rumah Allah SWT di desanya.

Demikian kisah gajah ajaibnya, nanti disambung lagi dengan balas dendan sang pemilik gajah kepada Abu Nawas. Lebih seru dan kocak tentunya.

Oh iya, mohon do'anya ya agar admin Abu Nawas blog segera sembuh seperti sedia lala, Amiiin.


Abu Nawas Menipu Tuhan
Setelah para murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda.

Murid Abu Nawas bertanya lagi.

"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?" tanya muridnya.

"Mungkin." jawab Abu Nawas.

"Bagaimana caranya?" tanya si murid penasaran.

"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." jawab Abu Nawas.

"Ajarkan pujian dan doa itu padaku wahai guru." pinta muridnya.

Doa itu adalah:
Ilahi lastu lil firdausi ahla, walaa aqwa 'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fainnaka ghafiruz dzanbil 'adhimi"

Arti doa tersebut adalah:

"Wahai Tuhanku, aku ini sama sekali tidak pantas menjadi penghuni surgaMu, tetapi aku juga tidak tahan terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah taubatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar."

Demikian teknik Abu Nawas agar bisa menipu Tuhan.





CARA ABUNAWAS SELAMAT DARI DUA KALI KEMATIAN

Pada suatu hari Abu Nawas berjalan-jalan hingga sampai di kampung pedalaman. Kampung tersebut berada di daerah gurun nan jauh dari tempat tinggalnya. Di kampung itu nampak keramaian, dan ternyata ada kerumunan orang yang sedang membuat bubur.

Ketika Abu Nawas asyik mengamati suasana, tanpa disadari ada puluhan pasang mata yang mengawasinya. Tidak berapa lama kemudian, Abu Nawas sudah tertangkap dan diikat oleh para penduduk setempat. Lalu dia pun dibawa ke tengah-tengah kerumunan orang yang sedang membuat bubur tersebut.

Saat ada seseorang yang membawa golok tajam mendekatinya, Abu Nawas tidak tinggal diam saja.
"Hei, kenapa aku ditangkap?" tanya Abu Nawas.

Salah seorang dari mereka menjelaskan bahwa setiap ada orang asing, mereka akan menyembelih, lalu mencampurnya ke dalam adonan bubur dan memakannya. Mendengar penjelasan itu, Abu Nawas ketakutan juga. Namun, meski dalam keadaan terjepit, dia masih sempat berpikir dengan jernih.


Abu Nawas akan Dijadikan Campuran Bubur
"Kalian lihat saja, badanku kurus kering, jadi dagingku tidak banyak. Kalau kalian mau, besok aku bawakan temanku yang badannya gemuk sehingga kalian bisa makan untuk lima hari lamanya. Aku janji, maka lepaskan aku, "pinta Abu Nawas.

Karena janjinya itu, akhirnya Abu Nawas dilepaskan. Abu Nawas berpikir keras untuk menemukan siasat agar dirinya berhasil membawa teman yang gemuk. Terlintas di pikirannya bahwa Sang Raja Harun Ar-Rasyid.
"Seharusnya raja tahu kondisi ini dan alangkah baiknya jika dia mengetahuinya sendiri,"guma Abu Nawas dalam hati.

Abu Nawas pun segera menghadap Raja Harun. Dengan berbagai bujuk rayu, akhirnya dia berhasil mengajak raja hanya berdua saja. Sesampainya di kampung pedalaman itu, tanpa banyak bicara, warga langsung menangkap raja. Abu Nawas pun segera meninggalkan kampung itu. Dalam hatinya dia berpikir,
"Bila raja pintar,pasti dia akan bisa membebaskan diri, tapi kalau tidak, maka raja akan mati."

Abu Nawas berpikir gambling begitu ya karena dia yakin bahwa rajanya cukup cerdas untuk bisa meloloskan diri dari kampung pedalaman itu.

Sementara itu, raja yang sedang ditawan tidak menyangka sama sekali akan disembelih warga kampung pedalaman yang masih merupakan wilayah kekuasaannya. Dalam keadaan takut, raja memiliki inisiatif juga rupanya.
"Jika membuat bubur, dagingku ini tidaklah terlalu banyak karena banyak lemaknya. Kalau diijinkan, kalian akan aku buatkan peci kemudian dijual dengan harga jauh lebih mahal daripada harga buburmu itu, "bujuk Raja Harun ke warga kampung pedalaman.

Mereka menyetujui dan meminta raja untuk menyelesaikan peci itu. Setelah peci selesai dibuat, raja pun dibebaskan.


Dihukum Gantung
Setelah raja dibebaskan, Abu Nawas segera dipanggil karena telah berani mencelakakan rajanya sendiri.
"Wahai Abu Nawas, engkau benar-benar telah membahayakan aku, kamu harus digantung !"ujar Raja Harun dengan geram.


Namun, Abu Nawas minta diberikan waktu untuk pembelaan dirinya.
"Baiklah, tetapi kalau ucapamu salah, niscaya engkau akan dibunuh hari ini juga,"ujar Raja Harun.

"Tuanku, alasan hamba menyerahkan kepada pembuat bubur itu karena ingin menunjukkan fakta kepada Paduka. Karena semua kejadian di dalam negeri ini adalah tanggung jawab Paduka kepada Allah SWT kelak. Raja yang adil sebaiknya mengetahui perbuatan rakyatnya, "kata Abu Nawas.

Setelah mendengar pembelaan diri Abu Nawas, Raja Harun Ar-Rasyid menerimanya dan membebaskan Abu Nawas. Setelah itu raja melakukan pembinaan kepada suku pedalaman tersebut.





PENGOBATAN DENGAN TELUR ONTA

Suatu hari Raja Harun Al Rasyid terkena penyakit yang sangat aneh. Tubuhnya terasa kaku dan pegal semua. Suhu badannya panas dan dia tak kuat untuk melangkah. Kondisi ini membuat sang raja tak nafsu makan sehingga sakitnya bertambah parah. Bermacam tabib sudah pada berdatangan untuk mengobatinya, namun tetap saja masih sakit.

Namun raja tak mau menyerah begitu saja. Tekadnya untuk sembuh sangatlah besar. Raja pun akhirnya membuat sayembara, barang siapa dapat menyembuhkan raja, maka dia akan mendapat hadiah. Berita sayembara itu pun didengar oleh Abu Nawas, dan ia pun tertarik untuk mengikuti sayembara itu.

Maka, tak berapa lama kenudian, ia pun berpikir kersa, memutar otak sebentar, kemudian pergi ke istana dan menghadap Raja Harun Al Rasyid.


Penyakit Aneh
Sang raja sangat terkejut begitu melihat Abunawas dan menawarkan diri untuk mengobati.
"Wahai Abu Nawas, setahuku kamu itu bukan seorang tabib, tapi mengapa engkau mengikuti sayembara ini?" tanya sang raja heran.

Mendengar ucapan rajanya, Abu Nawas hanya tersenyum saja. Dia berhasil meyakinkan raja bahwa dia emiliki kemampuan untuk menyemnbuhkan orang yang sakit. Pada awalnya sih sang raja tidak percaya akan penjelasan Abu Nawas tersebut. Namun bukan Abu Nawas kalau dia tidak bisa meyakinkan lawan bicaranya.

Kemudian Abu Nawas mulai mengadakan observasi dengan menanyakan sakit dan kondisi raja.
"Aku juga tidak tahu, tetapi aku merasa bahwa rasanya seluruh tubuhku terasa sakit dan badanku panas. Aku merasa lesu," keluh raja.

Mendengar keluhan raja itu, Abu Nawas sontak saja tertawa lebar.
Tentu saja Sang Raja tersinggung oleh olokan Abu Nawas itu.
"Tidak Paduka, kalau penyakit seperti itu sih gampang sekali menemukan obatnya," jelas Abu Nawas.

Raja pun kaget dan menanyakan nama obat dan dimana raja bisa memperolehnya.
"Obat itu adalah telur unta, Paduka Raja bisa mendapatkannya di kota Baghdad," jelas Abu Nawas.

Sang Raja yang kepingin cepat sembuh ini sangatlah antusias sekali. Pada keesokan harinya, Raja mencari obat tersebut dengan ditemani oleh pengawal dengan memakai busana rakyat biasa agar tidak dikenali oleh rakyatnya. Dia pun engunjungi hampir seluruh pasar yang ada di kota Baghdad.

Namun mereka tidak kunjung juga menemukan telur unta yang dicarinya. Raja pun tetap mengelilingi kota walaupun pengawalnya sudah tampak kelelhan yang amat sangat. Sang Raja tampak menggerutu sambil berencana memberikan hukuman kepada Abu Nawas jika ia tak bisa menemukan obat itu.

Sebelum kembali ke istananya, raja melihat seorang kakek yang membawa ranting.
"Tunggu Kek, bolehkah saya bertanya sesuatu?" cegat Raja Harun.

Mana Ada Unta Bertelur
Setelah bertatap muka, raja merasa kasihan melihat kakek itu dan menawarkan diri untuk membawakan kayu-kayu tersebut sampai ke rumah kakek. Setelah sampai rumah dan berbasa-basi sejenak, raja pun menanyakan tentang telur unta kepada kakek itu.
"Telur unta?" si kakek kemudian berpikir sejenak lalu tertawa lebar.

Si kakek menjelaskan bahwa di dunia ini mana ada telur unta. Setiap hewan yang memiliki daun telinga itu melahirkan, bukan bertelur, jadi mana ada telur unta. Raja dan pengawalnya tersentak kaget mendengar penjelasan kakek itu. Raja sangat murka dan merasa dirinya telah dipermainkan oleh Abu Nawas.

Pada keesokan paginya raja segera memanggil Abu Nawas untuk menghadap.
"Hai Abu Nawas, berani sekali kamu mempermainkan aku, bukannya unta tidak bertelur?" ujar sang raja yang kesal.
"Betul, Paduka," jawab Abu Nawas.

Mendengar itu, raja memerintahkan untuk memberikan hukuman berat kepada Abu Nawas.
"Tunggu, sebelum menghukum, bagaimana kondisi kesehatan Paduka?" tanya Abu Nawas.
"Aku baik, tubuhku tidak lemas dan tidak pegal lagi," jawab raja.
"Berarti saya berhasil menyembuhkan paduka ya, dan saya berhak untuk mendapatkan hadiah sayembara itu," ujar Abu Nawas yang tersenyum dengan riang.

Lanjutan ceritanya bisa baca disini


Sumber : http://kisahpetualanganabunawas.blogspot.co.id/